SM - 7

13 3 0
                                    

Rasa kecewa tidak akan mudah dikalahkan dengan untaian kata-kata. Karena tanpa aksi, semua terasa omong kosong belaka.
.
.
.
.

*********

"K-kak Ferly?"

"Lo kerja?"

"Hm, iya."

Ferly tidak pernah tahu kalau Saras bekerja selama ini, apalagi di kafe milik sang mama. Tanpa menghiraukan penolakan Saras, dia menyuruh Saras untuk duduk menemaninya. Mereka mengobrol santai, tidak seperti kemarin-kemarin dimana keduanya saling bersiteru. Candaan juga ikut tercipta diiringi gemericik air hujan yang turun.

Sembari mengisap latte-nya, Ferly seringkali mencuri pandang wajah Saras yang membuang muka ke arah lain. Dia dapat memandang dengan jelas parasnya, dengan bola mata seindah itu yang Ferly yakini membuat banyak orang terpesona.

"Kak?"

"Eh, i-iya a-apa?" Kegugupannya tercium oleh mata Saras. Dia seperti salah tingkah, takut Saras tahu dirinya sedang memandangi wajahnya. Saras memicingkan mata cuma sebentar, tak terlalu memusingkan itu.

"Kakak jarang kesini, ya? Kok gue nggak pernah liat?"

"Justru gue selalu kesini tiap malem, Ras. Kamu nggak pernah liat, karena udah pulang. Gue dateng tepat waktu saat Mama nutup kafe."

"Oh, gitu. Ya udah deh, gue ke belakang dulu, Kak."

"Oke."

*********

Arga dan Ferly sudah berada di bandara untuk menjemput Akash. Tapi, sejak satu jam yang lalu, Akash belum kelihatan sama sekali batang hidungnya. Ferly berjalan mondar-mandir kesana-sini, sedangkan Arga hanya duduk tenang.

"Ga?" Panggilnya pada Arga yang tengah duduk, tapi menundukkan kepalanya. Arga mendongak, menatap datar Ferly dengan tatapan 'apa' tanpa bicara sedikitpun.

"Kok kak Akash belum nongol juga, sih?"

"Jadwalnya 'kan bisa mundur, Fer."

"Paling enggak 'kan telpon lo kalau telat, Ga. Biar nggak cemas gini."

Yah, Ferly memang takut jika seandainya Akash tak jadi pulang. Dua tahun yang lalu, dimana saat kedua orang itu sudah menunggu Akash di bandara, ternyata penerbangannya dibatalkan oleh Akash sendiri tanpa menelepon Arga. Tentu, itu membuat Arga sangat kecewa. Dia hampir tak mengeluarkan sepatah katapun dan mengurung diri dikamar.

"Lo jangan mikir yang jauh-jauh, Fer. Kalo nggak balik, ya udah. Biar sekalian menetap aja disana. So simple 'kan?" Ferly tertohok.

Perkataan Arga seakan menyiratkan kemarahan yang dipendamnya sejak dulu. Wajah dinginnya membuat Ferly memilih untuk bungkam. Ferly menoleh. Dia menyadari seseorang yang sekarang tengah berada disamping Arga. Sebuah senyuman lebar tercetak dibibirnya.

"Dek?" Suara itu membuat Arga terdiam, ditambah tepukan pelan dibahunya. Arga mendongak seketika, menatap nanar wajah orang tersebut.

*********

"Serius, Ras? Sumpah demi apa lo kerja di kafe mamanya kak Ferly?"

"Ah, bodo amat. Yang penting gue kerja, nggak ada maksud lain."

"Ras, lo tau nggak info yang baru gue denger tentang kak Ferly?"

"Info apaan?"

"Kak Ferly itu sepupunya kak Arga."

"Telat lo mah. Gue udah tau kali."

"Lah darimana dengernya?"

"Nguping para cabe." Ucapnya seenak jidat.

Stay MagicalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang