9.

2.5K 115 8
                                    


Aurell berjalan dengan kepala yang menunduk, malu, kesal, sedih jadi satu. Gimana gak malu kalo seluruh badannya kotor dengan telur busuk yang mengeluarkan aroma tidak sedap dan taburan tepung, serasa mau dibikin ayam krispi tau gak.

Apalagi semua mata para siswa-siswi disepanjang lorong yang ia lalui selalu berbisik-bisik dan memandangnya aneh, belum lagi senyum mengejek yang mereka lemparkan, kesel tau gak Aurell, sialan emang tuh pasukan cabe-cabeannya si Azka, minta diulek tau gak, trus kasih terasi sekalian.

Beraninya keroyokan, siapa yang bakal menang coba kalo satu dilawan sebelas orang. Nih ya, ibarat wasit dikeroyok pasukan satu tim sepakbola. Gak fair.

Coba kalo berani satu lawan satu.
Ya meskipun Aurell juga tidak yakin sih bisa menang. Jangankan berantem dan dia jadi salah satu pemerannya, lihat adegan tawuran diTV aja Aurell rasanya udah mau pingsan.

Sedih. Sedih karena saat dia mulai membenci Azka, pria itu malah sok berlagak jadi pahlawan kemalaman. Pakai sok ngelindungi dia dari cabe-cabeannya lagi. Tangan Aurell jadi gatel pengen nampar bolak-balik wajah Azka yang terlampau ganteng.

Aurell kini tengah bersemedi didalam toilet. Nangis. Meratapi nasib. Nasib cecan alias cewek cantik yang dipermainkan hatinya, nasib, nasib.

"Gue benci sama loe Azka, benci banget, gue sumpahin elo dapat karma dan loe bakal dapat yang lebih dari yang gue rasain saat ini"

"Gue janji, janji bakal ngejauhin elo, bakal kubur dalam-dalam rasa cinta gue, meskipun sakit gue bakal ngejauh, sejauh yang gue bisa"

Aurell memutuskan untuk keluar dari tempat persemediannya, Aurell memutuskan untuk pulang. Lagipula, badan udah mirip ayam goreng KFC kayak gitu gak lucu kan nanti kalo diusir pak guru.

Aurell tersentak kaget sesaat setelah membuka pintu toilet, saat suara bass yang ia kenali memasuki indera pendengarannya.

"Udah selesai semedinya"

Ray menegakkan tubuhnya yang semula menyender pada dinding.

"Kak Ray"

"Iyah gadis kecil" Ray menampakkan senyum hangatnya dan tangannya terulur untuk mengusap kepala Aurell.

Aurell langsung memeluk tubuh Ray, air matanya yang tadi sempat berhenti kini meluncur kembali, bahkan kini dada bidang Ray yang menjadi tempat Aurell menelusupkan wajahnya yang telah ia bersihkan itu telah basah karena air mata Aurell.

"Nangis aja terus, dan jangan ngarep kakak nyuruh kamu berhenti nangis, kan kalo kamu nangis terus bisa untung banyak dipeluk gadis kecil kakak ini".
Ucapan Ray dengan kekehan diakhir kalimatnya dan tangan kirinya yang memeluk tubuh Aurell serta tangan kanannya yang mengusap puncak kepala Aurell yang masih menangis didalam pelukannya.

"Kakak ngeselin"
Aurell yang merasa kesal menghadiahi perut Ray dengan cubitan yang cukup keras.

"Aww. Sakit Rell" Ray mengaduh dengan suara yang dibikin sok drama.

"Ahh. Kakak ngeselin. Dasar gak peka, Aurell kan lagi sedih, bukannya dibujukin apa dihibur biar gak sedih. Ini malah rese"

"Yaudah deh udahan nangisnya ntar kalo pacar kakak pada lihat kan gak lucu Rell, bisa jomblo dadakan kakak. Mending kalo mendadak dangdut enak nah ini mendadak jomblo. Ogah"

"Emang kakak punya pacar?" Aurell melepas pelukannya pada Ray dan menegakkan tubuhnya.

"Menurut kamu?"

"Gak percaya, secara kakak kan gamon alias gagal move on dari Aurell"

"Haha pede banget sih" Ray yang gemas mencubit hidung Aurell diseratai kelehan yang lolos dari bibirnya.

"Emang bener Rell kakak gagal move on dari kamu, awalnya kakak kira kakak akan tetap bahagia melihat kamu dekat dengan Azka, karena dia yang kamu sayang. Tapi ngelihat dia nyakitin kamu kayak gini, diantara kamu dan Azka orang yang paling menyesal adalah aku Rell, aku yang ngebiarin Azka punya kesempatan untuk nyakitib kamu".

Ray hanya bisa membatin, dia tahu Aurell akan sangat membencinya jika Ray mengatakan tetap mencintainya, lebih baik begini menjadi kakak bagi Aurell tapi gadis itu tetap menyayanginya. Meski menyayangi dalam arti berbeda dari yang hati kecilnya inginkan. Menyayangi dalam porsi yang lain.

Cinta memang perjuangan, perjuangan untuk melihat orang yang kita sayangi bahagia meskipun dia bahagia karena orang lain.

"Ih kakak lepasin. Sakit tau gak"

"Hehehe iya deh, oh ya jadi lupa.
Nih pake, kamu bau tau gak, udah jelek, bau, jomblo lagi"
Ray melepaskan cubitannya pada hidung Aurell dan menyodorkan sebuah seragam olahraga.

"Nanti kakak pelajaran olahraga pakai apa kalau Aurell pakai ini"

"Aku kan cowok keren, itu mah masalah gampang, udah sana pake" Ray mendorong kecil tubuh Aurell kedalam toilet.

"Jangan bilang kakak mau bolos" tuduh Aurell ketika menyembulkan kembali kepalanya keluar pintu toilet.

"Enggak ih. Sana pakai, dasar bawel" Ray mendorong kepala Aurell yang menyembul agar segera masuk kembali ketoilet.

Alis Ray menukik tajam meski tak setajam silet. Saat melihat sosok Aurell keluar toilet telah mengenakan seragam olahraga sekolhnya. Tapi bukan itu yang membuat Ray heran, tapi kelakuan gadis itu loh.

"Kenapa? Bajunya bau ya?" tanya Ray ketika Aurell telah sampai didepannya. Ia begitu heran, pasalnya dari tadi sejak keluar dari toilet Aurell terus saja mengendus kaos olahraga yang telah dipakainya.

"Enggak sih tapi ada yang-"

"Yang apa?"

"Aneh"

"Aneh gimana, setau kakak seragam olahraga sekolah kita emang kayak gitu kan Rell?"

"Bukan, yang aneh itu baunya, ini tuh bukan bau kakak. Ngaku gak ini punya siapa bukan punya kakak kan?" Tuduh Aurell pada Ray dengan telunjuk yang ia arahkan tepat kedepan hidung Ray.

"Punya kakak kok Rell, beneran deh" Ray berusaha menormalkan nafasnya. "Gila si Aurell bau gue sama Azka aja dia bisa bedain, semoga aja gak ketahuan, bisa ngambek tujuh malam dia sama gue kalo tau itu kaos punya Azka"

"Serius, gak bohong. Awas aja kalo bohong. Aurell sumpahin kakak dicium bencong"

"Aurell tega amat nyumpahin kayak gitu, kakak ngambek nih"
Ray membalikkan badannya, berakting sedang ngambek pada Aurell, padahal itu hanya usahanya untuk mengalihkan perhatian Aurell tentang bau kaos olahraga yang dipakai Aurell itu.

"Biarin Aurell mah cuek"
Aurell membalik badannya juga dan beranjak pergi.

"Aurell, dasar adik durhaka kakaknya gak dapat cium malah ditinggalin, udah ditolongin juga" Ray sedikit berteriak karena posisi Aurell yang sudah lumayan jauh dari posisinya.

Aurell membalikkan badannya masih dengan berjalan mundur dan hanya menjulurkan lidahnya kearah Ray dengan kedua telapak tangan ia letakkan disamping masing-masing telinganya.

"Jangan kira Aurell gak tau Ray. Ini bau badannya Azka bukan Ray tapi Aurell gak mau ngecewain Ray kalo gak mau pakai kaos olahraga ini. Aurell tau pasti Azka yang nyuruh Ray dan Ray gak mungkin nolak karena bagaimanapun Azka adalah sahabat yang udah Ray anggap seperti saudara Ray sendiri". Aurell membatin dalam langkahnya menuju kelas, tangannya menghapus beberapa bulir air mata yang jatuh kembali, tapi dia harus tegar dan gak boleh serapuh itu.

Cukup Tuhan, dirinya dan Ray yang tau begitu rapuh hatinya saat ini. Tidak didepan Azka dan yang lainnya. Tidak lagi.

📖

My Bad Boy CassanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang