Chapter 15

3.3K 112 2
                                    


Apa aku masih berharap?

Apa aku masih menginginkannya?

Apa aku masih mencintainya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar secara berulang-ulang di kepalaku layaknya rekaman baru. Setelah selesai makan bersama Carol, aku langsung pulang dan mengurung diri di kamar. Ku eratkan pelukan Paka guling ku. Aku merindukannya, aku merindukan bagaimana sentuhannya yang meskipun tidak seindah sentuhan Harry. Aku merindukan bagaimana rambutnya yang panjang itu terjatuh ke wajahnya yang tampan. Aku merindukan bagaimana tubuhnya yang seksi memelukku. Aku merindukan segalanya darinya. Mungkinkah aku gagal melupakannya?


Dan Harry. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku terhadapnya. Aku tahu aku masih menyayanginya, tidak tahu sebagai apa. Dan sentuhannya membuatku candu tapi aku sadar siapa aku. Dia bilang dia mencintaiku tapi dia bukan milikku.


Lalu sekarang apa yang ku harapkan dari mereka? Menghadiri pesta pertunangan mereka? Oh mirisnya aku.


Atau aku memang harus pergi dari sini, memulai hidup baru di tempat lain?


Ya, mungkin aku akan pergi. Tapi aku harus pergi dengan kelegaan dalam diriku. Aku akan menemui mereka besok, berbicara serius dan memutuskan hubungan ku dengan Cam.


_________________


" Aku akan pergi dari sini. Aku masih mencari kota apa yang akan ku tinggali. Dan aku ingin bertemu denganmu untuk meluruskan urusan kita. Ini berakhir ". Ucapku tanpa basa-basi pada Cam yang sedang menatapku lurus sedari tadi. Tidak ada suara darinya.


" Aku minta maaf membuatmu menunggu selama berbulan-bulan, Leah. Tapi ini demi kebaikan kita ". Setelah cukup lama diam dia akhirnya berbicara yang mana membuatku tergelak. Begitu mudahnya dia berkata.


" Demi kebaikan dirimu sendiri, bukan demi aku. Apa kau berpikir aku merasa baik selama beberapa bulan terakhir ini? Tidak, Cam. Tidak, kau menjadikanku gadis bodoh yang setiap hari memikirkan hubungan ini, mewanti-wanti kau akan datang, demi memberimu jawaban. Tapi nyatanya sekarang aku mendapatimu telah bahagia ". Aku emosional. Segala keluh kesah ku selama ini memang sudah seharusnya ia ketahui.

" Leah berhentilah membuat ini semakin rumit! ". Ia mendesah pasrah. Lagi, untuk kesekian kalinya aku tergelak karenanya.


" Aku hanya ingin kau tahu, Cam. Percayalah aku tidak menginginkanmu, aku hanya ingin kau menyadari betapa sakitnya aku selama ini. Berkelahi dengan diriku sendiri, antara ingin melupakanmu dan menunggumu ". Aku bangkit dari dudukku, hendak meninggalkan cafe yang masih sepi ini. Setelah ini aku akan menemui Harry, entah kenapa aku sedikit berharap akan apa yang mungkin keluar dari mulutnya.

" Aku ingin menciummu ". Cam menahan tanganku. Aku melepaskannya pelan.


" Tidak, tidak boleh. Aku tidak ingin menyakiti Irina "


" Please! ". Mohonnya lalu menciumku begitu saja dan aku diam menerimanya tapi tidak membalas. Setelah itu aku meninggalkannya dalam keadaan mata yang berkaca-kaca.


Berhentilah menjadi pria cengeng, Cam!


___________________


Aku mencari Harry ke rumahnya karena ia tidak membalas pesanku untuk bertemu. Aku tidak menemukan siapapun dirumah ini. Mungkin para asistennya sedang berada di dapur jadi aku langsung mencarinya ke kamarnya.


Detak jantungku menjadi tidak beraturan saat mendengar suara desahan dari arah kamarnya. Merasa penasaran, aku mencoba membuka pintunya yang tidak terkunci. Dan disitulah aku menyesali perbuatanku, aku melihat dua orang yang sedang bercinta dengan intensnya. Ya, dia Harry dan Rose. Dengan segera aku pergi dari sini. Membawa diriku yang begitu bodoh. Untuk apa pula aku melakukan ini. Toh mau aku pergi atau tidak bukan urusan Harry, meskipun tidak ada salahnya untuk berpamitan.


Dan melihat Harry sedang bercinta dengan orang lain membuatku sesak nafas.


Apa aku cemburu?



Ya. Jawabannya adalah iya. Aku tidak bisa terus-terusan menolak kenyataan bahwa aku juga mencintainya. Mungkin orang lain akan berpikir aku harus memilih, tapi yang ku pilih adalah pergi. Untuk apa aku mengharapkan pria yang sudah jelas sudah ada yang punya?


Goodbye, Los Angeles.


__________________


" Hello, Bu. Aku akan terbang ke...upssy....kau tidak boleh tahu, hahah ". Aku menelpon ibuku sambil menarik resleting koperku.


" Kau benar-benar akan pergi? "


" Ya. Aku sudah merencanakan segalanya, Bu. Aku berjanji akan membuatmu bangga. Aku hanya minta agar kau rajin-rajin mengikuti anjuran dokter "


" Itu sudah pasti, sayang. Tapi mengapa kau tidak mau memberitahuku kemana kau akan pergi? "


" Karena aku tidak mau kau menyusul ku, Bu. Aku berjanji akan memberitahu dimana aku setelah aku merasa pasti dengan pekerjaanku "

" Ya, baiklah. Kau tahu aku tidak bisa melarangmu. Jaga dirimu, sayang. Jika kau membutuhkan uang kau bisa menghubungi ku atau ayahmu "

" Tentu, Bu. Baiklah, aku akan berangkat sekarang. Aku mencintaimu "


__________________




Aku mengirimkan pesan pada ibu dan Carol, menyampaikan bahwa aku telah mendarat dengan selamat. Tidak ada satu orang pun yang tahu dimana aku sekarang, mungkin itu tidak akan berlangsung lama jika aku masih mengaktifkan nomor teleponku yang sekarang. Jadi aku akan mengganti nomorku tapi tetap akan mengabari ibuku. Mau bagaimanapun dia akan tahu dimana aku cepat atau lambat tapi aku tidak ingin ia mengatakannya pada siapapun. Entah kenapa aku merasa akan ada yang mencariku.


" Hai! ". Aku menoleh begitu mendengar suara Alissa, temanku semasa kecil. Kami bertemu sejak masih di sekolah dasar. Waktu itu kami masih bersekolah di Florida, tempat asalku dan dia adalah temanku yang paling dekat. Alissa lalu harus pergi dengan keluarganya ke Inggris karena pekerjaan ayahnya. Sejak itu kami masih sering berhubungan melalui Twitter.


" Gosh! Aku merindukanmu. Lihat! Kau nyaris tak ku kenali ". Aku memeluknya. Alissa terkikik geli di pelukan santai kami ini. Dia memang nampak sangat berbeda meskipun aku cukup sering melihat foto-fotonya di Twitter.



" Well...maaf membuatmu menunggu lama, aku harus mampir ke minimarket tadi ". Aku menyadari ada aksen british yang kental dalam caranya berbicara. Dia sangat berubah.


" Ah...bukan apa-apa. Lagipula kau yang membantuku ". Ya, Alissa banyak membantuku. Orangtuanya memiliki banyak rumah disini yang siap dijual. Ada yang minimalis dan mewah, tentunya aku mengambil yang minimalis, lagipula aku hanya tinggal sendiri dan aku menyewanya.


" Kita bicara di dalam, ayo! "


_________________

Alissa sudah pulang dan aku pun segera merapikan barang-barang ku yang masih tersimpan di dalam tas juga koperku. Aku meniatkan diriku untuk mencari pekerjaan besok. Aku akan mencarinya sendiri, jika nanti aku terdesak barulah aku akan minta tolong pada Alissa. Tidak mungkin aku akan merepotkannya terus.


Setelah semua barang-barang ku sudah tersusun di tempatnya, aku pun membersihkan diri lalu beristirahat.



Memandangi langit-langit kamar membuat pikiranku melayang pada keadaan dua orang pria menjengkelkan itu. Baru sehari tidak melihat wajah mereka lagi aku sudah merana seperti ini. Tapi rasanya aku begitu bodoh masih memikirkan mereka, mereka yang membuatku seperti ini. Seharusnya aku membenci mereka bukan merindukan mereka.




Memejamkan mataku, aku memilih untuk lenyap ke alam tidurku. Berharap agar aku cepat terlelap dan hilang ingatan untuk sementara.

















Don't forget to vomments

Choose [Harry Styles X Cameron Dallas]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang