Rintik pertama

284 36 4
                                    

sorry typo(s)

hope enjoyed the story :)

.
.
.
.

Pagi-pagi sekali , Seokjin telah bersiap menuju rumah sakit tempat sang adik di rawat .

Bahkan sejak subuh tadi , Seokjin tak henti hentinya merengek pada sang suami untuk segera pergi.

Namun Namjoon tak mau ambil resiko, jika membiarkan Seokjinnya pergi terlalu pagi maka akan berpengaruh buruk pada kondisi fisik serta kandungan sang istri , karena cuaca di luar sana sangatlah dingin hingga untuk bernafas pun terasa sangatlah menyakitkan .

Jadi di sinilah mereka sekarang ,duduk bersampingan di dalam mobil dengan si pemuda manis yang mengerucutkan bibirnya yang justru terlihat begitu menggemaskan di mata Namjoon .

"Jinseok , sudah ya marahnya "

Seokjin hanya menatap Namjoon sekilas lalu membuang pandangannya ke arah jendela yang menampilkan jalanan Seoul yang lumayan senggang di pagi hari.

"menang siapa yang marah ? , aku biasa saja "

Namjoon terkekeh saat mendengarkan penuturan sang istri yang terdengar begitu menggelikan baginya , bagaimana bisa Seokjin berkata demikian di saat raut wajah pemuda tersebut seratus persen terlihat menahan kesal yang teramat sangat.

"yakin tidak marah?"

Seokjin medengus lalu melipat kedua tangannya di depan dada dengan gerakan yang begitu lucu.

"aku yakin aku tidak marah ,tapi aku yakin bahwa aku sangat kesal saat ini"

Tangan Namjoon beralih mengusap rambut sang istri dengan pelan , berusaha menyalurkan kehangatan untuk Seokjin .

"memang kesal dan marah apa beda nya ? , kau kan sama-sama mendiami ku hmm?"

Seokjin lagi-lagi mendengus pelan ,lalu kini matanya beralih memandang sang suami dengan tatapan super malas.

"jika aku kesal maka aku akan mendiami mu ,namun jika aku marah , maka tidak ada jatah bermain di ranjang untuk mu, kau paham tuan?"

Namjoon terperangah , matanya membulat sempurna dengan mulut yang sedikit terbuka , apa apaan itu tadi? , Namjoon benar-benar terkejut akan perkataan sang istri.

"hei , kenapa jadi seperti itu sayang~ , tidak ! jangan marah pada ku kalau begitu"

lagi lagi Seokjin mendengus saat mendengar perkataan Namjoon yang terkesan begitu khawatir di telinga nya .

" kau tau tuan Namjoon , jika pun aku tak marah , kau tetap tak akan mendapat jatah ranjang mu sampai usia kandungan ku tiga bulan"

Namjoon menggeleng gusar , lalu tangannya beralih menangkup jari jemari seokjin dengan erat.

"Tidak- tidak , walaupun aku tak dapat jatah ranjang yang sesungguhnya, tapi aku masih bisa dapat jatah yang lain ,pokoknya jangan marah pada ku Jinseok , ku mohon jangan ya!"

Seokjin tak dapat lagi menahan tawa yang sedari tadi ia pendam saat melihat wajah memelas sang suami , seakan akan dunianya akan hancur hanya karena permainan ranjang ,dasar lelaki tua mesum.

"Jinseok kenapa kau tertawa! ,memang apanya yang lucu?!"

" Ahahah kau yang lucu , sungguh wajah mu benar benar seperti itik yang akan di tinggal induknya Namjoon ahahahha"

"Jinseok kau!"

Namjoon dengan segera meraih Seokjin ke dalam pelukannya ,sesekali menggelitiki sang istri yang bersusah payah untuk keluar dari dalam dekapan eratnya .

golden hour Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang