Part 9

1K 151 13
                                    

Jinyoung menegakan punggungnya. Menatap lurus kearah Daehwi yang duduk tepat di sampingnya—di sebelah kursi pengemudi.

"Tolong jelaskan, Lee Daehwi!" ujar Jinyoung dengan suara rendahnya. Aura intimidasi yang di miliki Jinyoung mulai menguar. Membuat nyali seorang Lee Daehwi sedikit menciut.

Namun bukan Lee Daehwi namanya jika dia mengkerut takut. Dia itu pemberani.

Daehwi menaikan alisnya, "Lho? Tidak jadi jalan, hah? Kalau begitu lebih baik aku kembali ke rumah," ujarnya sembari mengambil ancang-ancang untuk keluar dari mobil. Tangannya sudah bersiap untuk menarik knop pintu mobil Jinyoung.

"Oh, okey, wait! Kita jalan sekarang!"

Daehwi sedikit menyeringai.

Ah, Daehwi tau kok, kalau Jinyoung sedang patah hati. Dan pemuda tampan itu sedang membutuhkan tempat untuk bercerita.

Daehwi siap. Karena sebagai sahabat, dia harus siap sedia untuk mendengar keluh kesah sahabatnya.

Ugh, walau dia harus menahan mati-matian denyut sakit yang selalu timbul. Rasanya sangat sakit, serius.

☘☘☘

Mobil Jinyoung berhenti di salah satu spot favorit mereka berdua.

Karena sejujurnya, mereka mempunyai banyak sekali spot-spot favorit yang hanya mereka ketahui.

Spot yang paling asri menurut keduanya—bukit di dekat sekolah. Tempat yang tertutupi oleh gedung tua kosong yang katanya angker. Tapi lihat, bahkan di balik gedung tua itu, terdapat hamparan rerumputan serta bunga yang memenuhi seluruh perbukitan itu.

Tempat paling-paling dekat.

Sebenarnya, keduanya bisa saja mencari spot lain yang lebih nyaman—seperti cafe, mungkin? Tapi Bae Jinyoung sudah terlalu penasaran. Maka dari itu, dia memilih tempat ini.

Keduanya duduk berdampingan di bawah salah satu pohon yang menjulang tinggi disana.

Masih diam hingga Jinyoung berdehem, berniat mencairkan suasana.

"Maaf. Aku seperti seorang penghancur, ya?" ujar Jinyoung sembari menerawang.

Disini, biasanya keduanya akan menyelesaikan pertengkaran-pertengkaran kecil, meluruskan segala kesalah pahaman.

Intinya, di tempat ini sangat damai. Cocok untuk mendinginkan pikiran, seperti sekarang.

"Ah, aku hanya merasa Minki itu orang yang— apa, ya? Dewasa, mungkin? Aku merasa tertarik dengannya, maaf."

"Aku tidak tau kalau ternyata dia sudah mempunyai tunangan, sekali lagi, maaf."

Daehwi melirik Jinyoung sekilas, sebelum dia menghembuskan nafasnya dengan kencang. Mengambil posisi untuk tiduran di atas rerumputan disana. Di ikuti Jinyoung yang menyenderkan kepalanya di batang kayu.

"Sepertinya bukan salahmu. Aku juga memang kurang menyukai Kak Minki. Dia terlalu— eum, liar? Bukankah begitu?" ujar Daehwi. Matanya terpejam erat.

"Dia memang dewasa, tetapi dia juga liar. Dia membawa pengaruh buruk, terutama untukmu dan Kak Jonghyun, hiks—"

Daehwi menangis. Menggantung kalimatnya begitu saja. Membuat Jinyoung beralih untuk memeluk pemuda di sampingnya.

Dirasa sudah cukup tenang, Daehwi melanjutkan perkataannya. "Dia— dia yang membuat Kak Jonghyun masuk rumah sakit. Kalau saja Kak Minki mengerti keadaan bahwa rem mobil Kak Jonghyun sedang bermasalah, mungkin Kak Jonghyun tidak akan terbaring di rumah sakit seperti sekarang. Keduanya akan menikah, minggu lalu, dan kau tidak akan tergoda dengan Kak Minki. Ya, harusnya seperti itu."

nevarno ; deephwiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang