Takar saja antara kebenaran dan kezaliman. Walaupun kadang berawal kekalahan, namun kebenaran selalu berhasil menemukan jalan terbaiknya. Dan biarkan senyum belakangku yang menang.
Sandrina_
Di balik jeruji besi dan lantai yang dingin, Sandrina bertekuk lutut memeluk kedua lengannya sendiri. Ia masih berpikir keras tentang wanita itu. Dua kali wanita itu mencoba menolongnya. Rasanya mustahil saja jika wanita itu secara tak sengaja ingin membelanya.
Keesokan harinya, seorang pengacara datang menemui Sandrina. Lagi, seseorang berniat menolongnya.
"Siapa yang menyuruh Bapak?" tanya Sandrina sembari menautkan kedua alis.
"Pak Rain."
"Pak Rain?"
Sandrina membuka mulut tak percaya. Laki-laki itu yang menolong panti dan sekarang dirinya.
"Boleh saya tahu alasan Pak Rain menolong saya, Pak?"
"Saya kurang paham soal itu, Nona Sandrina. Pak Rain hanya pernah bilang kalo dia tidak mau panti yang dia lindungi itu tercemar nama baiknya, itu saja."
Sandrina tergagu. Mungkin Pak Rain hanya berniat menolong Ibu Maya dan panti saja. Ia menghela napas lega dan cukup berterima kasih dalam hati karena dirinya masih beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang ingin melindunginya. Sandrina tersenyum sebagai ucapan terima kasih pada pengacara di depannya.
"Sampaikan salam terima kasih saya pada Pak Rain, Pak. Maaf, saya harus memanggil Bapak dengan ...."
"Panggil saja saya Pak Sukarso, pengacara Anda, Nona."
Sandrina mengangguk dengan senyum yang terbingkai manis di bibirnya sebagai tanda rasa senangnya sekarang.
"Terima kasih banyak, Pak Sukarso."
Pengacara itu tersenyum tipis dan kemudian pamit pulang. Sandrina kembali dimasukkan ke dalam ruangan gelap dan dingin itu oleh petugas, tapi senyumnya mulai berkembang. Karena harapannya mulai menemukan titik terang.
Sandrina duduk di lantai dingin itu dengan punggung yang bersandar pada tembok yang mulai berlumut di bagian bawahnya. Wajahnya menengadah ke langit-langit ruangan berjeruji besi itu.
"Gue gak tahu sama Lo, Tuhan. Walaupun semua orang coba ngenalin gue sama Lo, tetep aja gue gak tahu dan gak mau tahu sama Lo! Tapi sekarang gue mulai mikir, keknya Lo beneran ada. Tiap gue susah mikir tentang Lo. Lo kek nyempetin ngenalin diri Lo ke gue. Kalo Lo emang beneran ada, semoga di kemudian hari, gue gak lewatin Lo," ucapnya bermonolog.
Penghuni penjara lain yang melihatnya bicara sendiri, menatap Sandrina aneh.
"Ngapain lo liatin gue?" tanya Sandrina ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandrina (SUDAH TERBIT)
SpiritualitéPesan via shopee aepublishing Sandrina Florecita--nama telenovela yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Sayangnya, nama itu menjadi satu-satunya kenangan akan kedua orangtuanya. Keras dan suka menindas adalah hobinya. Sampai dijuluki pengidap oroto...