Alberto's Diary Part 1

52 7 0
                                    

Aku kasian melihat kakakku dikurung oleh ayah. Kulihat memang perilaku penduduk desa kepada kakakku berbeda dengan apa yang aku rasakan. Entahlah aku bingung mau melanjutkan diary kakak sperti apa tapi aku akan berusaha mengungkap rahasia di balik tradisi persembahan di desa hilang ini.

Minggu, 27 Februari 1972
Sudah seminggu sejak kak Albertin dikurung di kamar oleh ayah. Aku tetap berjuang untuk mencari petunjuk sekecil apapun untuk mengetahui rahasia ritual pengorbanan di desa hilang ini. Aku sangat yakin bahwa anak dari Pak Robert si kepala desa, yaitu Michael pasti paham rahasia yang tersembunyi di balik ritual tersebut. Anak itu begitu pendiam, namun wajahnya begitu polos dan nampak ramah. Seminggu ini kucoba untuk mendekatinya guna mendapatkan informasi tentang ritual tersebut. Malam ini kami sudah berjanji untuk bertemu secara rahasia di tengah hutan untuk saling berbagi informasi.

Tepat tengah malam, aku berjalan menyelinap untuk keluar rumah saat ayah sedang tertidur pulas. Aku pun bergegas berlari menuju hutan untuk menemui Michael seperti kesepakatan awal. Di tengah perjalanan, tak disangka aku bertemu dengannya. Michael pun menjawab semua pertanyaan yang kini menjadi misteri bagiku dan kak Albertin.

Sungguh terkejut, pengorbanan seorang manusia yang terlahir kembar. Apakah ini yang menyebabkan para warga membenci kakakku. Sungguh terkejut dan sedih aku mendengar penjelasan lengkap dari mulut Michael tersebut. Sempat aku tak percaya dengannya. Namun, aku tau tampang anak polos ini tidak terlihat seperti tampang penipu. Dengan ucapan terima kasih aku pun pergi meninggalkan Michael dan bergegas kembali ke rumah. Dalam perjalanan hatiku berasa tak karuan, aku tak tau apakah kak Albertin akan dijadikan korban ritual pengorbanan selanjutnya. Aku berlari sekencang mungkin agar segera sampai ke rumah. Sampai di rumah, aku berhenti sejenak mengatur nafasku yang sudah teregal-engal karena berlari. Dadaku semakin berdebar, aku harus memberi tahu informasi ini kepada kak Albertin.

Beruntung ayah masih tidur terlelap di kamarnya. Aku pun menghampiri kamar kak Albertin untuk memberi tau infomasi tersebut. Aku mengetuk pelan-pelan pintu kamarnya, tetapi kakak tidak merespon. Kucoba untuk memanggil nya sambil mengetuk pintu kamarnya beberapa kali dan kakak pun akhirnya terbangun.

Dengan segala upaya aku pun menceritakan infomasi yang kudapat kepada kakak. Ia begitu terkejut mendengar semua penjelasan dariku. Air matanya pun mulai berlinang. Aku berusaha menenangkannya agar kakak tidak bersedih lagi. Kali ini aku harus mencari akal agar kakak bisa keluar dari kamarnya.

Aku menghampiri kamar ayah. Sepertinya ayah masih tertidur pulas. Aku mencoba mencari di laci kamarnya dengan perlahan dan hati-hati agar ayah tidak terbangun. Setelah lama mencari, kunci kamar kakak akhirnya kutemukan. Aku pun bergegas pergi meninggalkan kamar ayah. Tetapi, tanganku terhenti. Tiba-tiba ayah memegang tangan ku dengan erat. Dia terbangun dan memergokiku yang mengambil kunci kamar kakak. Dengan keras tangan kiri ayah melayang ke Pipiku. Aku mengeram kesakitan, karena baru pertama kalinya ayah menamparku. Aku terkejut dengan sikap ayah yang seperti ini kepadaku. Biasanya ia adalah sosok ayah yang sabar dan penyayang. Ayah pun merebut kunci kamar kakak dari tanganku dan meletakkan di kantong sakunya. Ia kemudian menarik tanganku dan membawaku ke kamar. Ia menutup pintu kamarku dan segera mengunciku di kamar saat itu. Setelah itu ia kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya. Aku sangat kecewa. Rencanaku gagal total. Apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkan kakakku. Baru kali ini aku menangis. Menangis karena gagal menjadi seorang adik yang bisa membanggakan kakaknya. Apakah kakak harus meninggal secara tragis seperti itu. Aku pun hanya bisa menangis malam itu dan menyesali semua tindakan dinginku selama ini.

The Dark Ritual In The Lost Village Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang