Kamu tidak akan pernah bisa menyangkal masa lalu yang pernah terjadi. Sekalipun berat, akan lebih baik menyimpannya dalam memori. Semua itu akan menjadi pelajaran yang berharga dimasa mendatang.
.
.
.
.Flashback
28 Desember 2000
"Hiks...jangan pergi ninggalin Arga, Ma. Arga sayang sama Mama....." Seorang anak kecil itu masih saja memeluk wanita paruh baya yang sudah tak bernyawa itu. Berulangkali ia menyibakkan selimut putih yang menutupi menutupi wajah ibunda tercintanya yang terlihat damai dan tenang.
"Ga, ada Papa sama Tante disini. Ikhlasin Mama pergi, ya." Gibran mengelus-elus punggung putra keduanya itu.
"Pokoknya Mama harus bangun! Mama bangun, Ma!"
"Ayo sama Tante, sayang. Kemari, Nak." Wanita bermata cantik disebelah sang papa merentangkan tangan pada dirinya.
"Nggak mau! Tante jahat! Arga takut, Pa!"
"Arga, jagoannya Papa kok kasar gitu ngomongnya? Tante ini orang yang baik banget loh."
"Iya, kenapa Arga takut sama, Tante? Arga mau ikut Tante beli mobil-mobilan nanti?"
"Arga benci sama Tante! Gara-gara Tante, Mama meninggal."
"Cukup, Arga! Kamu nggak boleh begitu sama Tante!" Bentak Gibran yang akhirnya membuat Arga malah menangis kencang. Tak lama, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun masuk ke dalam ruangan yang serba putih tersebut—menghampiri Arga lalu memeluknya. Menatap sedih dan kecewa pada Gibran—papa kandungnya.
"Ga, kamu harus ikhlasin Mama. Ada Kakak disamping kamu. Katanya Arga mau hebat kaya batman 'kan? Coba inget-inget dulu. Mana ada batman yang nangis di film-film, heum?"
"Nggak ada, hiks...hiks..."
"Makanya, Arga nggak boleh nangis terus. Mama bakalan sedih kalo liat Arga kaya gini. Nah, besok ulang tahunnya Arga, ya? Pasti Mama kasih kado spesial deh dari langit."
"Kado dari langit?"
"Iya. Mama akan ngirim sebuah kebahagiaan besar buat Arga dari sana."
"Kebahagiaan apa, Kak?"
"Eum, apa ya? Kebahagiaan yang paling berharga kalo Arga mau kuat dan semangat buat hidup di dunia. Arga bisa dapetin itu, tapi nggak sekarang."
"Beneran?"
"Iyalah."
"Mama sayang sama Arga 'kan, Kak?"
"Mama selalu sayang sama Arga kapanpun itu."
"Kakak juga?"
"Kakak sayang banget sama Arga selamanya. Udah ya, Arga jangan nangis lagi." Ujarnya tersenyum sembari memeluk erat-erat sang adik. Sedangkan Gibran hanya terdiam. Sungguh tidak percaya putra pertamanya begitu dewasa dan bijaksana membimbing adiknya dengan sabar.
Flashback end
Akash. Akash Ginaldi Sanjaya. Sebuah nama yang mampu mencairkan hati Arga. Sosok yang Arga rindukan kehadirannya, setelah tujuh tahun sama sekali tak bersua. Mereka saling mengobrol pun lewat perantara alat komunikasi. Akash memang tidak pernah pulang ke Indonesia, walaupun sesekali. Hal itu mewujudkan tanda tanya didalam benak Arga. Bukankah Akash berjanji untuk menemaninya? Apa mungkin sekolah dan kuliahnya jauh lebih penting daripada Arga? Arga sendiri tidak tahu.
Ya, Arga berpikiran bahwa semua ini karena ulah Victoria—mama tirinya. Dulu, dialah yang mengusulkan agar Akash menuntut ilmu diluar negeri, seakan-akan dia memang sengaja memisahkannya dengan sang kakak. Namun, Victoria selalu nampak hangat dan perhatian, apalagi selama bertahun-tahun mengenalnya, Arga tahu dia sebenarnya wanita berhati mulia selain kecantikan yang melekat diwajahnya. Tapi memang Arga masih belum sepenuhnya menerima kehadiran wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Magical
Teen FictionSemua memang terasa berbeda ketika kamu hadir dalam kehidupanku. Terima kasih untuk semuanya, kamu adalah suatu hal yang 'stay magical' bagiku selama-lamanya. Aku selalu menyimpanmu dalam hatiku _AGS