Mencari Bukti

6.1K 660 48
                                    

"Mas, kamu percaya kan kalau aku anaknya Bapak?"

Pertanyaan itu terlontar untuk yang kesekian kali. Membuat Gefta yang ditanyai merasa bosan.

"Masss! Jawab aku dong!?" kata Giga menggoyang-goyangkan tubuh Masnya.

Gefta diam bukan tanpa alasan. Ia sedang berpikir apa yang diinginkan Giga sebenarnya. Normalnya adiknya bersyukur dan bangga punya ayah seperti Pande. Gefta saja ingin punya ayah seperti pria itu, tapi Giga malah sebaliknya. Aneh.

"Mas hanya nggak abis pikir sama kamu." Gefta menyesap es jeruk yang ada di hadapannya. Fyi, saat ini mereka sedang ada di kantin sekolah. "Gini deh, Gi. Sebelum ngobrol jauh ke sana Mas mau nanya sesuatu ke kamu," lanjutnya sengaja mengantung.

"Apa itu?"

"Kamu kenapa pengen jadi anak Bapak? Seharusnya kamu bersyukur punya Ayah seperti Ayah Pande."

Giga menggeleng. Bukan tentang bersyukur atau tidak. Juga bukan soal sebuah keberuntungan. Ini tentang status. Soal pengakuan.

"Kamu nggak ngerti gimana rasanya nggak diakui," ucap Giga lirih.

"Untuk apa repot-repot nyari pengakuan kalau oranglain rela ngakuin kamu sebagai anaknya?" tanya Gefta.

Sebenarnya benar apa kata Gefta. Untuk apa mencari pengakuan kalau sudah ada orang yang mau mengakui tanpa perlu diminta. Tapi lagi-lagi bukan pengakuan Pande yang Giga inginkan. Ia ingin pengakuan ayah kandungnya alias Gatta.

Si bungsu beranjak. Tidak berguna menceritakan keresahannya pada Gefta. Jalan satu-satunya yang bisa dilakukannya adalah berjuang sendiri.

"Kayaknya percuma ngomong sama Mas Ge," katanya bersiap meninggalkan Gefta. "Dahlah. Aku ke kelas aja," lanjutnya melangkah pergi.

"Lah bocah gitu aja ngambek," Gefta lebih dulu menghabiskan es jeruk sebelum akhirnya menyusul langkah adiknya. Dan dengan kekuatan super ia bisa menyusul langkah kaki Giga.

"Apa yang bisa Mas lakuin untuk kamu?" tanya Gefta di tengah perjalanan menuju kelas.

Giga yang tadinya mengabaikan keberadaan Masnya sekarang berubah. Ia berhenti melakngakh lalu menoleh ke samping untuk menatap Gefta. "Bener mau bantu aku?"

Gefta mengangguk. "Sebelum Mas pasang tarif mending kamu kasih tahu apa yang harus Mas lakuin sekarang."

Tanpa sungkan Giga memeluk tubuh Gefta erat. Sepersekian detik membiarkan para siswa-siswi SMA Unggul Bangsa melihat mereka dengan tatapan ada-apa-dengan-dua orang-ini. Tak ingin dicap yang tidak-tidak si kakak berusaha menyingkirkan adiknya.

"Gi, lepas!" ucap Gefta mengerahkan kekuatannya.

Bukannya melepas Giga malah semakin memeluk erat Gefta. Ia juga mengelus rambut masnya. "Aku cinta dan sayang banget sama kamu, Mas!"

"Dih najis!" ucap Gefta mendorong tubuh Giga.

Pelukan terlepas. Giga nyengir kuda. Mereka kembali berjalan berdampingan. Bedanya kali ini sepasang kakak adik itu bergandengan-lebih tepatnya Giga yang mengandeng.

"Kamu seriusan mau bantuin aku kan, Mas?"

"Lepasin tangan kamu baru nanti aku bantu!"

Ucapan yang terlontar dari mulut Gefta adalah perintah. Jadilah Giga menurutinya.

"Mau bantu aku kan?" tanya Giga.

Gefta mengangguk. "To the point kamu butuh bantuan apa?"

"Aku mau tes DNA."

Duka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang