"Yena! Bangun, ini sudah pagi," Yein mengguncang-guncang tubuh Yena. Sebenarnya suaranya tidak jelas didengar, tetapi itu maksud ucapannya.
Tanpa perlu berusaha terlalu keras untuk membangunkan Yena, Yena bangun pada pertama kali percobaan pembangunan yang dilakukan Yein.Yena menyibak selimutnya kemudian duduk dan mengusap-usap wajahnya.
"Ayo bangun, sarapan sudah siap," Yein menggunakan bahasa isyarat. Yena mengangguk ketika mengetahui ucapan Yein.
Yein akan beranjak keluar kamar, namun Yena menghentikan langkahnya dengan melempar bantal ke punggung Yein.
"Aa?" Yein berbalik melihat Yena.
"Ada yang berbeda dengan kakak hari ini," Yena meletakkan telunjuknya pada dagu, lalu mengetuk-ngetuknya.
Yein hanya diam memerhatikan kebingungan Yena. Tangannya meraih bantal berwarna putih milik Yena yang terjatuh di lantai kemudian memeluk bantal itu.
"Ah iya, kenapa kakak mengikat rambut kakak hari ini? Aneh sekali," Yena menggunakan bahasa isyarat.
Yein tidak menjawab, ia hanya diam seraya tersipu malu.
"Ah, aku tahu pasti ini semua karena pria yang kakak temui semalam kan?" Yein semakin tersipu.
"Benar kan? Benar kan?" Yena semakin menggoda Yein.
Yein tidak menjawab, namun sesaat kemudian bantal putih di tangannya telah mengenai wajah Yena. Yein melemparnya ke wajah Yena. Kemudian ia bergegas keluar kamar. Yena tidak marah, ia malah tersenyum lebar melihat wajah kakak sekamarnya yang berbinar bahagia, tidak murung seperti biasanya.
"Semoga pria itu bisa membahagiakanmu kak," Yena bergumam melihat kepergian Yein.
🌻🌻🌻
Yein berjalan melewati koridor sekolah menuju kelasnya dengan tidak percaya diri. Hari-hari biasanya juga seperti itu. Tetapi hari ini ia terus berjalan menunduk karena setiap orang yang dilaluinya terus memerhatikannya. Mereka merapat mendekati teman-teman mereka lalu berbisik. Walaupun Yein tidak mendengarnya, Yein yakin mereka membicarakan dirinya. Yein semakin memperdalam tundukannya.
"Tumben sekali dia mengikat rambutnya."
"Ternyata si tuli itu juga mempunyai daun telinga."
"Kenapa dia mengikat rambutnya? Apa dia mau pamer jika dia juga punya telinga?"
"Percuma saja, dia tidak akan bisa dengar walaupun memilikinya."
Entah apa yang akan dilakukan Yein jika dia bisa mendengar. Mendengar hinaan demi hinaan yang dilontarkan. Diperhatikan dan diperlakukan berbeda oleh teman-temannya saja telah membuat hatinya teramat sakit dan sedih. Tetapi jika dia bisa mendengar, belum tentu teman-temannya memperlakukannya seperti itu.
Yein ingin sekali bisa mendengar.
Hal yang sama juga ditemukan Yein ketika ia telah memasuki kelas. Fokus semua teman-teman sekelasnya tertuju padanya. Yein yang tadi mendongak kembali menunduk karena diperhatikan seperti itu.
Apa salahnya jika ia mengikat rambutnya ke belakang?
"Kenapa berhenti di depan pintu? Ayo masuk!" Yein terkejut ketika ada sebuah tangan yang menarik tangannya. Yein mendongak. Itu Jungkook.
Yein menurut saja ketika Jungkook membawanya masuk ke dalam kelas.
"Kau menuruti keinginanku untuk mengikat rambutmu," Jungkook tersenyum ke arah Yein ketika mereka telah duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret ✔
Fanfiction[Complete] [Werewolf-Fanfiction] Jungkook bukan sekedar teman dengar bagi Yein. 📌 Inspired by Koe No Katachi and Wolf Children.