Haruskah kita menghindar ketika peristiwa buruk akan terjadi? Tidak sama sekali. Kita itu manusia, hanya bisa mengusahakan yang lebih baik bukan?
.
.
.
.*********
Pagi hari yang cerah tiba. Arga membuka matanya perlahan. Rasanya dia ingin tidur saja hari ini. Bolos kata yang paling sempurna dibayangannya. Sejenius, sepintar, atau seteliti apapun, yang namanya manusia pasti akan merasa bosan juga.
"Arga! Bangun sayang! Nanti kamu telat!" suara Victoria memaksanya bangkit dari tempat tidurnya. Dia berdecak kesal, setiap kali dirinya ingin bolos, Victoria selalu selangkah lebih cepat mengatasinya.
Lima belas menit kemudian, Arga sudah rapi dan memilih tidak sarapan karena waktu sudah menunjukkan jam tujuh kurang lima menit. Dia segera bergegas mencari kunci motornya.
"Ga, sarapan dulu!" Victoria berteriak mengingatkan. Akash pun demikian. Tapi melihat wajah Arga yang nampak terburu-buru, mereka memakluminya.
"Udah telat. Aku berangkat dulu!" Arga sudah membuka pintu utama rumahnya, bergegas menaikki sepada motor kesayangannya.
"Iya, hati-hati, sayang!" Victoria berteriak lagi, mengingatkan putra tirinya itu.
*********
Akash menatap nanar hasil tes kesehatan milik Abel yang dipegangnya sekarang. Dia sebelumnya hanya menduga-duga berdasarkan apa yang didengarnya dari perkataan Victoria selama ini. Nyatanya praduga Akash itu benar. Hatinya sakit, terasa sesak seakan oksigen sudah terampas dari napasnya. Haruskah dia menangis sekarang?
Dua bulan yang lalu....
"Kak Akash mau pulang ya? Yeay...Abel senang banget. Nanti Abel punya teman bermain jadinya, Kak Arga nyebelin banget." Abel meloncat-loncat gembira sembari memegang hp ditangannya. Dia sedang memandangi layar hp dengan wajah seorang pria sedang tersenyum manis kepadanya.
"Kenapa memangnya? Kak Arga baik, sayang."
"Enggak, Kak Arga itu nggak seru. Nggak pernah mau kalau Abel ajakin bermain. Ekspresinya aja datar kayak dinding, dingin kayak es batu."
"Loh loh, siapa yang ngajarin Abel bilang kayak gitu hm?"
"Kak Ferly bilang gitu."
"Abel sayang anak baik kan?"
"Iya dong. Pasti."
"Anak baik tidak boleh menghina siapapun, Abel. Janji sama Kakak, nggak boleh bicara begitu lagi ya?"
"Iya iya, Abel janji."
Akash mengernyit heran ketika adiknya terlihat memegangi kepalanya. Gadis kecil itu meringis seperti menahan sakit. Tak lama, cairan berwarna merah pekat mengalir dari kedua lubang hidung miliknya. Akash tercekat, dia benar-benar khawatir saat itu.
"Sayang, kamu kenapa? Abel? Abel?!"
Sambungan tiba-tiba terputus. Akash kebingungan dan linglung. Dia segera menghubungi ayahnya untuk menanyakan keadaan adiknya itu. Berulang kali dia menelepon, tapi tidak ada yang menjawab. Sampai panggilan keenam, baru diangkat.
"Halo, Pah?"
"Akash, ini Mama."
"Mah? Abel kenapa? Dimana dia sekarang?"
"Dia barusan tidur, Kash."
"Tapi tadi dia keliatan pusing, terus mimisan, dan....pingsan?"
"Emm iya, Nak. Sebulan ini Abel memang sering sakit."
"Kenapa nggak dibawa ke rumah sakit, Mah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Magical
Teen FictionSemua memang terasa berbeda ketika kamu hadir dalam kehidupanku. Terima kasih untuk semuanya, kamu adalah suatu hal yang 'stay magical' bagiku selama-lamanya. Aku selalu menyimpanmu dalam hatiku _AGS