Book Diary: Ritual Begin

43 7 0
                                    

Hari sudah mulai petang,  sang surya telah berganti dengan rembulan yang mulai menyapa.  Sementara itu di luar rumah tampak para penduduk desa yang berdatangan dengan membawa senter dan juga obornya. Aku, Alberto,  dan Michael tampak cemas. Apakah yang akan terjadi kepadaku hari ini.  Tindakan apa yang dilakukan penduduk desa untuk melaksanakan ritualnya tersebut. Aku hanya bisa menggandeng tangan adikku dengan erat dan berdoa untuk keselamatanku yang sepertinya minim terwujud.

Pak Robert pun muncul. Sebagai kepala desa ia pun membuka kegiatan ritual dengan sambutan dan mulai berdoa untuk kesuksesan ritual malam ini. Michael hanya bisa berteriak dari dalam rumah memanggil ayahnya itu.  Namun sayang, ayahnya tak menggubris apa yang dikatakan Michael. 

Sambutan dan doa pun diakhiri,  pak Robert pun menyuruh ayahku untuk membuka pintu rumah ini dan membawaku keluar.  Adikku dan Michael mencoba mencegah ayahku untuk membawaku keluar. Tetapi sayang kami kalah jumlah. Dengan bantuan para penduduk desa aku pun ditarik paksa menuju keluar rumah tersebut. Aku pun memberikan diariku kepada Alberto untuk kembali dilanjutkan untuk menulis.  Tetapi sepertinya ia susah untuk menghadapi ini semua. Aku pun meminta bantuan Michael untuk melanjutkan menulis diari ini karena semua peristiwa yang terjadi hari ini harus diceritakan apa adanya.

Pukul 20.00, di rumah tak berpenghuni.
Aku Michael,  anak Pak Robert si kepala desa yang akan membantu menceritakan semua peristiwa yang terjadi saat ini.

Setelah kak Albertin dibawa pergi oleh pada warga desa. Ia pun dibawa di tengah pohon beringin yang paling besar di hutan dan mengikatnya.  Ikatan itu terlihat begitu kecang sehingga kak Albertin terdengar menjerit kesakitan. Aku sungguh tak tega melihatnya disiksa seperti itu.  Entah perbuatan apa lagi yang akan dilakukan para warga desa saat ini.  Ternyata dengan pisau yang tajam ayahku menyerahkannya kepada ayah kak Albertin, Pak Alfreedo. 

Pisau itu kemudian melayang menusuk mata kiri kak Albertin dan dilanjut dengan mata kanannya.  Teriakan kesakitan dari kak Albertin sungguh menyayat hatiku.  Kak Alberto pun ikut menjerit dan menangis.  Kenapa bisa ayahnya sendiri dengan tega melukai putrinya seperti itu.  Sadis memang tindakan tersebut. 

"Mata iblis harus dimusnakan. Mata itu tidak pantas untuk melihat dunia.  Mata yang seharusnya berada jauh di neraka wajib dimusnahkan dari bumi ini" teriak para warga desa kompak.

Aku tak tega melihat air mata darah mengalir disekujur wajah kak Albertin.  Ia hanya berteriak dan menangis kesakitan karena tindakan para warga desa tersebut. Ternyata,  perbuatan keji itu masih belum berakhir.  Kini para warga desa bersiap dengan kapaknya menuju ke arah kak Albertin.  Entah apa lagi yang akan dilakukan kepadanya.  Sungguh sedih aku melihat peristiwa ini bisa terjadi kepadanya.

Kedua orang dari sisi kiri dan kanan menunduk dan bersiaplah mereka menghempaskan kapaknya mengenai kedua telapak kaki kak Albertin. 

"kaki iblis harus dimusnakan. Kaki itu tidak pantas untuk berjalan di dunia.  Kaki yang seharusnya melangkah jauh di neraka wajib dimusnahkan dari bumi ini" teriak para warga desa kompak.

Aku meringis ngeri melihat keadaan kak Albertin sekarang. Kak Alberto yang ada disebelahku hanya bisa menjerit dan menangis serta memohon agar menghentikan perbuatan keji para warga desa saat ini. tetapi tetap saja para warga desa tak mengubris perkataan kak Alberto dan mereka melanjutkan ritual pengorbanan saat ini.

The Dark Ritual In The Lost Village Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang