1- Two Lives (REVISI)

117 14 0
                                    

Happy reading...

"Jun, layang-layangnya mana?" tanya seorang gadis dengan kaus biru tuanya yang sudah kusut, dan rambut agak sedikit panjang bewarna hitam pekat yang sengaja digerai.

"Sabar, itu lagi diambilin sama Deon" jawab lelaki jangkung dengan rambut ikal tak terawat.

Tak lama datang sosok laki-laki yang mereka tunggu-tunggu. Deon. Dia belari sambil membawa 3 layang-layang di tangannya. Dengan celana kain pendek, dan baju hitam.
Ditambah dengan rambut ikalnya yang bergerak-gerak mengikuti arah angin.

"Maap gaes, tadi ada panggilan alam dulu, hehe." Kekehnya

"Untung masih panggilan alam, De, belom aja lo dipanggil Yang Maha Kuasa." Celetuk Arjun. Deon balas dengan tatapan sinis.

"Arjun bangke." Balas Deon lalu Fefe dan Arjun tertawa.

"Eh eh ayo cepetan, anginnya lagi pas nih" ucap Fefe reflek saat ada angin kencang menghempas beberapa rambutnya. Mereka mengangguk dan mulai memainkan layang-layang jagoan mereka.

“Yang kalah duluan, traktir seblak seberang ya” ucap Arjun memenaruhkan. Keduanya mengangguk yakin.

Fefe adalah yang paling jago di antara yang lain. Meskipun ia cewek, tapi bermain layang-layang adalah hobinya sejak kecil.

Mereka bertiga pun mulai memainkan layang-layang jagoannya masing-masing sambil diiringi dengan elak tawa dari ketiganya.

Hidup di antara orang-orang yang berkecukupan dengan memanfaatkan sesuatu seadanya, tidak pernah menghilang senyum lebar dari wajahnya. Masih hangat dan menenangkan.

Bagi mereka, kebutuhan yang benar-benar diperlukan bukan tempat dengan harta yang sangat berlimpah, tapi, tempat yang sederhana dan cukup membuat beberapa lembar kenangan dengan adanya kehadiran mereka yang ada di sekitar kita dan mereka menyayangi kita. Hal itulah yang membuat kita bahagia dengan sendirinya.

***

"Den, kita dikit lagi akan check-in" ucap pria paruh baya kepada sosok anak muda dengan pakaian sederhana, warna hitam dengan jaket kulit hitamnya yang terlihat mewah. Ditambah Kacamata hitam yang tak lupa ia kenakan sehingga menambah penampilan nya menjadi lebih gently.

"Oke. Ayah mana?" tanya pemuda itu.

"Ayah lagi berbincang tadi bersama klien nya, sebentar katanya" jelas bapak tadi. Vino mengangguk. Tak lama datanglah derapan langkah kaki menuju ke arahnya.

"Maaf, sayang, ayah tadi lagi ngobrol dulu sama temen kerja. ussually" ucap sang Ayah dan tidak mendapat renspon apa-apa dari sang anak.

Vino menyudahi bermain di benda pipihnya itu lalu melepas kacamatanya. Mengambil tas kecilnya. Dan berjalan meninggalkan sang ayah dan pria paruh baya itu.

"Kamu mau kemana Vin? Sebentar lagi kita berangkat" cegah Afnan. Sang ayah Vino.

"Mau makan" jawabnya.

"20 menit lagi kamu harus udah ada di sini lagi" peringat pak Afnan.

"Yaa" balas cowok itu seadanya sambil berjalan menjauh, menuju tempat makan yang ada.

Vino berjalan memcari restoran di bandara negara singa ini. Sebenarnya tadi dia tidak begitu lapar, dirinya hanya ingin menghindar dari sosok ayahnya itu. Lebih baik dia pergi, daripada harus berbincang dengan ayahnya.

Berjalan, tak lama Vino menemukan sebuah restoran kecil yang menjual beberapa makanan ringan. Vino memberhentikan langkahnya pada stand itu dan memesan menunya.

"Excuse me" ucap Vino.

"Ya,  What do you want to order?" tanya sang penjual yang mengenakan baju hitam dan celemek merah.

"Give me one, spicy squid" jawab Vino.

"Oke, wait a minute"
Tak lama pesanannya datang disusul dengan wangi khas pedas dan manis dari makanan seafood itu.

"$ 8.73" ucap penjual itu. Vino mengambil beberpa lembar uangnya.

"More money, wait a minute, I take the change first" sang penjual baru saja mengembalikkan badan untuk mengambil dompetnya.

"No, you can take it." cegah Vino sebelum orang itu membuka dompetnya.

"You are seriously?" tanyanya.

"Sure." senyuman mengembang sang penjual memenuhi wajahnya itu.

"Thank you so much, have a nice day." ucap sang penjual senang. Vino pun hanya tersenyum kecil lalu pergi meninggalkan kumpulan stand makanan itu.

'Have a nice day' kalimat barusan mengiang di pikiran Vino. Dia tidak pernah mendapatkan hari yang menyenangkan. Tidak akan pernah.

Vino hanya pergi selama 15 menit, sampai di sana kumupulan orang-orang punya Pak Afnan sudah beres-beres barang untuk mempersiapkan keberangkatan.

"Biar saya aja." ucap Vino pada penggawai pak Afnan yang sedang mengangkut barang miliknya.

"Gak usah den, biar saya." elak bapak itu dengan hati-hati.

"Bapak masih punya telinga kan? Biar saya saja, ini barang saya." ulang Vino agak sedikit meninggi.

Sang bapak itu terdiam mengikuti perintah Vino.

"Vino? What are you doing? Biarin mereka saja yang mengangkutnya. Nanti kamu kelelahan" cegah sang ayah.

"You really never thought" tukas Vino lalu meninggalkan sang ayah berjalan bersama penggawai lain, membawa kopernya dan menuju petugas untuk penyimpanan barang di bagasi.

Afnan terdiam mendengar ucapan Vino barusan. Menusuk. Sang anak membuat mood nya menjadi jelek hari ini. Afnan berusaha menganggap ucapan Vino sebagai angin lalu.

Setelah itu, dia berjalan bersama penggawainya menuju tempat tunggu.

Di dalam pesawat seperti yang diduga. Vino hanya diam, nendengarkan lagu di handphoennya dengan aerphone bluetooth yang menyangkut di telinga. Menatap lurus pemandangan luar.

Kembali lagi, tempatnya masa lalu kelam itu terjadi.

Semuanya harus berubah setelah kembali dari Singapura. Harus. Hi Jakarta, wait me. I will changes everything, or i will find a change. It will happen. Bye Singapore- Vino.

***

Makasih yang udah mau baca

Jangan lupa Vote+comment

Maksih 😊

FRIEND&LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang