#2

9K 339 3
                                    

"KARINNN!"
Merasa seseorang memanggilku, aku berbalik. "ngapain panggil panggil?" kataku ketus. kenapa dia harus muncul saat aku berusaha melupakannya? Kenapa?
"nikah yuk!"
Astaghfirulloh, apa yang dikatakan aldo barusan? Kurasakan pipiku mulai memanas, aduh, aku malu.
"gimana? Terlalu datar nggak?" katanya
"ha?" aku pun bingung
"nanti malem aku mau melakukannya rin,  niat baik yang di sunnahkan rasulullah, penyempurna separuh agamaku,. Aku mau melamar kakakmu, Rasya Sheila Pramatya" ujarnya
Hatiku mencelos jatuh, teramat dalam rasa itu. Sakit yang astagfirullah, kenapa ini? Bukankan harusnya aku bahagia? Kakakku akan menikah dengan sahabatku, orang baik baik, dan aku akan menjadi adik iparnya. Dosa kah aku ya allah?
"gimana?" katanya membuyarkan lamunanku.
"eh.. Emm, terlalu datar" kataku singkat
"Terus gimana ya?"
"udah, aku harus buru buru pulang, mau ada acara. Lagi pula, nggak baik yang bukan mahram berdua duaan, maka yang ketiga adalah syetan. Assalamualaikum." kataku buru buru.

***

Termenung dalam doa kepadamu ya rabb, aku berpasrah tentang segala takdirmu untukku. Engkau tidak menyatukan aku dengannya, yang menurutku baik. Tapi aku yakin, Engkau memiliki yang lebih baik untukku. Maafkan aku yang lalai ini Ya rabb, lalai karna telah terbuai untuk lebih mencintai makhlukMu. Padahal cinta yang hakiki hanya teruntuk kepadaMu, dan kepada rasul-Mu.

Setelah selesai shalat maghrib, bunda menyuruhku untuk turun, ada tamu katanya. Aku sudah sangat tahu, siapa tamu itu, maka ku kuatkan hati untuk turun.
"bawa minumannya ke depan ya" titah bunda. "siyap bun" maka aku harus terlihat ceria. "panggil kakakmu dulu deh" lanjut bunda. "okeoke bun" lantas kupanggil dia, yang akan berbahagia malam ini. "kak, disuruh turun sama bunda" kataku. "iya bentar lagi rin"

Maka aku turun terlebih dahulu, karna tugasku selanjutnya adalah mengantar minuman ke ruang tamu.
"silahkan" ujarku sambil tersenyum
Menyesakkan hati, aku kembali ke belakang, dan.. Air bening itu jatuh begitu saja. Kenapa aku harus menangis? Bukankah ini hari bahagia kakakku? Kenapa aku harus merasa sakit? Aku tidak berhak, bahkan walau hanya untuk memendam rasa padanya. Kini dia memilih kakakku.

Duduk bersama di ruang tamu, membuatku memaksakan tersenyum untuk menutupi rasa sakit ini. Ya rabb, kuatkan hati hambamu ini.
"saya beserta istri saya dan aldo kemari memiliki niat baik pak pram. Kami ingin melaksanakan sunnah rasul, menyempurnakan separuh agama aldo. Maka inilah, kami ingin meminang anak pertama bapak, Rasya Sheila Pratama untuk anak kami, aldo pratama" jelas ayah aldo
"alhamdulillah, tapi apa yang bisa saya jawab? Maka saya menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada anak saya rasya, karna dia lah yang akan menjalaninya bukan?" ujar papa
"bagaimana nak rasya?" tanya ayah aldo

Semua menunggu jawaban kak rasya, harap harap cemas.

"saya menerimanya" sambil tertunduk dia menjawab.
"alhamdulillah.." jawab mereka bersamaan.
Maka inilah aku, seseorang yang terjebak cinta tak terbalaskan. Astaghfirulloh, kenapa aku harus merasa seperti ini? Dia akan menjadi kakak iparku. Harusnya aku merasa bahagia. Come on karin!

***

Hari ini terbilang cerah, karna aku hanya ada satu kelas tadi pagi. Maka aku mengajak teman temanku jalan di taman kota, hanya sekedar untuk melepas penat.

"Kemana aja sih elu?" kata izah
"Kita udah nunggu dari tadi tauk!" giliran difa yang menghakimiku.
"kagak dikelas, kagak waktu jalan, elu sama aja, TELAT muluu.. Sebel gua lama lama" kata dewi tak mau kalah.
"maapin yeeeeeee... " kataku tanpa dosa
"entar gua teraktir makan siang dah, ucapan maap" lanjutku tak acuh
"nah gitu baru bener" kini dewi dan yang lain terlihat bersemangat kembali.
Jalan bersama mereka adalah hiburan bagiku, untuk melukapan rasa itu, maka inilah cara terbaik.

Sekarang, disinilah kami. Tempat makan favorit kota kami. Terlihat penuh karna ini jam makan siang kan. Tapi janji adalah janji, mereka ingin teraktirannya berlangsung disini. Maka kami harus mengantri lama. Tak apa, demi makanan yang super lezat, hehehehe.

"duduk situ aja dah, mumpung kosong" tunjuk dewi. "itu nggak kosong ih, ada orangnya. Cowo lagi" kata difa keberatan
"gapapa kali,, kita ber4 dia sendiri, biar terusir, hahaha" kata iza kejam.
Kami duduk di situ, dan aku yang harus bersebelahan dengan laki laki itu, bukan mahram memang, tapi kami tidak benar benar bersebelahan. Ada jarak diantara kami. Dia menoleh padaku, dan Astaghfirulloh, pak alva?
"bapak ngapain disini?" kata itulah yang terolontar. "kenapa? Tempat umum kan" katanya tak acuh.
"aduh, ada pak ganteng" cerocos dewi
"bapak sendirian?" kata iza
"aduh bapak, lagi makan aja keliatan ganteng" lanjut difa
Maka aku NO Comment.

***

"nanti sore ada rapat baju pengantin buat kakak kamu, rin" kata bunda
"iya bun, aku nggak lupa" kataku malas, lantas naik ke kamarku. TIDUR

Aldo dan rombongannya sudah dibawah, maka kulangkahkan kaki menemui mereka. Di dapur bunda nampak sibuk.
"temenin papamu di depan sana" kata bunda. "okay" jawabku.

"nak karin, boleh ibu minta tolong?" kata ibu aldo. "boleh kok bu" jawabku sopan.
"tolong ambilkan dompet ibu di mobil ya nak" titah ibu aldo. "iya bu" jawabku sopan.

Ada dua mobil sama, maka aku memilih yang depan, siapa peduli kan. Sebelum kutarik gagang mobilnya, seseorang meneriaki aku.
"hei, ngapain kamu di mobil saya?"
Aku berbalik dan hey, "pak alva?" dia kaget dan sontak menjatuhkan tas2 berisi sepatu dan gaun pengantin, mengenai kakinya. "aww" keluh dia tak sempat menghindar. "eh,, ngapain bapak disini?" spontan kalimat itulah yang keluar. "kamu ngapain?" bertanya balik, sambil berjongkok memegang kakinya. "saya adiknya kak rasya pak, ini rumah saya" kataku sambil mendekat. "bapak ngapain?" lanjutku. "saya sepupunya aldo" Jawabny singkat.
Astaghfirulloh, bagaimana aku sampai lupa. Aldo punya sepupu yang kuliah di al azhar kairo. Baru pulang beberapa bulan lalu. Dan ternyata dosen baru di kampusku, yang baru beberapa bulan lalu mengajar adalah sepupunya?

Aku bermaksud baik, ingin membantunya berdiri. Tapi "hey, mau ngapain kamu?" katanya ketus. "bantu bapak berdiri lah, apa lagi?" kataku santai. "bukan mahram, jangan pernah berani menyentuh saya" lanjutnya tak kalah ketus.
Astaghfirulloh, kutinggal saja dia. Berbalik menuju mobil kedua, membukanya, lantas mengambil dompet ibu aldo.

***

Dear, Imam Pilihanku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang