Setiap peristiwa memang tak selalu menyenangkan. Namun yang paling utama adalah saat peristiwa itu mampu memetamorfosa diri kita menjadi seorang manusia seutuhnya.
Sandrina_
Siang itu masih di dalam bui, Sandrina menuju tempat makan. Ia masih belum diijinkan untuk pulang ke panti sebelum dirinya dinyatakan tidak bersalah. Sandrina mengiyai saja, karena baginya, di manapun ia tinggal akan terasa sama.
Kakinya melangkah menuju dapur dan mengambil makan siangnya. Lepas jam istirahat itu, semua penghuni penjara harus kembali ke dalam jeruji besi, tempat penebusan dosa di dunia tepatnya. Begitu aturan yang ada di lembaga permasyarakatan tersebut.
Sandrina makan dengan lahap seperti biasa tanpa menpedulikan sekeliling. Beberapa wanita yang juga penghuni bui tersebut mencoba mengajaknya bicara, tapi Sandrina memilih tak acuh dan segera pergi begitu saja.
Jam istirahat masih tersisa, Sandrina memilih duduk di depan mushola yang beralaskan keramik. Dari dalam mushola itu, ia mendengar seseorang menangis tersedu sedan sampai ia harus mengangkat wajah dan menoleh ke dalam mushola. Ia mengangkat bahu tak acuh dan hanya tersenyum miring. Sandrina tak peduli, namun saat akan bangkit menuju ke dalam ruangan berjeruji besinya, ia terhenti sejenak. Si wanita yang tadinya menangis di dalam mushola terdengar melantunkan ayat-ayat suci dengan suara yang menurutnya menarik dan menyentuh hati. Sandrina duduk kembali dan diam-diam, ia mendengarkan dengan seksama suara wanita itu. Entah mengapa jiwanya merasa tenteram.
Sandrina menatap ke atas langit berwarna biru dengan sedikit warna putih dari awan yang berarak sambil tetap menikmati lantunan ayat yang dibacakan wanita itu. Tak terasa air matanya jatuh begitu saja. Gadis itu meraba pipinya yang basah. Ia menangis. Sangat jarang dirinya menangis. Semua masalah yang ia alami selalu dihadapi dengan emosi dan balas dendam, tapi kali ini ia benar-benar menangis. Sandrina segera menghapusnya.
“Ngapain gue nangis?” gumamnya sembari berpikir tak mengerti.
Setelah itu, ia beranjak pergi. Namun sepanjang perjalanan melewati sepanjang koridor penjara, tangannya menyapu setiap jeruji besi yang ia lewati dengan termenung. Hatinya kembali ingin mendengarkan lantunan ayat seperti tadi, seperti yang wanita itu lantunkan.
Suara merdu itu seperti sebuah candu yang menghipnotis gue. Tak ada beban, tak ada masalah. Hening dan tenang. Ada apa sama gue? tanya Sandrina pada dirinya sendiri di dalam hati.
Sampai di dalam penjara pun, dia masih berpikir soal lantunan ayat yang ia dengar tadi. Ia menggeleng kepalanya cepat,
Pasti ini hanya perasaan gue aja.
Sandrina segera menarik selimut dan menutup tubuhnya. Setelah itu, ia memilih tidur tanpa memikirkan apapun lagi.
«««♡»»»
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandrina (SUDAH TERBIT)
EspiritualPesan via shopee aepublishing Sandrina Florecita--nama telenovela yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Sayangnya, nama itu menjadi satu-satunya kenangan akan kedua orangtuanya. Keras dan suka menindas adalah hobinya. Sampai dijuluki pengidap oroto...