"Gatta udah keluar penjara."
Kalimat yang terlontar dari bibir Emmanuel Racilla Geraldin berhasil membuat pria berjas hitam itu diam—membeku.
Seseorang dari masalalu Cilla terbebas dari hukumannya. Itu artinya—cepat atau lambat—wanita yang telah mengisi hari-harinya akan pergi meninggalkannya. Seorang diri.
"Aku nggak siap ketemu dia, Mas. Nggak pernah siap," ucap Cilla membuyarkan lamunan si pria.
"Aku juga nggak siap kehilangan kamu dan anak-anak, Cil," jawabnya dalam hati.
"Mas?" panggil Cilla.
Kesadaran si pria kembali ketika wanita itu memanggilnya.
"Kamu dan anak-anak tetap harus temuin dia," katanya. Ralat, kalau bisa jangan pernah temui Gatta! Lanjutnya dalam hati.
Cilla mendaratkan pantatnya di sofa lalu disusul oleh Pande—nama si pria. Mereka berdampingan dan saling berpandangan.
"Bagaimanapun Ge dan Giga anak kandung Gatta. Mereka berhak bertemu dengan ayah biologisnya," katanya menangkup wajah Cilla dengan kedua tangannya.
Jauh di lubuk hati paling dalam Pande tak ingin dua remaja yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri bertemu dengan ayah kandungnya. Tapi sebagian yang lain ia menginginkan Gefta dan Giga bertemu dengan Gatta. Karena mau disangkal seperti apapun dua remaja itu tetap darah daging Gattara.
"Mereka nggak butuh Gatta. Mereka udah punya kamu," kata Cilla.
"Aku ini siapa?" tanya Pande tersenyum pahit.
Yang ditanyai diam. Tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku cuma pemeran pengganti di sini. Cuma seorang tokoh figuran dalam cerita ini," katanya menjawab pertanyaannya sendiri.
"Pemeran pengganti bisa jadi pemeran utama, Mas."
"Dengan cara?" tanya Pande menatap lekat wanita yang dicintainya. "Membunuh si tokoh utama?" lanjutnya menaikan satu alis.
Pande meraih kedua tangan Cilla.
"Di cerita ini tidak hanya tentang kamu. Ada ak—Gefta dan Giga. Bagaimanapun mereka berhak tau kebenarannya dan bertemu dengan Gatta."
Cilla diam.
"Pulang ke Jakarta dan temui dia. Aku pesanin tiket pesawat untuk penerbangan hari ini," kata Pande beranjak berdiri.
"Kamu nggak tahan aku?" Cilla ikut berdiri. Ia menghentak kaki sebal.
Tadinya Pande berniat pergi, tapi niatnya urung ketika pertanyaan Cilla terlontar.
"Nggak ada alasan menjadikan kamu sebagai tahanan," jawabnya santai.
"Kamu nggak cinta sama aku?"
"Hampir tiga belas tahun aku kenal kamu."
"Lalu?" tanya Cilla berjalan menghampiri Pande.
"Nggak akan pernah ada kata kita selama ada Gatta."
Pande kembali meraih tubuh Cilla lalu mengecup puncak kepala wanita itu cukup lama.
"Selesaikan urusan kamu dengan Gatta. Setelah itu kita akan menjadi nyata," lanjutnya meninggalkan Cilla.
...
Pande benar-benar meninggalkan wanita yang sudah mewarnai hari-harinya sejak tiga belas tahun belakangan. Mereka bertemu karena dikenalkan Gerald—ayah Cilla—dengan 'embel-embel' kerja. Kemudian keduanya dekat dan nyaman. Namun hanya sebatas itu.