L-18

2.4K 242 23
                                    

...

"Al, kamu lihat Pelita?" Pertanyaan dari mami itu keluar begitu saja kala tidak menemukan Pelita di kamarnya. Aldi yang duduk diam di sofa bersama Anggun, Via dan Kevin hanya menggeleng. Ia memang tak memperhatikan sekitar, jadi mana ia tahu Pelita pergi ke mana malam-malam begini.

Anggun dan Via akan menginap untuk menemani Lentera, begitu juga dengan Kevin yang akan menginap untuk menemani Aldi.

Mami mengangguk setelah melihat gelengan dari Aldi, wanita paruh baya itu berjalan ke arah kamar Lentera. Butuh kekuatan lebih besar bagi mami saat memutuskan membuka knop pintu kamar Lentera. Ia tak tahu bagaimana caranya menjelaskan situasi ini kepada putrinya.

"Tera belum tidur?" Tanyanya setelah pintu kamar terbuka. Tak ada jawaban sekalipun si empunya kamar masih terjaga sembari meringkuk di balik selimutnya. "Mami tahu Tera belum tidur." Lanjutnya sembari naik ke atas kasur Lentera.

Dugaannya benar, Lentera memang belum tidur. Mata mami terhenti pada tiga buah piring berisi bubur yang masih utuh. Lentera belum makan, bahkan minum pun belum.

"Kita lagi ada di posisi sulit, sayang. Kamu jangan mempersulit kedaan dengan cara nggak mau makan begitu." Ucap mami sambil membelai rambut Lentera halus. "Keluarga ini bisa aja hancur kalau nggak ada kamu, Pelita dan Aldi. Mami berdamai dengan kenyataan, berusaha menjadi teman baik dari segala pengkhianatan yang menimpa kita."

Lentera mengerjapkan matanya, bibirnya kering karena tak tersentuh oleh air minum, rambut panjangnya tampak tak terawat, baju yang ia pakai saat jatuh dari tangga pun masih melekat di tubuhnya.

"Mami berhasil, Mami berhasil berdamai. Mami dan Papi akan rujuk, berusaha membangun 'rumah' yang baru. Dan semua itu untuk kalian. Mami tahu sakitnya, sayang, karena sampai sekarang pun hati Mami masih hancur hanya untuk sekadar menatap Papi. Tapi sekali lagi, semuanya untuk ketiga anak Mami yang hebat."

Rujuk.

Lentera menatap mami kala mendengar kata rujuk. Benarkah kedua orang tuanya akan rujuk? Bisakah Lentera berharap lagi? Berharap kalau Mami dan mama Iqbal akan berbaikan? Supaya tak ada tembok lagi antara dirinya dan Iqbal.

"Rujuk bukan berarti mami harus berbaik hati sama semua orang. Contohnya selingkuhan Papi kamu, dan anaknya yang bernama Bia."

Pupus sudah harapan Lentera. Air mata mulai membendung di matanya, buru-buru ia letakkan kepalanya di atas pangkuan Mami.

"Tera seneng," ucapnya pelan. Mami mengelus rambut Lentera, itu adalah dua kata pertama yang Lentera ucapkan hari ini. Setetes air mata luruh dari mata mami kala tahu perjuangannya menerima kembali suaminya berujung pada kebahagiaan anak-anaknya. Lentera sudah terlalu sakit, jadi sebagai orang tua mami cukup tahu diri untuk tak memperparah luka anaknya.

Via dan Anggun berdiri di ambang pintu. Keduanya memutuskan untuk mengobrol secara leluasa di kamar Lentera, tapi ternyata ada Mami di sana.

Via rasanya ingin memberitahu kalau Tante Riska selalu meneleponnya demi menanyakan kabar Lentera. Tapi rasanya tak mungkin memberitahu kalau Tante Riska sangat rindu padanya hanya akan membuat Lentera berniat kembali ke London.

"Vi, Anggun, sejak kapan di sana?"

Keduanya tersadar kala mendengar suara Mami. Via dan Anggun tersenyum, lalu masuk ke dalam kamar dan naik ke atas kasur.

MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang