Meet [10]
March, 31
11.00wib
Di rumah oma ClarinDion baru saja sampai di depan rumah minimalis. Memastikan apakah benar ini rumah Oma sesuia alamat yang di berikan oleh Farah. Ia turun dari motot nya dan melepas helm. Berjalan melewati pagar yang terbuka menuju pintu berwarna coklat itu.
Tangan nya terangakat hendak memencet bel. Namun, pintu sudah tebuka dan menampakkan seorang gadis yang hendak ia temui. Clarin kaget sama hal nya dengan Dion juga. Keadaan hening dan canggung.
"Clar, gue.."
"Ngapain lo kesini? Mau kasih alasan apa lagi?"
Dion merunduk menatap sepatu hitam usang nya. Entah lah, dia hanya mencari kata – kata yang tepat untuk dikatakan pada Clarin saat ini.
"Kenapa diem?" Tanya Clarin ketus.
Sebenar nya, Clarin sudah menahan tawa nya, melihat muka Dion yang seperti anak kecil sehabis di marahi ibu nya. Juga, dia sedang mengontrol jantung nya. Sebelum Dion kesini, Farah mengirimkan rekaman telepon gadis itu dengan Dion. Dan jantung Clarin hendak loncat keluar ketika mendengar suara Dion yang terdengar berkata bahwa mencintai diri nya. Farah juga bercerita tentang kejadian pelukan antara Resti – Dion yang tidak di sengaja itu.
Sedikit menghangat tentu hati nya. Banyak malah. Tapi ya, ia hanya ingin mendengar perkataan itu langsung dari Dion. Tidak salah kan?
"Udah deh gue pulang aja, lo juga bakal gak percaya kan sama omongan gue."
"Eh kok pulang. Gak ada usaha nya banget." Sahut Clarin dengan kesal.
"Yauda, kalo gue bilang insiden semalem cuma ga sengaja karena Resti exited ketemu Kak Gibran lo percaya?"
Clarin malah mengedikkan bahu nya seolah tak peduli. Dan Dion terlihat mengacak rambut nya.
"Tuh kan, udah deh, gue pulang aja." Clarin melotot melihat Dion yang sudah berjalan menuju pagar.
"Kok pulang? Lo gak mau ngomong apa lagi gitu?" pancing Clarin sambil menahan lengan Dion.
"Ngomong apa?" Tanya Dion dingin.
Clarin kesal mendengar ucapan Dion yang terdengar tak peduli.
"Lo tadi pagi bilang cinta sama gue ke Farah. Kenapa lo gak bilang itu sekarang ke gue?" teriak Clarin dengan serak nya.
Dion menaikkan sudut bibir nya. Ia sudah tahu ini bakal kejadia.
"Se-soulmate itu ya lo sama Farah?"
"Hah? Ya iya dong."
"Terus sekarang lo mau nya apa?" Dion sedikit merunduk menjajarkan wajah nya dengan wajah Clarin. Clarin berdiri kaku. Ketika suara rendah Dion begitu terdengar manis.
"Gue cinta sama sahabat gue sendiri. Nama nya Clarin. Orang nya di depan gue sekarang lagi salting. Dan satu yang gue yakin banget, kalo dia juga cinta sama gue." Dion menegakkan tubuh nya memasukkan kedua tanagn ke dalam saku celana jeans nya.
"Gak salah kan omongan gue, sayang."
Sungguh rasa nya Clarin ingin berteriak sekarang. Pipi nya memanas dan juga pasti memerah sekarang. Jantung nya juga gelojotan. Apalagi kupu – kupu yang sedang berterbangan di perut nya.
"Jangan takut kalo lo deg – degan sendirian." Dion menarik tangan Clarin dan meletakkan di dada nya. Agar gadis itu tahu, dion pun sama berdebar nya dengan dia.
"Jantung lo kayak jantung gue detak nya." Ujar nya. Sambil mengangkat kepala menghadap Dion.
Clarin tersenyum. Menubruk Dion dengan satu langkah. Dan memeluk laki – laki itu dengan erat. Yah, ini sudah lebih dari cukup. Ia punya pacar sekaligus sahabat nya disini. Eh bolehkan dia sebut Dion itu pacar sekarang?
Ya ampun gue malu banget ini -Clarin yang lagi salting
Huaaaa..kelar juga -Dion yang lagi hela nafas
A/N
Satu part terakhir bisa di baca besok ya guys.
Untuk menemani malam minggu para jombs. Oops. Ehehe.
Babay
Hope you like it
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Just Friends? |✔️
Short Story"Duh, Clar, lo makan aja masih belepotan gini, gimana lo mau di taksir cowok coba?" -Dion yang lagi ngelap noda ice cream di pipi Clarin "Duh, Dion, lo kok nempelin gue terus sih, gimana lo bisa punya pacar kalau gini?" -Clarin yang lagi ngelepasin...