Lee Joo Hwon seorang mualaf asal Seoul, Korea Selatan. Ia bekerja di perusahaan elektronik multinasional sebagai staf marketing di Indonesia. Ia pindah ke Indonesia berkat usul seorang imam di Masjid Itaewon, Seoul. Menurut imam itu, bahwa di negara yang mayoritas muslim akan sangat mudah untuk memperdalam ilmu agama sekaligus mempraktikkannya. Lee Joo Hwon ingin ke Indonesia karena ingin mendengar suara azan setiap waktu salat.
Setahun setelah keIslamannya, Lee Joo Hwon akhirnya pindah ke Indonesia. Ia mengajukan mutasi pada perusahaan tempat ia bekerja yang kebetulan memang sudah ada cabang perusahaan di Indonesia. Lee Joo Hwon menyewa sebuah apartemen dan membeli mobil meski ia harus mencicilnya.
Apa yang dikatakan imam masjid itu benar. Hampir setiap waktu salat, di berbagai penjuru berkumandang azan dan bersahut-sahutan. Joo Hwon selalu bersemangat dan tidak pernah meninggalkan salat sesibuk apa pun. Joo Hwon bukan orang asing satu-satunya yang menjadi mualaf di tempatnya bekerja. Setiap waktu salat tiba, Joo Hwon selalu salat di mushala yang tersedia di kantornya. Di sana ia bertemu banyak orang dan selalu berjamaah. Salah satunya, Rudi.
Rudi seorang office boy yang hampir setiap waktu salat juga ada di mushala untuk salat berjamaah. Ketika masuk waktu Ashar, jamaahnya lebih sedikit. Joo Hwon meninggalkan ruangan dan menuju mushala.Joo Hwon mengambil wudhu dan memasuki shaf untuk salat. Ada sesuatu yang berbeda. Suara imamnya lebih enak di dengar. Lebih lembut dan fasih. Joo Hwon sangat menikmati salatnya. Hingga salat selesai lalu membaca do' dan beberapa jamaah pergi, Joo Hwon masih di tempatnya. Ia duduk menunggu sepi untuk tahu siapa imamnya. Joo Hwon terkejut begitu mengetahui, Rudi imamnya. Bukankah itu unik? Seorang Office boy yang tidak disangka-sangka ternyata memiliki suara yang bagus dan percaya diri memimpin salat.
"Rudi!" Joo Hwon bangun dari duduknya.
Rudi berhenti. "Iya, ada apa?"
"Apa kau sibuk?" tanya Joo Hwon. "Bisakah kita bicara sebentar?"
Rudi mengangguk.
Di teras mushala, Joo Hwon duduk di lantai bersebelahan dengan Rudi.
"Suaramu bagus. Bacaanmu bagus. Mengingatkanku pada imam di masjid Itaewon, Seoul."Rudi cengengesan. "Itu berlebihan. Aku tidak sebaik itu."
"Aku serius. Apa kau pernah belajar mengaji?"
Rudi mengangguk. "Dulu aku pernah menimba ilmu di sebuah pondok pesantren di daerah Bogor. Tidak jauh dari rumahku. Hanya selama tiga tahun. Lalu aku bekerja di sini."
Joo Hwon mengangguk. "Apa itu pesantren?"
"Semacam sekolah dengan asrama yang lebih banyak belajar agamanya. Ada juga pelajaran umum, tapi fokus pada agama." Rudi menjelaskan. "Banyak kegiatan Islami di sana. Lingkungannya terjaga dan syarat Islami."
"Kedengarannya menyenangkan."
Rudi tersenyum. "Iya, menyenangkan."
"Kalau begitu, kau banyak tahu soal agama. Bisa ajarkan aku?"
Rudi melongo. "A-aku ... tidak berani."
"Tidak apa-apa. Sebagai teman bicara saja."
"Baiklah."
Joo Hwon tersenyum. "Terima kasih."
Bersambung ke Part 2
KAMU SEDANG MEMBACA
A Moment To Decide (Oppa Meets Santri KPop) - READY AT GRAMEDIA
Romance(Sudah Terbit Oktober 2018) Bayangkan jika ada Oppa Korea ala ala Park Hae Jin-Oppa dan selevelnya tiba-tiba menjadi soleh? Hmm...nyaris sempurna dong ya? Apa kisahnya akan se-dramatic K-Drama sungguhan? Buat kamu... Sebuah novel oleh Dian Dhie (Dia...