SM - 1

64 4 0
                                    

Ada masanya kedamaian kita akan terusik juga.
.
.
.
.

*********

Juli, 2011

Pagi ini, matahari mulai menyapa dengan teriknya. Padahal tadi malam turun hujan lebat yang membuatku menggigil semalaman. Tetap saja aku masih mencium aroma khas embun yang sejuk menenangkan. Ditambah semilir angin yang berhembus meneduhkan. Rasanya sangat malas untuk membuka kedua mataku apalagi berpisah dengan kedua teman tidurku. Siapa lagi kalau bukan bantal dan guling yang empuk. Inilah kenyamanan yang hakiki buatku.

"Ras, bangun. Ras..."Aku merasa ada yang memanggilku samar-samar. Kubiarkan sajalah, mungkin hanya efek-efek mimpi. Kulanjutkan kembali aktivitas yang menjadi favoritku : tidur.

"Ya ampun, molor terus. Saraswati bangun!" Suara nyaring itu membuatku kaget. Aku pun tersentak dan bangun seketika. Mataku mengerjap-ngerjap menyesuaikan sinar yang masuk. Aku menguap-tanda bahwa sebenarnya aku masih mengantuk.

"Lo kenapa sih, Cit? Bikin budeg kuping gue tau." Aku mendengus jengkel.

"Apanya yang kenapa? Noh, liat jam berapa sekarang." Kulirik jam dinding berwarna biru di dinding kamarku sekilas. Aku tak begitu tertarik melihatnya.

"Eum..." Aku bergumam sambil kembali menidurkan tubuhku. Tapi baru saja aku ingin menutup mata, si Citra mengomel-ngomel lagi. Jelas, aku pun merasa terganggu.

"Lo amnesia atau abis kejedot apa sih, Ras?" Citra nampak marah, ya mau bagaimana kalau aku memang lelah karena semalam. Dia menarik bajuku, menyuruhku untuk kembali memandangi jam dinding sialan itu.

"Masih jam tujuh, Cit." Satu hal yang aku ingat–hari ini adalah hari Minggu. Jadi aku ingin bersantai meregangkan otot-ototku yang kaku. Bukan dengan olahraga atau sejenisnya, aku tidak suka. Aku lebih memilih tidur sebagai olahraga paling efektif. Bodoh memang, tapi aku tak peduli. Yang penting aku senang tanpa beban.

"Masih? Kepala lo peyang masih-masih. Ini hari pertama kita SMA, Ras. Lo mau gue siram pake air dingin biar sadar?" Aku terpekik. Ya, Citra benar. Hari pertama SMA-ku, bisa-bisanya aku lupa. Parah, hari ini sudah Senin bukan Minggu lagi sesuai bayanganku.

"Astaga! Kenapa nggak bangunin gue dari tadi, sih?"

"Gue udah pegel berusaha bangunin kebo kayak lu."

"Lo nungguin gue sejak kapan, Cit?"

"Sejak zaman purba, Ras. Ish...cepetan sono mandi! Gue tinggal rasain lo!" Citra memutar bola matanya jengah.

"Kalo gitu tungguin sepuluh menit lagi. Jangan pergi kemana-mana!" Aku segera mengambil handuk lalu berlari ke kamar mandi.

Citra Felicia. Gadis sebelah rumahku, cantik tapi cerewet yang menjadi sahabat terbaikku sedari kecil. Kami selalu berada di satu sekolah yang sama, sehingga sangat dekat layaknya saudara. Kami lahir terpaut hanya beberapa bulan saja, tapi di tahun yang berbeda. Aku menghormati dia sebagai kakakku. Hanya dia yang tahu semua rahasia tentangku, sebab aku tidak terlalu suka memiliki banyak teman. Terkadang saat ada masalah yang menimpa kita, kebanyakan orang hanya ingin tahu. Setelahnya mereka takkan lagi peduli dan memilih mengacuhkannya, atau sekedar ber-oh-ria saja. Itulah yang tidak kusukai. Aku benci.

*********

"Cit, ayo cabut!" Citra menatap bengong sahabat karibnya. Dia mengernyitkan dahi, seakan-akan kurang suka dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Lo mau sekolah kayak gini, Ras?" Saras mengendikan bahunya. Dia memang tidak paham kenapa Citra memandang seperti sedang mengejek dirinya, "Rambut dikuncir acak-acakan, seragam gak dimasukin, dan apa? Lo sama sekali nggak pake bedak?"

Stay MagicalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang