Dalam beberapa minggu terakhir kiranya ada dua sampai tiga kali wanita berkemeja pink polos itu berhadapan dengan Theodorus Geftanio Isaac—nama si pembuat masalah.
Rasanya lelah dan bosan karena hampir setiap hari Cilla harus buka suara untuk menasehati Gefta. Buang-buang tenaga karena remaja itu tak pernah mendengarkannya.
"Bunda lagi ngomong sama kamu. Kamu dengerin nggak sih?" tanya Cilla kesal sendiri.
Si remaja berusia enam belas tahun menghembuskan napas kasar. "Daritadi Ge dengerin Bunda. Sampai panas ini telinga," jawabnya.
Jawaban itu berhasil membuat si ibu semakin geram.
"Satu minggu ini Bunda keluar masuk sekolah kamu dua kali. Pertama karena kamu bolos sekolah selama tiga hari berturut-turut. Untuk yang pertama Bunda masih bisa toleransi,"
Blablabla Cilla masih meneruskan acara siraman rohani pada putranya.
Kenapa bundanya harus menyekolahkan Gefta di SMA yang mempunyai peraturan ketat? Masa baru nyoba sekali bolos orangtua langsung dipanggil?
Sekali-kali Gefta juga ingin merasakan menjadi anak nakal. Ia ingin masa remajanya berwarna.
Gefta heran sendiri. Apakah dulu semasa sekolah Bundanya tidak pernah bolos sekolah? Ingin rasanya ia melontarkan pertanyaan pada Cilla.
"Terus yang kedua." Cilla menghirup napas dalam lalu menghembuskan perlahan. "Kamu berantem sama cewek. Sekali lagi ini cewek. Ce-wek. Are you okay, Ge?"
Masalah yang kedua Gefta akan melontarkan sanggahan. Ia akan membela diri karena apa yang dikatakan bundannya tidak benar.
"Aku baik. Sangat baik," jawabnya tegas.
Cilla yang tadinya duduk kini beranjak dan menatap wajah si putra. Wajah remaja itu mirip sekali dengan seseorang di masa lalunya. Kenapa pula menuruni sifat keras kepala ayah kandungnya? Dan kenapa kita membahas pria yang sudah menyakiti hati Cilla?
Wanita itu menggeleng kuat. Berusaha mengenyahkan nama seorang Gatta—ah, lupakan nama itu!
"Aku nggak terima Bunda nuduh aku," ucap Gefta bersiap melontarkan argumen.
"Bunda harus tau adalah cewek gila itu yang mulai dulu. Dia kempesin ban mobil aku!" Kata Gefta menyadarkan Cilla.
Cilla tahu ulah si gadis yang mengakibatkan putranya tak bisa pulang sekaligus mendapat hukuman dari sekolah. Tapi, masalahnya..
"Tapi kamu kelewatan. Apapun yang terjadi harusnya kamu harus bisa kontrol emosi karena lawan kamu nggak sepadan, Ge! Dia cewek lho!"
Gefta menggeleng. Nggak ngerti lagi sama jalan pikiran sang Bunda. Merasa lelah ia memilih berdiri. Percuma saja berhadapan dengan Cilla, Gefta tidak akan menang.
"Iya maafin aku ya, Bunda," katanya berlalu.
"Bunda belum selesai bicara ya!" kata Cilla berusaha menghentikan langkah anaknya.
Remaja itu tak menggubris panggilan sang Bunda. Ia tetap menjauh. Bahkan Gefta mengabaikan pria dewasa yang menyapanya.
"Theodorus Geftanio Isaac!" panggil Cilla membalikan badan.
Panggilannya membuat si pemilik nama berhenti melangkah. Remaja itu tetap menaiki anak tangga. Beberapa detik kemudian Gefta benar-benar menghilang dipuncak anak tangga.
Cilla menghembuskan napas kasar. Gefta benar-benar seperti ayah biologisnya. Terlalu keras kepala!
...
Seorang pria berjas yang sempat menyapa Gefta mendekat ke tempat Cilla. Kemudian pria itu meraih tubuh ramping si wanita lalu mengecup lembut keningnya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Dia hampir tampar temannya," jawab Cilla.
"Masih hampir, kan? Belum kejadian?" respon pria itu. "Eh, btw kok bisa?" lanjutnya bertanya.
"Ban mobilnya dikempesin."
Si pria mengangguk-angguk sembari ber-oh ria. Cilla hanya bisa memutar kedua bola mata lalu duduk di sofa.
"Bukan salah Gefta," kata pria duduk disamping Cilla.
"Tapi ini cewek lho yang ditampar," kata Cilla.
"Iya, tahu. Tapi kan masih belum-" belum sempat memberikan argumen ucapan si pria berjas hitam terhenti karena gawai Cilla berbunyi.
Wanita itu tidak langsung mengangkat telefonnya. Melainkan menatap layarnya cukup lama.
"Siapa?" tanya si pria sembari membuka jas.
"Septa," jawab Cilla.
Mendengar nama itu membuat si pria tersenyum kecut.
"Yaudah angkat," titahnya kemudian.
Si wanita mengangguk lalu mengangkatnya. Cilla memilih menjauh untuk menerima panggilan.
Bermenit-menit ia berbincang. Dengan sabar si pria menungguinya sampai akhirnya Cilla kembali dengan ekspresi berbeda."Kenapa?" tanya si pria.
"Gatta udah keluar penjara."
Tbc.
Cilla fams is back! Btw yg belum baca cerita Cilla-Gatta sokin cek lapak Lara. But, maybe cerita ini bisa dinikmati tanpa membaca lapak sebelumnya kok. Tapi kalau mau makin kerasa nampolnya ya sokin cek. Hihi.
#sasaji