Aurell melenguh dengan mata masih terpejam, tangannya meraba sekelilingnya. Kerutan kecil tercetak jelas dikeningnya saat merasakan sesuatu yang berat menindih perutnya, menyebabkan terbatasnya pergerakan Aurell.
Perlahan kedua mata dengan bulu mata lentik itu terbuka, pandangannya mengedar pada sekelilingnya. Aneh. Bukannya tadi ia tidur dimobil Azka. Kenapa sekarang? Ia berada disebuah kamar. Dan yang terpenting ini bukan kamarnya.
Nafas Aurell terhenti untuk beberapa saat ketika melihat kearah bawah, yang terlihat hanya rambut hitam kecokelatan yang menguarkan aroma begitu menenangkan saat memasuki indera penciumannya.
Aurell berusaha menyingkirkan kepala Azka yang kini masih tertidur disampingnya, dengan kepala menyender pada pundak Aurell, satu tangan memeluk possesiv pinggang gadis mungil itu dan salah satu kaki mengunci kaki Aurell, menyebabkan gadis itu sama sekali tidak bisa bergerak.
Aurell masih berusaha namun hasilnya nihil. Azka terlalu berat.
"Ka" Aurell berkata lirih agar tak mengagetkan Azka, satu tangannya kini mengelus rambut dikepala Azka.
"Engggh" hanya lenguhan yang Azka berikan. Pria tampan itu bahkan semakin mengeratkan pelukannya dan kuncian kakinya pada tubuh Aurell.
"Azka bangun, perutku sakit Ka. Mau pulang"
Seketika itu juga Azka membuka matanya dengan lebar, tatapan cemas langsung ia berikan pada gadisnya.
"Ka.."
"Perut kamu masih sakit. Kita kerumah sakit ya" seketika itu pula Azka membuka matanya lebar-lebar.
"Enggak mau, mau pulang aja"
"Nggak ada pulang malam ini. Mama papa kamu lagi keluar kota, dan kamu sakit kayak gini, disini aja sama aku"
"Tapi Aurell pengen pulang"gadis itu masih merengek seperti anak kecil, bahkan kini satu tetes air mata jatuh dari matanya. Mungkin efek sakit diperutnya, hormon yang tidak menentu saat haid yang sedang menyerangnya, juga panas dari tubuhnya.
"Sttt jangan nangis, aku gak akan nyakitin kamu" Azka mengecup singkat bibir Aurell, membuat gadis itu seketika terdiam.
"Sekarang aku siapin makan, kamu harus makan trus minum obat, kamu bobok lagi aja dulu" Azka mengecup singkat kening, kedua mata Aurell dan berakhir pada bibir Aurell kemudian beranjak dari ranjang.
"Ka?"
Azka yang baru berjalan beberapa langkah seketika menghentikan langkahnya. Azka lantas menolehkan kepalanya.
"A.. aku boleh minta tolong nggak?"
Azka hanya menaikkan satu alisnya sebagai isyarat agar Aurell melanjutkan ucapannya.
"Beliin aku.. emm.."
Aurell menggaruk leher belakangnga yang tidak gatal, bingung harus mengatakannya bagaimana pada Azka. Aurell malu."Pembalut"
Aurell sedikit kaget saat Azka menyelak ucapannya, bagaimana mungkin lelaki itu begitu mudah mengucapkan hal yang bahkan begitu sulit untuk Aurell sendiri ucapkan.
"Iya" Aurell hanya menjawab singkat. Masih malu tau gak, meski hanya sebatas pembalut tetap saja itu adalah salah satu pokok bahasan yang tidak seharusnya ia bahas pada seorang lelaki.
"Itu dinakas, udah aku beliin tadi sama rok baru juga, kamu ganti trus duduknya nanti disofa aja dulu"
"Kamu udah beli? Kapan?"
"Tadi pas pulang, tapi sampai depan kamunya udah bobok, pules banget aku nggak tega bangunin"
"Kamu sendiri yang beli?"