6.

2.9K 141 14
                                    

Kadang aku tersenyum, hanya saja mungkin terlalu tipis, setipis kabut dipagi hari yang terajut dengan sejuknya angin pagi sehingga tak terlihat olehmu

Azka membuka pintu kamar gadisnya dengan begitu pelan, mungkin saja gadis itu sedang dandan, kan lumayan bisa Azka kerjain.

Senyum jahil menghiasi bibir manis lelaki itu.

Langkah Azka terhenti saat pandangannya jatuh pada gadis yang tengah meringkuk dengan selimut tebal menutupi tubuhnya dari kaki hingga sebatas dada. Membuatnya terlihat seperti kepompong.

Uh. Lucu sekali gadisnya itu. Meski kadang galak. Tapi Aurell itu emang gak bakat galak, Azka aja enggak takut malah suka pengen ketawa saat lihat Aurell marah, karena kalo marah Aurell itu jatuhnya bukan sangar tapi lucu.

Apalagi kalo lagi ngambek, bibirnya yang suka dimonyong-monyongin suka bikin napsu buat dimakan tau gak, menggoda banget deh pokoknya, untung Azka anak sholeh, gak tau deh kalo ntar sore, Azka suka khilaf sih orangnya.

Kini Azka masih memandang Aurell dengan posisi Aurell yang masih memunggunginya.

Azka berjalan mengitari tempat tidur gadis itu dan mendudukkan bokongnya dipinggir kasur Aurell. Kini ia telah berada didepan wajah cantik yang tengah tertidur dengan pulas itu.

Menundukkan wajahnya agar sejajar dengan wajah Aurell.

Wajahnya begitu damai, tenang dan ah. Sesuatu yang lama tak Azka lihat kini terlihat dengan jelas. Wajah innocent itu. Wajah polos yang pernah membuatnya jatuh cinta. Sekaligus wajah polos yang selalu mengingatkannya pada rasa bersalah dimasa lalunya yang tak akan pernah bisa termaafkan.

"Kamu cantik, cantik banget" Azka berucap dengan sendu, matanya masih fokus menikmati wajah gadisnya. Dengan tangannya yang telah terulur untuk menyingkirkan anak rambut yang sedikit menutupi wajah Aurell.

Pandangan Azka jatuh pada foto dinakas yang ada disebelah tempat tidur Aurell. Disana ada sebuah foto seorang gadis cantik yang tengah tersenyum penuh bahagia, berbeda dengan mata gadis lainnya, kedua mata gadis itu bahkan seakan ikut tersenyum saat bibir manis itu melengkung membentuk bulan sabit.

Wajahnya yang innocent, dengan rambut lurus tergerai tak lupa bando cantik yang selalu menghiasi kepalanya. Serta gelang-gelang lucu yang tak pernah absen gadis itu kenakan setiap harinya.

Azka kembali menatap wajah Aurell yang masih begitu damai dialam mimpinya, seakan tak terganggu sedikitpun dengan keberadaan Azka disamping tempat tidurnya.

"Mata itu, mata yang pernah menangis karena aku, bibir itu, bibir yang pernah menahan isakan kesakitan dari hati karena ulahku"

"Mata ini, bibir ini, hidung ini dan semua yang ada pada dirimu, hanya aku yang akan memilikinya"

"Hanya aku yang pertama dan terakhir"

Azka menjeda ucapannya, untuk menahan isakan agar tak keluar dari bibirnya.

"Tapi hati kamu. Aku memang yang pertama memilikinya tapi apa aku juga yang bakal menjadi pemilik terakhirnya"

"Apa lelaki brengsek seperti aku masih pantas dapetin cinta tulus kamu lagi yang kayak dulu, aku kangen kamu yang dulu, kangennn banget Rell"

"Kangen kamu yang selalu mengusik hari-hariku, kangen kamu yang bawain aku bekal meskipun aku selalu menolaknya, tapi asal kamu tau, aku yang berego tinggi ini, nggak pernah nyia-nyiain hasil kerja keras kamu buat belajar masak sampai jari kamu luka kok Rell"

"Didepan kamu aku memang selalu ngebuang bekal-bekal itu, tapi yang gak kamu tau sayang, aku selalu mengambilnya lagi apa yang sudah aku tolak, memakannya bahkan menghabiskannya tanpa bersisa"

Azka terkekeh pelan saat mengingat hal-hal bodoh yang pernah ia lakukan dahulu.

"Bahkan uang jajan aku aja selalu utuh sayang, karna aku udah terlalu kenyang makan bekal dari kamu"

"Nasi goreng, sandwich selai cokelat, gara-gara bekal kamu juga aku pernah masuk rumah sakit, karna aku maksain buat makan roti selai cokelat dari kamu, padahal aku punya alergi cokelat, tapi terlalu sayang kalo aku buang bekal yang kamu siapin sendiri pakai tangan kamu"

Azka berceloteh sendiri pada Aurell yang masih memejamkan kedua mata indahnya.

Tanpa sepengetahuan Azka, Aurell sebenarnya sudah terbangun dari tidurnya semenjak Azka mengelus kepalanya saat datang tadi, tapi gadis itu memilih tetap memejamkan matanya untuk mengerjai Azka, dikepalanya sudah muncul berbagai bayangan Azka yang mgedumel karena sebal saat merasakan susahnya membangunkan Aurell.

Namun apa yang Aurell dengar. Sebuah fakta yang tak pernah ia ketahui sebelumnya. Sebuah kejujuran dari Azka yang dahulu ia kira selalu menolaknya.

"Seandainya aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk dapat merubah masalalu, mungkin aku akan merubah masalalu itu dan mengisinya hanya penuh dengan kebahagiaan, tanpa ada rasa sakit Rell. Tapi maaf aku gak bisa, aku.. aku gak bisa hilangin rasa sakit yang pernah aku kasih ke kamu"

"Tapi aku janji Rell, mulai hari ini aku akan mengisi hari-harimu dengan senyuman kebahagiaan"

"Kedua mata ini" Azka mengelus kedua mata Aurell bergantian.

"Akan selalu ikut tersenyum saat bibir manis ini" Azka kemudian menyentuh bibir Aurell yang mungkin masih bau iler itu.

"Tersenyum".

"Karena aku gak bisa merubah masalalu, maka izinin aku buat berjanji untuk setidaknya tidak akan melakukan hal bodoh yang bisa merusak indahnya masa depan kita"

Niat Azka yang awalnya akan mengajak Aurell berbelanja boneka kesukaan gadisnya itu. Apalagi hari ini Aurell libur sekolah dan sebelum besok melakukan sesi foto prewedding. Namun Azka mengurungkan niatnya. Ia mengitari tempat tidur Aurell lagi.

Mendudukkan bokongnya dan melepas sepatunya, posisinya kini telah berada dibalik punggung Aurell. Azka merangkak naik dan memeluk Aurell dari belakang. Pelukan yang begitu erat seakan tak mau lagi terpisah dengan gadis yang kini tengah berada didekapannya.

"Azka lepas ih, gue gak bisa nafas"

"Kamu udah bangun sayang" Azka menyaut tapi tak nyambung sama sekali dengan omongan Aurell.

Azka tak melepaskan sedikitpun, Azka malah semakin mengeratkan pelukannya, dengan kepala ia sembunyikan diceruk leher Aurell, menghirup dalam-dalam aroma tubuh gadisnya dan tubuh saling menempel tak memberikan ruang gerak sedikitpun pada Aurell.

Aurell berusaha menggapai kepala Azka untuk menjauhkannya dari lehernya yang membuat Aurell merasa geli namun sia-sia Aurell tetap tidak bisa menggapai kepala Azka karena posisinya yang menyulitkannya.

"Azka aku gak bisa nafas"

"Bohong, kamu bohong, kamu gak bisa nafas karena pelukanku kekencengan apa karena berada sedekat ini sama aku"

Gila si Azka mah suka bener ngomongnya.

"Azka beneran aku susah nafas kalo kamu peluknya kenceng gini"

"Plis. Biarin gini aja dulu Rell, aku kangen kamu, kangen banget"

" perasaan juga ketemu terus Ka, gimana bisa kangen, gue aja bosen lihatnya elo melulu tiap hari"

"Itu mulut lempeng banget kalo ngomong, minta dicipok ampe pingsan kali yak"

"Awas aja kalo berani gue potong aset masa depan loe"

"Aurell, siapa yang ngajarin kamu ngomong kayak gitu, gak boleh ah. Aku gak suka"

"Gak sadar apa. Situ kan kalo ngomong lebih parah"

"Udah sayang, bobok lagi aku pengen bobok nih, ngantuk banget gara-gara nyium bau iler kamu"

"Gue gak ileran Ka"

"Iyain deh biar diem, udah bobok, aku hamilin beneran nanti kalo masih ngomel aja"

My Bad Boy CassanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang