Marathon (part 2)

0 0 0
                                    

Akhirnya bisa up lagi setelah beberapa hari hiatus.
Tulisan gue mungkin berbeda dengan tulisan author lainnya. Tapi percaya deh, ini bener- bener gaya tulisan gue, lebih banyak narasi ketimbang percakapan antar tokoh. Kenapa tiba- tiba gue bilang kaya gini?. Karena banyak like dan banyak yang baca, tapi ngga ada komentar sama sekali. 😢 just one two or three. Please.. i need feedback

Gue mencoba baca beberapa fanfiction disini dan ternyata gue orang pertama yang buat songfic. Jadi mungkin bagi penghuni grup ini, masih terkesan tabu. But it's okay, gue ngga bakalan ngerubah gaya tulisan gue. So silahkan dinikmati.

-----------------------------
" Oh my... Dimi...". Memasang ekspresi terkejut dan senang Areum tersenyum.

                  --------------

Areum mengeluarkan sebuah album bertuliskan "Love Yourself" dan "Tear" dalam tulisan hangul.

Areum menatap Dimi dengan mata kucingnya. Sementara Dimi tersenyum dan merentangkan kedua tangannya meminta pelukan dari  Areum.

"Kemarilah..."

"Terima kasih... "Areum melemparkan dirinya ke pelukan sang sahabat.

"Kau yang terbaik puppy eyes."Dimi tersenyum mendengar kata- kata Areum.

"Aku tahu tukang khayal."

                    ------------
Keduanya tengah duduk di bangku taman sembari bersenandung pelan mengikuti alunan musik dari ponsel Areum.

"Apa yang terjadi?. Kenapa kita malah kesini sih?. Bukannya kau bilang ingin cerita?. Kenapa tidak dirumah saja?."Dimi menggerutu sambil menggigit burger di tangannya dengan ganas.

Yang ditanya tak menjawab, hanya bersenandung lagu lost stars yang di cover Jeon Jungkook, maknae boyband favoritnya. Dia memejamkan mata, hingga tak sadar rambut panjangnya tertiup angin.

"Sungai Han memang tempat terbaik untuk menenangkan pikiran."

"Ya! Tukang khayal! Aku bertanya padamu."Pernyataan Dimi hanya dibalas tatapan sendu dari Kim Areum. Lantas menjawab kalem.

"Too much question, aku jadi bingung mau jawab yang mana dulu."

Dimi memandangnya terpana. Tidak biasanya Areum sekalem ini. Apa benar- benar ada masalah?. Semalam mereka melakukan video call dan suara Areum terdengar sengau. Dia bilang dia ingin bertemu Dimi secepatnya. Dan semalam dia juga tak banyak bicara seperti biasanya.

"Kenapa kita kesini?"

Areum membuka matanya dan menoleh ke arah Dimi.
"Karena ada ibu di rumah."

"Kenapa dengan ibu?."

Dimi dilanda rasa penasaran ketika Areum menunduk tak memberi jawaban.

Semenit kemudian dia bersuara,"aku tidak mau ibu mendengar pembicaraan kita. Semalam kami bertengkar, dia tidak setuju dengan pilihanku keluar dari pekerjaanku saat ini. Tapi aku benar- benar sudah tidak betah di sana. Aku merasa tertekan dan... uhk.."

Areum menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Dia sudah menangis, suaranya menyakitkan. Seolah dia tengah menahan beban  berat di pundaknya.

Areum kehilangan ayahnya saat usia enam belas tahun. Tapi bukan itu point pentingnya,kedua orangtuanya sudah berpisah sejak Areum berusia lima tahun dan hak asuh jatuh ke tangan ibunya.

Jadi Areum sudah terbiasa hidup mandiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan untuk pertama kalinya, Dimi melihat sisi rapuh seorang Areum. Yang seolah- olah sudah tidak mampu lagi menanggung bebannya.

Apa pekerjaannya saat ini benar- benar menghancurkannya?.

Ah!!! Dimi ingat, Setelah di perhatikan, kini Areum jarang memposting sesuatu di SNS nya. Dulu saat sekolah dia anak yang aktif di kelas, tingkat percaya dirinya begitu tinggi. Hanya saja ia tak mengikuti ekstrakulikuler apapun kecuali ekstrakulikuler wajib.

Aku tidak minat apapun.

Begitu katanya.

Seandainya mau dia bisa saja mengikuti semua ekstrakulikuler. Dia bisa mempelajari semua hal dengan cepat.

Dia juga sangat aktif di SNS. Dulu dia tergabung dalam sebuah komunitas kpop. Bertahun- tahun idolanya tak pernah berubah, Lee Minho, calon suami masa depanku.

Begitu katanya.

Aku mengernyit. Setelah lulus dan mulai bekerja dia sedikit berubah. Tak lagi aktif di SNS. Dimi merasa Areum mengalami tekanan mental luar biasa di kantornya.

Tanpa bisa bercerita pada siapapun.

Pertengahan tahun 2016, tiba- tiba dia memposting foto sekelompok anak laki- laki. Siapa itu namanya. Ah! BTS! Behind The Scene?.

"Aku rasa lagunya tidak pas dengan suasananya." Dimi mengganti lagu Go Go dari BTS  ke lagu yang lebih lembut melodinya, The Truth Untold.

Areum mendongak menatap Dimi. Lalu menunduk memandang sungai Han di hadapannya.

"Kau tahu. Aku tidak pernah memiliki mimpi besar. Mimpiku hanya, aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersama seseorang yang kucintai. Menjalani kehidupan layaknya manusia pada umumnya. Aku bahkan tidak pernah bermimpi akan di terima di Universitas terkenal dan dikirim untuk latihan baseball di Jepang. Aku hanya... entahlah, ketika kamu bermimpi maka kamu harus siap dengan rasa sakit yang akan kamu terima jika mimpi itu tidak tercapai. Jadi aku memilih membiarkannya, menjalani saja apa yang ada di depanku dan melakukan yang terbaik."

"Areum-ah, jangan pernah bermimpi menjadi hebat karena orang lain. Kalau kamu seperti itu lalu apa hebatnya mimpimu itu. Menurutku, mimpi itu hal yang akan menghasilkan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri untuk kita. Aku tidak membenarkan atau menyalahkan mu karena kamu keluar dari pekerjaanmu sekarang. Tapi jika itu mimpi kecilmu aku akan mendukungmu, aku bukan Tuhan yang tahu segala hal di balik peristiwa. Aku adalah Dimitri- Jeon, sahabat Kim Areum yang akan terus menyemangatimu. Bahkan ketika dunia berpaling padamu."

Areum menarik bibirnya ketika melihat Dimi mengepalkan tangannya keudara hanya untuk memberinya semangat.

"Dasar norakk." Areum langsung memeluk Dimi karena senangnya. Rasa hangat menjalar ke jantung Areum. Dimi membelai rambut areum.

"Kau sudah melakukan yang terbaik sejauh ini. Sesekali, kau harus memuji dirimu sendiri."

Terima kasih Dimi-ya.  Terima kasih Tuhan karena telah memberinya sahabat yang hangat seperti Dimi.

"Yeah, dunia tak berhak untuk menamparmu.
Apa hukumnya bermimpi?.
Tak ada yang pernah mengatakannya. Karena mimpi itu dibuat- buat.
Tidur sambil bicara penuh dengan airmata.
Bangunlah dari mimpi burukmu.
Jika kamu ingin surga, kamu hanya perlu tersenyum."

Jhope's part, Paradise by Bangtan Sonyeondan.

The end.

ShortFicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang