Pamit

11.1K 1K 102
                                    

"Gue datang untuk pergi. Itu bernama mimpi jika lo ngira gue datang untuk balik ke pelukan lo lagi."

Lalu hening.

Si wanita memejamkan mata–menahan air matanya supaya tidak tumpah sementara si pria masih mencerna kalimat yang baru saja didengarnya.

Datang untuk pergi, ya? Ulang Gatta dalam hati.

"Gue ke sini untuk menyelesaikan apa yang seharusnya usai sejak lama. Gue datang untuk mengucapkan selamat tinggal," ucap Cilla membuka mata sembari mengigit bibir bagian bawah.

Gatta tersenyum masam.

"Lo datang jauh-jauh dari Lombok cuma untuk ngucapin selamat tinggal?" tanyanya menatap lekat Cilla.

Senyuman pria itu berubah menjadi tawa. Bukan tawa karena hiburan melainkan sebuah tawa pedih. Terlihat perih.

"Lo buang-buang uang, tenaga, dan waktu," ucap Gatta.

Cilla menggeleng. "Enggak juga," katanya mengantung. "Gue kesini sekalian bilang ke lo untuk tidak mencari, menghubungi, atau mencampuri urusan gue lagi-"

Belum sempat Cilla melanjutkan ucapannya, Gatta sudah memotongnya.

"Emangnya lo bisa hidup tanpa gue? Bisa seorang Emmanuel Racilla Geraldin bertahan tanpa seorang Gattara Dean Prasetya?"

Sekarang giliran Cilla yang tersenyum. "Lima belas tahun kalau lo lupa!" ucapnya.

Gatta tersenyum masam. Lima belas tahun ya?

"Gue ingat," jawab pria itu lirih.

"Pinter. Gue nggak perlu repot-repot ingetin."

Wanita yang berdiri di hadapan Gatta ini sudah jauh berbeda. Tidak ada Cilla yang baik dan manis. Tidak ada Cilla yang selalu menuruti ucapannya. Lima belas tahun bukanlah waktu singkat untuk tidak merubah sifat wanita itu.

"Gue juga ingat kalau lo udah punya pengganti yang lebih baik dari gue-si mantan napi," ucap pria itu menambahi.

Ia tahu siapa pria yang berhasil masuk dalam hidup Cilla. Gatta tahu siapa nama pria yang merebut posisinya di hati si wanita. Ia tahu betul pria yang bernama Pranande Lalu Rajasa pula yang mengantikan perannya menjadi seorang ayah untuk anaknya.

Ayah?

Gatta menggeleng cepat. Ia tak percaya jika Pande lancang masuk ke dalam hidup sang putra. Dan berbicara soal anak, dimana dia? Kenapa Gatta tidak melihat kehadiran putranya?

"Anak gue mana? Gimana kabarnya?" tanya Gatta tiba-tiba

Anak? Pantaskah ia menjabat sebagai seorang ayah?

"Ada di rumah Papa. Mereka baik," jawab Cilla sekenanya.

"Anak gue cuma satu," ralat Gatta cepat.

Huh. Cilla tersenyum pedih.

Seharusnya ia tahu kalau Gatta adalah pria brengsek sejati. Mantan narapidana itu tidak mau mengakui anak kedua. Gatta tidak mengakui Giga sebagai anak kandungnya.

Selama ini yang ada di pikiran Gatta adalah Giga anak Pande.

Lima belas tahun tidak mungkin kalau Cilla dan pria itu tidak berhubungan badan. Tidak mungkin selama Gatta menjalani masa hukuman dua orang itu tidak mencuri kesempatan. Iya kan?

Duka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang