Begitu Sulitkah?

16.4K 832 9
                                    

Hinata tersenyum dari kejauhan sambil melihat punggung seorang pria yang sedang menerima telpon. Entah sudah berapa lama ia menatap punggung lebar pria itu. Hanya dengan melihat punggung pria itu, ia bisa merah merona seperti ini.

Ia tak tahu apa yang terjadi padanya. Ia rasa sudah menjadi gila karena cintanya pada pria itu.

"Hinata!!!" Teriak Ino sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Hinata.

Sekejap Hinata terperanjat kaget dan langsung mengalihkan pandangannya ke Ino yang duduk disampingnya.

"Ada apa Ino-chan... Kau membuatku kaget sekali." Kata Hinata sambil memegang dadanya.

"Sudah puas melihatnya?" Tanya Ino sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya.

Hinata terdiam sejenak, lalu menunduk malu. "Sejelas itukah?"

Ino memutar bola matanya. "Astaga... Kau masih bertanya seperti itu? Tentu saja terpampang jelas. Kau menatapnya seperti mangsa."

"Benarkah?" Tanya Hinata dengan suara rendah.

Ino mengelus pundak Hinata. "Hinata-chan... Punggung itu tak akan berbalik untukmu. Tak ada harapan untuk bersamanya dan tidak akan pernah. Kau tidak capek begini terus? Lihatlah apa yang kau lakukan untuknya. Kau tidak menjadi dirimu sendiri. Kau masih mau bertahan?"

Hinata terdiam sejenak, lalu menatap Ino sambil memegang tangannya. "Aku tidak apa-apa. Aku masih bahagia dengan keadaanku sekarang."

Ino mendengus kesal. "Bahagia dari mananya? Haduuuh... Aku tidak tahu bagaimana jalan pikiranmu Hinata-chan. Baiklah, apapun yang kau lakukan selagi kau mau dan bisa, aku akan mendukungmu."

Hinata tersenyum. "Terima kasih banyak Ino-chan."

Ino membalas senyum Hinata sambil mengangguk, lalu kembali fokus pada komputer yang berada di depannya.

Sebelum mengikuti Ino yang fokus pada komputernya, Hinata kembali menatap punggung pria itu yang berjalan menjauhinya sambil tersenyum miris.

Ia teringat apa yang dibilang sahabatnya itu. Benarkah tidak bisa? Sekali saja berbalik untukku? Tanya Hinata dalam hati.

***

"Naruto! Darimana saja kau?" Tanya Sasuke sambil merapikan berkas yang akan ia bawa untuk bertemu klien.

Naruto tersenyum. "Hehehe... maaf Sasuke. Aku terlalu asyik menelpon sakura sampai lupa waktu."

"Kau selalu saja begitu. Dasar!"

Naruto berdecak lidah. "Kau harus merasakan jatuh cinta, baru kau akan paham. Mau kukenalkan ke seseorang?"

"Hei! Kenapa kau membahas hal itu?"

"Aku heran saja melihatmu. Kau tidak pernah terlihat tertarik dengan seorang cewek. Aku takut rumor gay akan muncul." 

"Kau jangan sembarangan bicara."

"Aku serius. Semenjak kita SMA, kau memang tidak pernah terlihat tertarik dengan seorang cewek atau berkencan."

Sasuke menghela napas. Ia sudah lelah meladeni sahabatnya itu. Tidak ada gunanya meladeni sahabatnya  itu, hanya buang-buang waktu. Ia kembali fokus pada tumpukan berkas yang ada di meja kerjanya.

Merasa dikacangi, Naruto duduk menghadap Sasuke dengan badan yang dicondongkan ke arah Sasuke.
"Kau sadar tidak, Ino semakin cantik. Kau pasti tahu Ino, kan? Wanita cantik berambut panjang itu. "

Sasuke masih terdiam dan mengabaikan Naruto.

"Oh! Aku ingat! Saat aku sedang bertelponan, aku tidak sengaja melihat Ino sedang berbicara dengan Hinata. Hinata menunduk lesu. Sepertinya dia sakit."

Sasuke menggerakkan bola matanya ke arah Naruto.

Naruto menatap heran ke arah Sasuke. "Kenapa? Oh! Jangan-jangan kau tidak tahu siapa Hinata? Hah... Dia memang tidak populer di kantor, tapi dia orang yang sangat baik."

Sasuke masih terdiam dengan mata yang masih menatap Naruto.

Naruto semakin heran. "Kau ini kenapa? Kau masih belum ingat Hinata? Payah! Padahal saat SMA kita pernah sekelas sama Hinata."

"Keluar." Kata Sasuke tiba-tiba.

"Ke-" Naruto menghentikan perkataannya saat tatapan Sasuke semakin tajam menatapnya.

"Dasar manusia es! Badanku sampai keringat dingin hanya dengan tatapannya." Umpat Naruto sambil menutup pintu ruang kerja sahabatnya itu yang juga atasannya. 

Setelah Naruto menutup ruang kerjanya, Sasuke menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya pada kursi kerja. Hinata. Nama itu selalu saja mengaduk-aduk moodnya. Ia seharusnya tidak merasakan hal ini lagi karena ia tahu siapa yang dilihat Hinata. Ia sangat tahu. Lagipula, masa bodoh dengan cinta ataupun sejenisnya. Ia muak.

L.O.V.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang