Leah's POV
Pintu rumahku terbuka lebar saat aku baru saja memijakkan kaki di anak tangga pertama.
Ah, pintu...kau tahu saja kalau tuan rumahmu yang cantik ini datang, aku jadi malu
Oh, shut up, Leah. Hentikan imajinasi tololmu ini!
Bola mataku secara otomatis berputar mendapati kedua sisi dari dalam diriku bertabrakan. Lagipula aku sudah kelewat sinting, ini semua karena tugas dari Mr. Charlie yang mampu membuatmu menancapkan kepalamu ke dinding. Well... lupakan saja itu terdengar sangat berlebihan.
Dan biar ku beritahu kalau pintu rumah ini terbuka bukan karena adanya kekuatan magis tapi karena ibuku yang memang membukanya. Lain kali, jangan mempercayai tentang suara batinku yang gila.
Aku memperhatikan ibuku yang sudah berpakaian rapi dengan tas selempang yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi, namun wajahnya yang pucat itu mengharuskan ku untuk melarangnya pergi.
" Bu, kau terlihat pucat. Lebih baik kau izin saja untuk istirahat hari ini ". Ibuku memang mengidap penyakit jantung. Ia kerap kali kelelahan dan tak jarang jatuh sakit. Jika bukan karena aku, demi memenuhi kebutuhan kuliahku, pasti ibuku bisa istirahat di rumah. Lagipula, hasil dari penjualan rumah kami yang dulu lebih dari cukup untuk membiayai hidup makan kami sehari-hari dan tentu tidak akan cukup untuk biaya kuliah.
" Tidak apa-apa. Kau tahu sendiri, aku baru bekerja selama beberapa minggu, tidak mungkin aku meminta absen sekarang ". Katanya lemah dan terbatuk-batuk. Aku menahannya. Aku bisa menggantikannya, lagipula ibu bekerja sebagai asisten rumah tangga, aku dapat melakukan itu. Soal tugasku itu dapat ku atur.
" Tidak, Bu. Biar aku saja yang menggantikanmu lagipula aku hanya memiliki 3 jam pelajaran hari ini dan telah usai, jadi aku akan pergi, beri aku alamatnya "
____________________
Berdiri di kedua kakiku, aku mengumpulkan keberanian. Aku sadar bahwa aku bukanlah gadis yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tapi bukan berarti aku pemalu. Hanya saja aku harus melakukan ini, demi mengurangi gerak-gerik konyolku yang rajin sekali muncul dalam keadaan canggung. Otakku berputar mengingat pesan ibu agar aku berhati-hati dalam berbicara dengan kedua anak majikan ibu yang diceritakan salah satunya sering membawa perempuan yang berbeda tiap harinya. Sedangkan yang satu lagi lebih mirip dengan preman.
Tangan kananku terangkat hendak menekan tombol bel pintu rumah yang lebih layak disebut istana ini. Aku memang sudah memberitahu petugas keamanan di gerbang tadi tapi dia tidak mau mengantarkanku. Oh ayolah itu bahkan bukan tugasnya.
Setelah banyak membuang waktu, aku pun menekan bel rumahnya. Tak lama pintu terbuka bersamaan dengan keluarnya seorang pria bertato dengan rambut ikalnya yang cukup panjang, dibelakangnya ada seorang gadis yang berpenampilan seperti, oh astaga dia pasti anak pejabat.
Dan pria ini, pasti si preman itu. Uh, maksudku yang berpenampilan mirip preman, itu kedengarannya lebih baik.
Pria ini lalu menaikkan sebelah alisnya, menunjukkan bahwa ia bertanya siapa aku.
" Oh maaf, sir. Tapi aku adalah anak dari Sarah, dia sedang sakit jadi aku menggantikannya bekerja hari ini ". Kataku tentunya sesopan mungkin. Ia menatapku dengan datar tapi bola matanya itu naik turun memandangi penampilanku. Umm... aku tahu pakaianku lebih mirip seperti hendak merampok rumahnya, maksudku jeans robek-robek dan Hoodie?
" Masuklah, temui adikku, dia ada dikamar lantai dua paling ujung sebelah kanan, kau bisa menanyakan hal yang perlu kau ketahui ". Ia memberi anggukan setelah mengakhiri ucapannya. Tangannya pun meraih tangan gadis di belakangnya. Oh dia pasti gadisnya. Begitu sejajar denganku, gadis itu memandangku dengan tatapan meremehkan. Sialan, dia belum tahu rasanya tonjokan ku, dia pikir aku takut padanya? Cuih...
Mengabaikan gadis menyebalkan itu, aku pun segera mencari kamar yang dimaksud pria tadi. Setelah yakin ini adalah kamarnya aku pun mengetuk pintunya.
Ugh...dia sangat berisik dengan musik yang berdentum cukup kencang ini. Lalu suaranya menyambar untuk menjawab ketukan pintuku. Uh, apa ia menyuruhku masuk? Suaranya tidak begitu jelas tapi aku yakin ia menyuruhku untuk masuk. Akhirnya aku membukanya dan...
" Oh, i'm sorry ". Dengan gelagapan tak jelas aku langsung menutup pintunya. Brengsek, aku melihatnya telanjang dan ia langsung menutupi kemaluannya dengan handuk.
My virgin eyes
Well...tidak juga sih, aku sudah pernah melihatnya secara tidak sengaja di ponselku saat mengunjungi website download lagu.
Bodoh, aku harus bereaksi seperti apa?
Dan, bahaya menjemputku sekarang. Pria tadi membuka pintunya dan berdiri di hadapanku sekarang. Tapi yang membuatku merasa aneh adalah ia terlihat biasa saja dengan cengirannya lebar di wajahnya, sangat berbeda dengan kakaknya tadi.
" Aku belum memesan jalang hari ini ". Sontak saja, kalimatnya itu mampu membuat bola mataku hampir terlepas dari tempatnya. Aku lalu menunduk dan mencoba menenangkan diri.
" Maaf, Sir. Tapi aku kemari untuk menggantikan pekerjaan ibuku- Sarah. Dia sedang sakit so...yeah. Actually, aku ingin menanyakan hal yang mungkin dapat membantuku bekerja dengan baik... maksudku ibuku bilang aku harus membersihkan kamar-- "
Mungkin karena ucapanku yang terlalu cepat tanpa rem, dan terlalu panjang, ia mendesis menyuruhku untuk diam.
" Ya. Ibumu biasanya membersihkan kamarku terlebih dulu, kau bisa melakukannya sekarang ". Katanya, aku mengangguk dan masuk ke kamarnya. Setelah beberapa langkah menjauhi pintu, aku pun teringat akan alat-alat yang harus ku pakai. Ketika membalikkan badanku, pintu telah tertutup oleh pria tadi dengan dirinya yang bersandar di daun pintu.
" Aku harus mengambil alatnya ". Kataku dengan suara yang ku perlebar karena musik nya sangat berisik. Ia bergeming ditempat, lalu berjalan dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya. Mematikan musiknya yang berasal dari speaker kecil, ia pun mendekatiku.
" Mengapa harus terburu-buru, kita bisa bersenang-senang sebentar, kan? "
" Ah....maksud...mu? ". Tanyaku bingung. Pria ini memamerkan seringaian yang cukup mengerikan dan terkesan cabul.
" Aku tidak tahu kalau ternyata anak Sarah sepanas dirimu ". Ia meraih daguku, dan mencengkeram rahangku kuat.
" Brengsek, lepaskan aku, bodoh! ". Geramku kesulitan berbicara. Si sinting ini mendekatkan wajahnya, ku rasakan ia yang menggigit rambutku dan membawanya ke belakang bahuku. Leherku pun terekspos dengan jelas di depan wajahnya.
" Oh, kau sangat kasar, berbeda dengan ibumu yang lemah lembut ". Katanya, mungkin karena tanganku yang memberinya pukul bertubi-tubi. Keparat, dimana kekuatan superhero yang ku miliki? Kenapa pukulan ku seperti tak mempan untuknya?
" Jangan bilang siapapun, jika kau menyebarkannya, aku akan memecat ibumu, dan ku jamin kau akan di keluarkan dari universitasmu ". Katanya lagi, mengancamku, berarti dia sudah cukup akrab dengan ibuku, oleh sebab itu ia mengetahui tentang hidupku.Pria ini lalu menggigit leherku. Ku rasakan perih di kulitku, oh astaga jangan-jangan ia mau mengubahku menjadi vampir! Tidak, bodoh! Disaat-saat seperti ini bisa-bisanya aku berimajinasi. Baiklah, aku tahu kalau dia sedang membuat kissmark di leherku. Terbukti ia juga menciumi leherku membuatku melenguh kegelian.
" Enough! Aku tidak mau melanjutkannya. Ini bukan waktu yang pas, tapi asal kau tahu aku akan meminta pertanggungjawaban darimu karena sudah membuatku turn on, sekarang lanjutkan pekerjaanmu ". Ucapnya dengan nada menyuruh di akhir kalimat. Aku yang sudah dongkol tak mau menimbulkan suara sedikitpun. Kalau bukan karena ancamannya yang sialan, aku sudah mematahkan lehernya. Well...kalau aku mampu.
Moga suka guys, dan Jan lupa buat vote atau komentar nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose [Harry Styles X Cameron Dallas]
Romansa18+ Haruskah aku memilih? antara mereka yang salah satunya Brengsek dan tanpa malu melecehkan ku, sedangkan yang satu lagi penuh dengan misteri tapi tidak kalah akan kebrengsekannya.