SM - 2

61 4 0
                                    

Ketika kamu tidak tahu siapa aku sebenarnya, janganlah menyiratkan suatu hal sesuka hatimu.
.
.
.
.

Saras mendekati seseorang yang tengah fokus dengan bukunya. Dia terlihat sangat serius. Saras masih memperhatikan cowok itu, Arga namanya. Salah satu cowok populer di SMA Dirgantara. Ferly, si Waka OSIS dan tatib itu juga termasuk deretannya, tetapi dalam predikat cowok ganteng paling playboy dan gampang PHP katanya.

Kalau si Arga ini orangnya pasif dalam organisasi, hanya ekstra basket saja. Itupun dia sebagai anggota saja, bukan pengurus inti. Dia sering dipanggil karena lomba disana-sini mewakili sekolah. Sibuknya memang asli untuk ilmu teori pelajaran. Arga itu tampan, berperawakan tinggi, kulit putih bersih, hidung mancung semancung pinocchio, dan beralis tebal. Parasnya nyaris sempurna. Predikat juara paralel tak luput disandangnya sejak kelas X. Dia tidak sedingin cowok-cowok di khayalan para penggemar wattpad pada umumnya. Dia memang cool nan cuek, tapi kadang bisa menjadi lebih ramah dengan senyuman serta candaan yang dilontarkannya.

Saras menghampiri Arga dikelasnya-yang sudah tak ada lagi manusianya selain Arga sendiri-lainya sudah menghilang entah kemana. Dia melirik disamping kiri Arga, ada banyak bunga dan surat cinta. Jelas, dia adalah tipikal orang yang populer-cowok idaman bagi para cewek SMA Dirgantara bahkan juga yang diluar sana pun akan jatuh hati padanya. Tapi Saras sudah menyimpan kekesalannya pada Arga maupun Ferly. Mereka sama saja, terlihat mengesalkan, tidak peduli apakah mereka tampan atau tidak. Dia mengatur napasnya baik-baik, agar tidak meledak saat berhadapan dengannya.

Dasar! Kurang ajar banget juga si Ferly. Ngapain coba hukum gue aneh-aneh! Kalo aja bisa nolak, udah gue tendang tuh kaki sekalian gue lakban mulutnya.

"Eh, kak Arga ya?" Saras mencoba basa-basi. Arga melirik, kemudian menyipitkan matanya. Saras menjadi kikuk, bingung mau apa.

"Apa?" Ucapnya dengan suara berat yang terkesan dingin, kaku lagi. Saras meneguk ludahnya kasar, akan sangat bahaya sebenarnya kalau berurusan dengan orang seperti Arga.

Lah sadis juga ini orang. Baru aja denger suaranya, gue berasa di kutub utara dunia bareng sama pinguin-pinguin tak berdosa itu. Dari Antartika kali lahirnya. Pantesan judes banget.

Arga terus memandangi Saras. Dia menatap matanya dalam-dalam. Seperti memastikan sesuatu. Itu terasa tidak asing, tapi anehnya dia ini orang asing baginya. Lama-lama, tatapan mengintimidasi Arga membuat Saras risih dan terganggu.

"Jangan ngeliatin saya kayak gitu." Arga mengangkat alis kanannya seolah tak paham perkataan yang dilontarkan Saras. "Saya tahu kalo mata saya cantik, tapi gak gitu juga dong natapnya. Kakak seakan-akan mau nyongkel mata saya keluar."

"Ck, gila!"

"Hehe, saya waras. Kalo saya gila mana mungkin bisa sekolah." Arga hanya mengernyitkan dahi, memasang wajah dinginnya. Bukan sifat itu yang membuat Saras takut, tapi permintaan-ah bukan-paksaan si Ferly lah tak bisa dihindarinya.

"Kamu nggak pergi? Mau apa disini?" Kata-kata Arga itu terdengar seperti pengusiran bagi Saras. Dia menahan kekesalan.

"Loh, itu tangannya!"

"Apaan?" Arga mengangkat tangannya. Dia tidak peduli, melanjutkan kembali kegiatannya dengan buku itu. Namun Saras tak kehabisan akal.

Kayaknya hanya itu cara satu-satunya. Sesuai kata Ferly, hehehe...

Saras mengeluarkan cicak mainan dari saku bajunya. Dia ancang-ancang lebih dahulu, lalu melemparkannya pelan sekali agar seolah-olah memang jatuh dari dinding disebelah Arga.

"Astaga! Ish...cicak-cicak..Sialan!" Arga meloncat-loncat geli akan cicak mainan itu. Agak sulit juga mengira itu sungguhan atau tidak, karena memang hampir mirip. Namanya juga orang pobia, mungkinkan akan memastikan itu asli apa tidak?

Stay MagicalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang