Separated

6.6K 219 10
                                    

Naruto menatap foto Hinata yang tersimpan dalam galeri ponselnya. Wajah yang sedang terlelap itu terlihat sangat cantik, dengan kulit putih mulus, alis tipis yang melengkung indah serta mata yang dihiasi bulu mata yang panjang dan lentik. Hidungnya mungil dan mancung dan bibir tipis yang berwarna kemerahan yang sedikit terbuka. Hinata benar-benar sangat cantik. Naruto membelai foto itu perlahan.

Naruto masih ingat saat tangannya memeluk tubuh Hinata yang beraroma lavender itu, ingat saat jemarinya menyentuh kulit putih mulus Hinata yang terasa sangat halus itu, juga ingat saat bibirnya mencium bibir lembut kemerahan Hinata yang mungil dan terasa manis itu. Naruto juga ingat rasa puas saat hisapannya meninggalkan tanda kemerahan di kulit putih mulus itu. Atau rasa manis saat lidahnya menjilat, mengulum dan menghisap puting kemerahan Hinata. Atau rasa nikmat yang sangat hebat saat kejantanannya memasuki Hinata dan bergerak dalam himpitan dan pijatan lubang basah dan hangat wanita itu. Dia juga ingat suara desahan, erangan dan jeritan Hinata yang terdengar begitu merdu ditelinganya saat dia bercinta dengannya. Juga ekspresi dan gerakan tubuh Hinata yang erotis saat wanita itu mencapai puncak gairahnya. Naruto ingat semua tentang Hinata. Semua itu terpatri di dalam otaknya dengan berbingkai kalimat cinta.

" Hinata.. " panggilnya lirih.

Naruto lalu teringat kejadian siang tadi saat Hinata dipeluk oleh lelaki tampan berambut merah. Hatinya terasa sangat sakit. Apalagi saat lelaki itu mengatakan Hinata akan menikah dengannya. Hatinya terasa hancur. Naruto memang  pernah merelakan Hinata berpacaran dengan Sasuke. Tapi kali ini wanita yang dicintainya itu akan menikah dan bukan hanya pacaran dengan lelaki berambut merah itu. Bukankah itu artinya dia dan Boruto tidak akan bisa mendekati Hinata lagi?

Bertahun-tahun dia mencari Hinata dan saat berhasil bertemu, wanita yang dicintainya itu akan menjadi milik orang lain. Naruto merasa seluruh harapan dan impiannya untuk hidup bahagia bersama Hinata dan Boruto hancur tidak tersisa. Air mata mengalir dari kedua mata beriris biru lelaki pirang itu.

" Kenapa Tuhan? Kenapa Kau mempertemukan kami hanya untuk memisahkan kami? Kenapa Tuhan? Kenapa? " rintih Naruto pilu.

Sementara itu, di luar pintu kamar Naruto, tanpa disadari oleh lelaki pirang itu, Boruto berdiri bersandar di dinding. Bocah kecil berambut pirang itu ikut menangis mendengar tangis sedih ayahnya.

" Mama.." tangisnya. Lalu bocah kecil itu berlari masuk ke kamarnya. Dia membanting tubuh kecilnya ke ranjang, memeluk bantal kesayangannya lalu menangis sedih memikirkan papa dan mamanya.

Hinata memantapkan hati dan mengumpulkan keberaniannya lalu berjalan menghampiri gerbang besar rumah keluarga Namikaze. Dia segera menekan tombol yang ada di samping pintu gerbang.

" Kediaman Keluarga Namikaze. Silahkan sebutkan identitas dan keperluan Anda." suara terdengar dari interkom yang berada di atas tombol itu.

" Aku Hinata, aku ingin menemui Boruto. " ucap Hinata.

" Eh! Nona Hinata?! Maaf, tolong tunggu sebentar!!" suara dari interkom itu terdengar gugup. Setelah menunggu beberapa menit, tiba-tiba pintu kecil di samping gerbang besar itu terbuka. Seorang lelaki berseragam satpam dengan rambut hitam berantakan yang mencuat ke segala arah yang pernah di lihat Hinata di rumah keluarga Namikaze di Konoha keluar. Kalau tidak salah namanya adalah Hagane. Hagane Kotetsu.

" Maaf Nona Hinata. Tuan Naruto tidak mengijinkan Anda menemui Tuan Muda Boruto." ucap lelaki itu dengan wajah sedih.

" Aku mengerti Tuan Hagane." ucapnya dengan perasaan sedih.

"Oya. Apakah Boruto sudah akan kembali ke Konoha? " tanya Hinata.

" Sebenarnya Tuan Naruto ingin kembali ke Konoha hari ini juga, tapi Nyonya Besar Kushina tidak mengijinkan. Nyonya meminta Tuan Naruto dan Tuan Muda Boruto tetap di sini sampai Tuan Besar Minato sembuh." jelas Kotetsu.

Love ActuallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang