little light and the rain

217 32 12
                                    

sorry for typo(s)

hope you enjoyed the story .

.
.
.
.
.
.
.

Jimin duduk termenung menyaksikan tetesan air yang tumpah ruah dari angkasa yang sedari tadi nampak begitu kelabu,angin bertiup dengan sedikit kuat , Beberapa ranting bergoyang seiring datangnya debit air yang semakin besar saja di luar sana .

Taehyung belum di rumah ,waktu  masih menunjukkan  pukul dua siang dan artinya saat ini belum saatnya Taehyung kembali.

Setetes air bening ,serupa dengan yang berada di luar jendela sana , namun yang sayu ini bukanlah dari angkasa,tetapi dari sepasang pelupuk mata indah milik seorang Kim Jimin.

Jimin kalut dan juga takut , Jimin iri dan juga benci , penyebab utama dari segala kesakitan psikis yang Jimin hadapi adalah , belum datangnya seorang bayi di dalam perut Jimin , Jimin takut jika segala pemikiran terburuk miliknya benar-benar terjadi padanya, pada kehidupannya ,lalu pada pernikahannya dengan sang suami .

sejak dua jam yang lalu , bahkan sebelum suara petir bergemuruh di atas sana , hati Jimin justru telah di terpa badai terlebih dahulu .

pria mungil itu menunduk dalam ,terisak kuat menumpahkan segala sesak yang menderanya tanpa celah sedikitpun.

hingga tanpa Jimin sadari , sesosok pria memandanginya sejak tadi .
.
.
.
.
.

Jihan duduk dengan gelisah di dalam kursi penumpang yang saat ini ia tempati , meremat jemari kiri Jungkook yang sejak tadi menggenggam tangannya dengan erat .

Jihan tiba-tiba saja merasa begitu gelisah , bahkan sempat menangis hanya untuk meminta pergi ke rumah kakak kembarnya , Jihan merasa begitu emosional saat tiba tiba bayangan Jimin terkelibat dalam kepalanya.

Jihan sedari tadi hanya bungkam dengan debaran jantung yang seakan menggedor tulang rusuk miliknya , Jihan yakin jika kakak nya tersebut tidaklah baik baik saja saat ini .

.
.
. Jihan berlari kecil saat mobil yang ia dan Jungkook tumpangi telah berhenti , bahkan ia seakan lupa jika di dalam perutnya ada Jeon kecil yang harus ia jaga serta derai hujan yang senantiasa mengguyur seluruh tubuhnya .

Tanpa berpikir panjang , Jihan membuka pintu rumah milik kembarannya tersebut dengan kunci cadangan yang ia miliki di genggamannya ,melangkah dengan cepat , di ikuti Jungkook yang berlari kecil di belakang pria mungil tersebut.

Jihan hampir saja limbung jika Jungkook tak menahan tubuh kekasihnya tersebut , di depan sana , sesosok Kim Jimin yang duduk di depan  jendela kaca yang menampilkan derasnya derai hujan , menunduk seraya meremat dadanya dengan kuat , serta suara isak tangis yang terdengar begitu memilukan seakan akan memenuhi indra milik Jihan .

Jihan melangkah dengan pelan , ikut terisak menyaksikan saudara nya yang terlihat begitu terpuruk , terakhir kali ia melihat Jimin dalam kondisi yang serupa adalah saat kedua orang tua mereka di temukan dalam kondisi tak bernyawa.

"J-Jiminie hyung"

suaranya bergetar , sekuat tenaga menyembunyikan tangis yang entah bagaimana tak dapat ia hentikan .

Jimin menoleh , terkejut saat maniknya menangkap sosok yang menjadi objek keiriannya pada dunia , sosok yang membuatnya menuding oada tuhan bahwa ia tidaklah adil .

Namun Jimin tak dapat membenci sang adik , jangankan untuk benci , marahpun rasanya akan sangat sulit untuknya .

"Jihanie"

Jihan berjalan cepat , mendekat pada sang kakak dan memeluknya dengan erat , membawa tangis mereka menjadi satu , menyaru dalam satu ikatan darah yang mengikat mereka seberapa jauhpun mereka di pisahkan , dan menyisakan Jungkook yang berdiri terpaku menatap dua pria rapuh yang terlihat berusaha menguatkan satu sama lain .

golden hour Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang