Bonus Chapter. Rewrite Memory

13K 327 45
                                    

Hinata melihat Boruto yang bermain bersama Hiashi, ayahnya di halaman tengah rumah keluarga Hyuga dari beranda rumah. Halaman itu luas karena merupakan arena latihan pribadi ayahnya dan Hanabi dulu. Sedangkan Hinata tidak pernah tertarik untuk ikut latihan bela diri seperti anggota keluarga Hyuga lainnya. Dulu ayahnya selalu memaksanya berlatih saat kecil tapi Hinata jadi sering jatuh sakit karena memang fisiknya tidak terlalu kuat ditambah Hinata juga tidak ada minat sama sekali. Mungkin karena itulah ayahnya tidak terlalu menyukainya sejak dulu. Ayahnya itu bahkan lebih menyayangi Neji, sepupunya yang memang sejak kecil tinggal bersama mereka sejak kedua orang tuanya meninggal. Mungkin karena itu juga ayahnya dengan mudah memutuskan untuk membuangnya dari kelurga Hyuga saat dia ketahuan hamil Boruto dulu. Hinata menjadi agak sedih mengingatnya.

" Jangan mengingat – ingat masa lalu yang membuatmu sedih, Sayang." Tiba-tiba Naruto duduk di sebelah Hinata dan langsung memeluk Hinata.

" Tidak kok." bohong Hinata.

" Lihatlah mereka. Bagaimana ayahmu bisa secepat itu akrab dengan Boruto. Padahal mereka baru bertemu dua kali kan?" kata Naruto heran sambil terus memandang pasangan cucu dan kakek yang sedang pura-pura berlatih beladiri itu.

" Apa kau lupa? Boruto juga langsung akrab saat kami bertemu pertama kali dulu." kata Hinata mengingatkan.

" Benar juga. Boruto saat itu berusia tiga tahun saat pertama kali bertemu denganmu. Waktu itu juga dia langsung akrab dan manja padamu." kata Naruto.

" Kalau saja aku tidak menculikmu waktu itu, mungkin sampai sekarang kau belum bertemu dengan Boruto. Mungkin kau masih bersembunyi entah di mana dan aku sudah gila karena tidak menemukanmu." canda Naruto.

Hinata langsung down mendengar ucapan Naruto. Dia ingat saat dia berkali-kali menolak permintaan Naruto untuk mengunjungi Boruto. Hinata jadi sangat sedih dan menyesal mengingatnya. Mungkin bila dulu dia tidak menolak, mereka sudah hidup bahagia sejak dulu.

" Maafkan aku.." tangis Hinata. Naruto terkejut melihat Hinata yang tiba-tiba menangis.

" Sayang. Kau kenapa menangis? Aku tadi hanya bercanda. Maafkan aku." Naruto langsung memeluk Hinata erat.

" Aku mohon maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. Maaf." Naruto benar-benar panik tiap kali Hinata menangis.

" Lakukan apa saja padaku Hinata, tapi aku mohon jangan menangis. Hatiku terasa sangat sakit tiap melihatmu menangis. Aku mohon." Naruto memohon.

Hinata cepat-cepat menghapus air matanya begitu mendengar permohonan suaminya itu. Perlahan wanita itu melepaskan pelukan Naruto.

" Aku tidak apa-apa. Aku hanya sedikit terbawa emosi." kata Hinata sambil tersenyum.

" Benarkah? Kau sudah baik-baik saja?" Naruto membelai wajah cantik Hinata.

" Kak Hinata itu memang cengeng Kak Naruto, jadi kau tidak usah terlalu mencemaskannya." Sebuah suara ceria terdengar dari belakang Hinata dan Naruto. Mereka berdua menoleh berbarengan dan mendapati Hanabi, sedang berdiri di belakang mereka sambil tertawa usil.

" Sudah berapa lama kau di situ Hanabi?" tanya Hinata kesal.

" Sejak tadi. Aku benar-benar tidak tahan menonton drama kalian yang penuh airmata itu." jawabnya .

Hinata mendelik kesal pada adiknya sementara Naruto hanya tersenyum.

" Jadi kakakmu ini ternyata orang yang cengeng ya? Lalu apa yang bisa membuatnya berhenti menangis?" tanya Naruto.

" Narutoo.." Hinata menatap Naruto dengan perasaan kesal dan malu.

" Kalau aku sudah mengembalikan pacar bonekanya biasanya Kak Hinata langsung berhenti menangis." jawab Hanabi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love ActuallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang