"Jangan lupa satu hal dalam menjalani percintaan, sakit hati"
Gua seperti mimpi. Nggak pernah gua bayangin hal ini bakalan terjadi. Gua sama Kak Gavin jalan bareng.
"Haduh pakai baju apa ya?" Bingung gua. Gua terus pilah- pilah baju di lemari gua.
"Ini? Emm terlalu rempong, jangan!. Ini? Feminim banget. Ini? Oke pas!" Akhirnya gua memutuskan menggunakan celana jeans panjang dan kaos pendek bertuliskan fighting seakan memberi semangat ke diri gua sendiri. Tak lupa gua memoleskan sedikit make up di wajah gua. Tas kecil siap di punggung gua dan sepatu putih pas di kaki gua.
"I'M READY TO GO!!!" Antusias gua memuncak.
Tanda suara Line masuk.
Gavin: Gua tunggu di ruang tamu
Slsbilaks : Oke kak heheDari atas kamar gua lihat Kak Gavin ngobrol sama Mama gua. Dari gaya mereka bicara tak ada rasa canggung. Mereka seperti udah lama kenal aja.
"Nunggu lama ya kak?" Tanya gua. "Ohh.. Nggak kok" senyum tipis Kak Gavin.
"Omegattt leleh gua anjirrr"
"Kamu gapapa Bil?" Mama nyentuh dahi gua. "Apaan sih ma" dengan muka cemberut. "Itu pipi kamu merah semua." Disusul tawa Mama. "Mama!!!!" Teriak gua dan Mama gua langsung lari.
"Gavin, hati- hati dijalan. Jangan kemaleman yang pulang" teriak Mama dari tangga.
"Siap tante. Yuk Bil"
Sepanjang jalan gua merasa canggung. Bingung mau ngomongin apa. Toh gua sama Kak Gavin juga baru kenal. Nggak ada banyak hal yang bisa diomongin. Tapi gua masih heran kenapa Kak Gavin sama Mama gua kelihatan deket banget? Padahal kalau dipikir mereka baru ketemu kali ini. Apa gua tanya ke Kak Gavin?
"Kak?" Panggil gua berusaha memecahkan keheningan.
"Iya Bil" tatapannya masih lurus ke jalanan.
"Kakak kok kelihatan deket banget sama Mama?" Tanya gua tanpa ragu.
"Oh soal itu?" Masih fokus ke jalanan.
"Emang Kak Gavin kenal Mama udah lama?" Gua masih antusias mencari jawaban.
"Coba lu tanya ke Mama kamu sendiri Bil" barulah tatapan Kak Gavin beralih ke gue.
"Harus ke Mama? Emang kalau gue tanya ke Kak Gavin nggak boleh?" Masih kekeh dengan pertanyaan gue.
"Oke, udah sampai Bil." Kak Gavin mengalihkan pembicaraan.
"Udah, jangan dipikir banget. Besok gue kasih tau" sambil ngusap kepala gue.
Gue berasa jadi batu. Sulit banget buat gerak. Astagaa perasaan macam apa ini?
"Udah ayok turun" ajak Kak Gavin.
"Anterin gue beli sesuatu ya Bil. Soalnya gue butuh banget pendapat dari lu, ayok" Kak Gavin gandeng tangan gue. Jantung gue rasanya mau copot. *alay*
Disepanjang jalan kami sesekali mengobrol. Walaupun nggak banyak tapi mendinganlah ngomong daripada kayak balok es.
"Lu punya saudara berapa Bil?" Tanya Kak Gavin.
"Ada 2 kak. Satu cowok dan satunya cewek. Yang cewek seumuran sama kakak"
"Yang cowok?"
"Satu tahun diatasnya kakak, dia sekarang lagi kuliah di Jogja"
"Kenapa nggak pindah kesini juga?"
"Tau tuh, emang ngeselin dia. Mana sampai sekarang dia dihubungi susah banget. Padahal gue kangen sama dia" raut muka gua, gua buat sedih padahal sedih beneran.
"Banyak tugas mungkin"
"Mungkin kak"
"Oh iya gue lupa kak" spontan tepuk jidat.
"Kenapa Bil?"
"Besok Sabtu Kak Amel ultah"
Kak Gavin hanya menaikkan kedua alisnya.
"Sekalian anterin gue cari kado ya kak?" Gua sungkan buat tanya.
"Boleh, gua juga mau cari sesuatu juga"
"Kalau gitu cari tempat kakak dulu aja"
"Boleh"
Sesampainya di tempat tujuan, hati gue kaget bukan main. Kak Gavin ngajak gue beli cincin? Buat siapa? Buat gue kah? Ngaco pikiran gue.
"Mbak lihat yang ini"
"Ini mas" kata mbaknya pelayan.
"Bil, menurut lu bagus nggak?"
"Bagus itu kak"
"Coba pakai ke jari lu" seketika mata gua membulat tanpa disadari Kak Gavin.
"Bagus kak ini"
"Oke kalo gitu. Mbak yang ini saya ambil"
"Baik mas. Ini silahkan."
"Oke makasih ya mbak"
"Sekarang lu mau cari apa?"
"Ke toko boneka coba"
Setelah kami menemukan apa yang dicari, kami memutuskan untuk langsung pulang. Di perjalanan mobil pikiran gua masih ke cincin yang dibeli Kak Gavin. Apa iya Kak Gavin udah punya pacar? Apa itu buat pacarnya? Bodo amatlah.
"Yakin nggak mau cari makan dulu?" Tanya Kak Gavin membuyarkan lamunan gue.
"Ng..gak usah kak"
"Ngelamun lagi? Hobby banget" ketawa Kak Gavin.
"Btw makasih ya kak udah nganterin gue dan makasih juga udah di beliin boneka" senyum tulus gua.
"Harusnya gua yang berterimakasih" sambil ngusap kepala gue.
"Hehehe" gue hanya bisa ketawa kaku aja.
TBC
Absurdd ya? Maapkan
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Teen FictionKenapa jadi kayak gini? Kenapa harus gue? Gue nggak pernah ada maksud jadi perusak hubungan orang, tapi perasaan ini nggak bisa bohong. Gue yang mundur? Iya gue harus mundur. Gue sadar diri kalau gue cuma orang asing yang hadir diantara kalian:) . ...