Part 4

750 100 2
                                    

Irene

"Bu, Irene pengen sekolah di Pelita Bangsa."kataku dan membuat ibuku kaget.

"Kamu yakin, Rene? Ini kan asrama. Bukan sekolah biasa."

"Irene dulu baru ngeliat rancangannya, baru liat prototypenya tapi Irene rasanya pengen banget sekolah disini. Sekolah ini seolah magnet yang narik Irene, bu. Apalagi ibu arsitek yang ngerancang sekolah ini. Aku ngerasa terikat aja sama bangunan disini. Irene pengen cari pengalaman baru juga, bu."jelasku.

"Bener itu alasan kamu? Bukan karena hal lain?"tanya ibu seolah nggak percaya dengan jawabanku.

Aku pun mengangguk meyakinkan ibu. Ibu memang orang yang udah mengandungku selama sembilan bulan dan menjadi orang yang sangat dekat denganku. Sehingga rasanya aku nggak bisa berbohong atau menyembunyikan apapun dari ibu. Meskipun aku mencoba menjelaskan alasanku itu, aku yakin ibu tau kalau sebenarnya aku berbohong dan ibu tau apa alasanku kenapa aku ingin sekolah di boarding school yang jauh dari rumah dan keluargaku.

Aku Irene Puri Atmaja, anak pertama dari tiga bersaudara. Aku memiliki dua adik laki-laki. Menjadi anak tertua dan satu-satunya anak perempuan dikeluarga Atmaja menjadi tekanan tersendiri bagiku. Aku harus menjadi panutan bagi kedua adikku. Selain itu, aku harus selalu terlihat sempurna dimata semua orang karena ada nama dan darah keluarga Atmaja pada diriku.

Siapa yang tidak mengenal keluarga Atmaja? Keluarga politik yang hampir seluruh anggota keluarganya memiliki jabatan penting di negara ini. Begitupula ayahku, yang seorang politikus, menempati kedudukan tinggi di salah satu partai bergengsi dan tentunya memiliki posisi penting di kursi pemerintahan. Sedangkan ibuku, ibuku bukan orang politik, ibuku seorang arsitek ternama sekaligus merupakan ibu rumah tangga yang selalu setia mendampingi ayahku.

Sejak kecil, aku selalu dibawa oleh ayahku berkeliling Indonesia dengan seluruh kegiatan politiknya disana. Jadi aku cukup familiar dengan hal-hal berbau politik. Tujuannya sudah jelas bukan, bahwa ayahku ingin aku meneruskan jejaknya dan berkarir di dunia politik. Bukan hanya ayahku, tapi juga kakekku. Sekali lagi, karena ada darah Atmaja dalam darahku.

Aku sama sekali nggak benci berpolitik. Aku yang udah belajar politik dari kecil selalu memegang jabatan tinggi dimanapun aku berada. Seperti saat SMP kemarin, aku yang memegang jabatan ketua OSIS bahkan saat aku kelas 7 aku udah jadi kandidat untuk ketua OSIS dan bersaing dengan kakak kelasku. Hanya aja, aku ngerasa bahwa passion­­-ku, bukan hanya disitu.

Aku memilih melanjutkan sekolah di Boarding School karena aku jenuh. Jenuh dengan rutinitas yang sama dan berada dilingkungan yang sama. Aku ingin mengenal dunia lain selain dunia yang ayahku dan keluargaku ciptakan. Aku ingin mencari jati diriku dan menemukan apa yang sebenarnya aku inginkan. Aku ingin menciptakan duniaku sendiri dengan melakukan semua yang ku inginkan dan semua yang ku suka.

Aku nggak berani bilang alasan sebenernya sama ibu ataupun ayah karena aku takut mereka kecewa, terutama ayah. Ayah yang begitu mencintai politik hingga lupa dan tak mementingkan apa yang putrinya inginkan.

Ayah tentu awalnya nggak terima dengan keputusanku. Ayah menolaknya mentah-mentah. Karena dengan begitu aku akan jauh dari ayah dan menghilang sejenak dari dunia yang ayah ciptakan untukku. Hingga akhirnya ibu bersikeras membujuk ayah dan akhirnya ayah luluh.

"Semuanya udah disiapin, Rene?"tanya ibu yang tiba-tiba masuk ke kamarku ketika aku sedang merapihkan barang-barangku.

"Udah, bu."balasku.

"Ibu sama ayah nggak bisa anter, soalnya ibu harus nemenin ayah ke Medan. Nggak apa-apa kan?"

High School ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang