4- First Day (REVISI)

50 10 0
                                    

Happy reading

Fefe masih setia berdiri di depan kaca untuk mengecek penampilannya. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sebagai murid di sekolah milik pak Afnan. Fefe menggunakan seragam yang memang sudah menjadi seragamnya di sekolah itu. Kemeja dengan lengan pendek dan elemeter biru tua, serta rok sepaha dengan  dengan motif kotak-kotak seperti biasa.

"Ini hari yang berharga Fe, lu harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin, siapin mental lu, dan tunjukkan kepada mereka, bahwa lu juga bisa jadi orang yang di luar sana" tekad Fefe pada dirinya sendiri di depan cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini hari yang berharga Fe, lu harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin, siapin mental lu, dan tunjukkan kepada mereka, bahwa lu juga bisa jadi orang yang di luar sana" tekad Fefe pada dirinya sendiri di depan cermin.

"Fe, ayo cepetan, jangan lama-lama, kamu bisa telat ntar" ucap Ibu Fefe di ruang depan.

"Iya bu" balas Fefe seraya mengambil tasnya lalu keluar kamar.

"Ayo sini, sarapan dulu, biar ada tenaganya" kata Ibunya yang sudah siap di meja makan.  Fefe mengangguk.

***
Cowok itu sedang memperhatikan seseorang yang ada di depan balkonnya, dia sudah siap berangkat sekolah dengan seragam yang sama dengan cewek itu.

"Jangan bilang kalo gue satu sekolah sama itu anak, ck!" dumelnya seraya masuk ke dalam.

Cowok itu menuju lantai bawah, dan mendapati Ayahnya, Afnan sedang makan di meja makan. Ayahnya jelas sudah rapi dengan pakaian kantornya.

"Eh, Vino, kamu sudah siap, ayo sarapan dulu" ucap Ayahnya. Cowok itu yang bernama Vino duduk di depan Ayahnya.

"Yah" panggil Vino.

"Hmm?" jawab Ayahnya yang masih menyantap sarapannya.

"Orang-orang yang pindah di apart belakang rumah kita itu siapa?" tanya Vino. Ayahnya menatap Vino bingung.

"Kenapa? Tumben banget kamu peduli sama orang-orang, ahaha" ledek pak Afnan, Vino hanya menatap ayahnya datar.

"Vino pengen tau aja yah" jawab Vino.
"Dia hanya warga yang awalnya tinggal di tanah punya Ayah, Ayah sengaja memindahkan mereka karena untuk urusan kerja Ayah, Ayah hanya bersikap tanggung jawab atas hidup mereka" jelas Ayah.

"Kalo gitu, kenapa di antara mereka ada yang bisa sekolah di sekolah Ayah? Kata Ayah, mereka orang-orang yang gak mampu kan?" tanya Vino lagi.

Dia sangat penasaran. Apalagi anak itu. Ayah Vino sempat tersedak, dia agak terkejut akan pertanyaan anaknya itu.

"Oh ituu, Ayah hanya ingin usaha Ayah berkembang, dengan adanya mereka, Ayah bisa mengembangkan proyek Ayah untuk sekolah pertama yang Ayah bangun. Berhubung sekolah itu kekurangan anak murid, Ayah membiarkan anak-anak muda warga itu sekolah di sana gratis untuk bulan ini" jelas Ayahnya lagi.

Buta kerja dasar! - Vino.

Vino menyantap sedikit sarapannya, dan segera pamit kepada Ayahnya.

Ibu dan Ayah Vino sudah lama cerai, dan Vino ikut Ayahnya untuk tetap tinggal di Jakarta.

FRIEND&LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang