WGM-11

2.2K 378 84
                                    

"Cinta itu bisa datang kapan saja, pada siapa saja, dan dimana saja. Bahkan cinta, bisa datang karna kebersamaan."

Yang ada disana menolehkan kepalanya pada appa Park -yang sedari tadi hanya diam- yang kini sedang menatap Jihoon dan Jinyoung dengan senyum hangatnya.

"Memang, menikah dengan cara dijodohkan kadang tidak berhasil dengan baik. Tapi appa dan eomma mu juga menikah karna dijodohkan, Jihoon-ah. Perlahan, kalian bisa mengenal satu sama lain dengan baik. Saling mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai. Istilah nya pacaran setelah menikah? Ah ya kurang lebih begitu." ujar appa Park, yang masih mengulas senyum.

Sejujurnya ini bahkan tidak mudah bagi Jihoon dan Jinyoung. Mereka hanyalah orang asing, yang tidak saling mengenal satu sama lain. Pertemuan pertama mereka pun baru terjadi dihari mereka makan malam keluarga kala itu. Dan kemudian mereka menikah? Rasanya terlalu cepat.

Jinyoung yang sedari tadi diam pun, akhirnya angkat bicara.

"Biarkan waktu yang menjawab. Jika dimasa depan kami berjodoh, takdir tidak akan membawa kami pada yang lain."

*****

Jinyoung hanya diam, begitupun dengan Jihoon. Mereka tidur dengan punggung yang saling berhadapan. Tidak ada kata yang terucap sejak mereka meninggalkan kediaman orangtua Jinyoung. Suasana canggung amat terasa.

"Jinyoung, seberapa penting menjadi penyanyi untukmu?." tanya Jihoon, yang berniat memecah keheningan diantara mereka.

"Impian terbesarku." Jinyoung kemudian membalikan badannya hingga telentang. "Menyanyi adalah hal yang kusukai sejak aku kecil. Menyanyi itu... Seperti aku melepas seluruh perasaan yang terpendam dalam hati. Menjadi seorang penyanyi adalah hal yang kuimpikan sejak dulu."

"Lalu, seperti apa seorang penggemar dimatamu?." tanya Jihoon, yang kini ikut membalikan badannya. Keduanya kini menatap langit-langit kamar mereka.

"Sangat penting. Tanpa penggemar, mungkin aku tidak akan bisa dikenal hingga seperti ini. Aku sangat bersyukur untuk itu." sahut Jinyoung.

"Apa yang kau takutkan dari penggemarmu?." tanya Jihoon, yang kini menatap Jinyoung.

"Penggemar itu seperti pedang; mempunyai sisi tajam dan tumpul. Saat ini mereka menyukaiku, mengeluk-elukan aku. Kemudian, ketika aku melakukan sesuatu yang menurut mereka; tidak pantas atau tidak mereka sukai, mereka akan menyerangku."

Jinyoung membalikan badannya. Satu tangan menyangga kepala, sedang tangan yang lain tersimpan disisi tubuh.

"Apa kau punya cita-cita?." tanya Jinyoung, pada Jihoon yang tubuhnya masih telentang tapi matanya menatap Jinyoung.

"Tidak ada."

"Serius? Tapi kenapa?." tanya Jinyoung, yang kini menampilkan ekpresi heran di wajahnya.

"Tidak apa-apa. Hanya tidak punya saja."

"Lalu? Menjadi pemimpin perusahaan saat ini, bukan cita-cita atau keinginanmu?."

Jihoon menggeleng. "Aku hanya menuruti permintaan appa ku saja. Harusnya Seongwoo hyung yang menggantikan appa, tapi ia tidak mau. Dia punya cita-cita yang belum diselesaikannya."

"Seongwoo hyung? Kau punya kakak? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?."

Jihoon tertawa. "Memang, hyung jarang sekali pulang kerumah. Tapi, kurasa kau cukup sering bertemu dengan hyung ku, kok?."

"Siapa? Apakah dia seorang artis juga?." tanya Jinyoung. Sungguh, dia sangat penasaran dengan sosok kakak Jihoon.

"Park Seongwoo. Ah bukan. Dia tidak menggunakan marga appa untuk namanya. Kalian mengenalnya dengan nama; Ong Seongwoo." jawab Jihoon, yang memperlihatkan sebuah foto dilayar ponselnya.

We Got Married {B. Jinyoung x P. Jihoon}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang