15 ; hangover

334 57 3
                                    

Dulu, Krystal pernah trauma sama yang namanya pacaran. Dia pernah berpikir kalau semua cowok itu sama aja. Kalau bukan gay, ya berengsek. Masa itu, setelah satu sekolahnya tahu bahwa ia baru saja putus, banyak yang mendekatinya. Mulai dari pertanyaan maupun kalimat manis hingga langsung mengajaknya berkencan.

Awalnya Krystal tersentuh membaca dan mendengar rangkaian - rangkaian kata yang sangat manis. Bahkan menurutnya, rangkaian kata tersebut manisnya melebihi gula. Namun setelah ia pikir - pikir lagi, omongan mereka hanyalah bualan. Terbukti ketika Krystal melihat mereka, mereka sedang merangkul kekasihnya.

Krystal kesal bukan main. Mulai saat itu, ia menutup rapat hatinya. Hatinya menjadi beku tak tersentuh.

Hingga suatu saat ia bertemu dengan Kai Alexander seorang mahasiswa Fakultas Farmasi ketika di sebuah cafe. Mulai dari situ tanpa sadar Krystal membuka hatinya sedikit - sedikit.

Kai mengerti dirinya dan dirinya mengerti Kai. Kai selalu ada untuknya kala tengah malam maupun ketika Krystal ketika dalam masa red day nya.

Waktu itu hujan turun dengan derasnya menyebabkan listrik dimatikan. Kebetulan Krystal sedang seorang diri di rumahnya. Dengan kondisi yang kacau karna panik, Kai menghampiri Krystal ke rumahnya. Ia menenangkan Krystal dengan caranya membuat gadis itu nyaman.

Ada juga bukti kesetiaan Kai pada dirinya ketika ia sedang berada di kampusnya. Kala itu ia baru saja menyelesaikan praktikum yang sangat melelahkan membuatnya hampir pingsan. Tiba - tiba temannya memberitahu bahwa jasnya terdapat bercak merah di belakang.

Krystal sangat panik. Ia ingin meminta tolong temannya namun temannya sedang kasmaran. Akhirnya Krystal menelepon Kai untuk membawakan pembalut beserta celana ganti. Malu memang namun ia harus melakukannya. Kemudian dengan terburu - buru, Kai menghampiri Krystal di toilet dan memberikan barang yang Krystal bilang.

Krystal bersyukur mengenal lelaki seperti Kai. Ia merasa ia cocok dengan Kai. Hingga akhirnya Kai menyatakan perasaannya pada Krystal. Krystal senang, sangat senang. Ia menerimanya tanpa berpikir dua kali.

Krystal berterimakasih pada Kai telah mengobati traumanya. Namun, setelah apa yang mereka lalui baru - baru ini, bisakah ia ucapkan terimakasih?

Kai menatap malas lawan bicara di hadapannya. Sudah berjam - jam ia habiskan hanya untuk mendengarkan celotehan gadis di hadapannya.

Yejin Azura namanya. Nama yang cantik namun tidak secantik sifatnya.

"Sudah? Gue mau pulang?" Tanya Kai dengan wajah malasnya. Ia muak.

Yejin menatap Kai nyalang. "Pulang aja kalau lo emang udah lupa sama perjanjiannya."

Kai mengusap wajahnya kasar. Ia benci dengan wanita ular bernama Yejin Azura. Nama saja cantik tapi kelakuan nol besar, desisnya dalam hati.

"Jadi hari ini kita mau kemana, babe?" Tanya Yejin dengan mata genitnya.

Kai menatap Yejin tidak suka. "Cuman Krystal yang boleh panggil gue dengan sebutan itu!"

Yejin tersenyum kemudian jemarinya menyentuh pipi Kai dan membelainya. "Jangan sebut namanya di hadapanku."

"Terserah. Gue mau pulang." Kai beranjak dari kursinya dan melangkah keluar dari kedai kopi meninggalkan Yejin yang tersenyum miring menatapnya.

"Kau akan menyesal, Kai Alexander."

***

Kai meneguk wine untuk gelas yang kesekian. Ia kini berada dalam sebuah kelab malam ditemani dengan sahabatnya, Chanyeol dan Sehun. Jangan tanya dimana Samuel karna lelaki itu pasti tidak ikut. Lebih tepatnya tidak diperbolehkan untuk ikut.

"Berhenti, bodoh! Lo kalau stress jangan seenaknya dong. Kan gue juga yang repot!" Gerutu Sehun dengan kesal melihat sahabatnya yang hampir tidak sadarkan diri.

Sehun yang awalnya ingin memesan segelas wine pun tidak jadi ketika melihat Kai yang seperti ini. Ia tidak ingin mengambil resiko.

Chanyeol juga. Niat awalnya ia datang ke sini sebenarnya untuk minum juga namun niatnya ia urungkan.

"Udah, Kai. Lo udah mabok berat!" Sentak Chanyeol tepat di hadapan Kai.

Kai tertawa. "Kalian pulang aja. Gue bisa pulang sendiri."

Chanyeol berdecak. "Gue teleponin Krystal deh, ya?"

Kai langsung menegakan tubuhnya dan menatap Chanyeol dengan tajam. "Jangan."

"Udah gue telepon belum diangkat juga."

Prak!

Suara ponsel terjatuh terdengar begitu Sehun menyelesaikan ucapannya.

"Gue bilang jangan ya jangan."

Sehun menatap nanar ponselnya yang sudah retak. "Kesayangan gue." Lirihnya.

Chanyeol menghela nafas frustasi. "Kita pulang. Terserah lo mau ikut apa ngga."

Kemudian Chanyeol menarik tangan Sehun dan beranjak meninggalkan Kai.

"Oke gue ikut pulang. Tunggu!"

Kini mereka bertiga tengah berada di perjalanan pulang dalam mobil Chanyeol. Kai menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan memijat dahinya.

"Lo kalau punya masalah bisa cerita ke gue. Jangan mabok - mabokan. Kalau nyai tau, bisa ngamuk dia." Ujar Chanyeol menasihati Kai.

Kai menggeleng dan menatap Chanyeol remeh. "Dia ga peduli sama gue. Ngapain lo bawa - bawa dia."

"Dia peduli."


"Dia ga peduli sama gue."

"Kalau dia ga peduli, ngapain dia selalu nyuruh gue bawain bekal makan buat lo?"

to be continue...

JealousyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang