TPD - 1. Terbang

14.2K 298 2
                                    

Klik bintangnya 🌟

Happy Reading.

**

Yogyakarta, Indonesia.

"Halo? Setan? Kau sudah dapat izin belum?" Tanya seorang wanita lewat ponsel sambil berteriak memekakan telinga.

Orang yang mendapat pertanyaan hanya diam sambil mengetuk-ngetukkan tangannya di meja kerja miliknya. Menunggu sesuatu yang tak kunjung datang, seperti harapan yang jauh di mata.

"Aku masih berusaha tung-" setelah sekian lama wanita tersebut melamun akhirnya wanita itu menjawab, namun segera dipotong oleh lawannya.

"Sial, jika kau tidak cepat mengurusnya. Kita batalkan saja dan jangan harap kau bisa berbicara atau bertemu lagi denganku!" lalu sambungan diputus secara sepihak oleh wanita diseberang sana.

Agatha Saridevi, memukuli kepalanya sendiri yang sudah berat karena bekerja seharian tambah berat lagi karena izin cutinya tidak segera terealisir oleh pimpinan. Padahal, Gatha bekerja dua tahun non-stop demi liburan panjang yang selalu ia nantikan. Bayangan negeri asing yang menyenangkan memenuhi otaknya. Gatha bertekad akan dan harus pergi ke luar negeri bagaimanapun caranya.

Gatha berdiri dengan angkuh dari kursi kebanggaannya memandang semua bawahannya dengan wibawa yang diangkat tinggi-tinggi, berjalan menuju ke ruangan bosnya dengan langkah yang memelan. Ini akan sulit dan harus dengan akting yang mengagumkan. Gatha membuka pintu bosnya dengan hati-hati.

"Misi! Pak bos! Yuhu!" Gatha mengedarkan pandangan ke segala arah mencari pak bos yang sedari tadi mengamatinya dari kursi.

"Heh! Saya disini! Ngapain cari ke kanan kiri?" Pak bos yang berperawakan pendek dan sok cool itu menatap tajam Gatha yang cengengesan di tempat.

"Salah sendiri cebol." Gumam Gatha yang tidak didengar oleh bosnya.

"Ngapain kau kesini?"

"Cuti pak bos! Saya kerja setiap hari loh, capek ini." Keluh Gatha dengan tidak punya malunya duduk di kursi depan meja kerja bosnya dengan tangan mengipasi wajah.

"Siapa yang mengizinkanmu?" Tanya pak Hermawan yang membuka salah satu berkas.

"Pak! Yaelah! Libur per-minggu nggak saya ambil loh!"

"Kau pikir dua bulan itu waktu yang sedikit Gatha?"

Gatha termenung, dua bulan kan delapan minggu, itu sangat sedikit bagi Gatha. Bayangkan jika liburan per-minggunya dikumpulkan menjadi satu, lebih dari delapan minggu itu. Namun, karena Gatha yang sedang butuh jadi ia memilih diam. Walaupun diam tidak selalu emas.

"Yaampun pak! Saya rela lembur karena bapak nggak masuk waktu itu." Gatha memasang wajah memelasnya sambil mencebikkan bibirnya seperti anak kecil yang ingin menangis.

Tiba-tiba Gatha berjongkok membuat Pak Hermawan terkaget melihat Gatha yang membersihkan sepatunya dengan seragam kerjanya.

"Yaudah! Tunggu, saya yang urus tapi saya tidak menjanjikan apapun." Pak Hermawan yang kecil turun dari kursinya dan meninggalkan Gatha yang gelisah.

Satu jam kemudian Gatha memasuki kamar kos nya dengan wajah lesu sambil menenteng tas kerja miliknya. Ia langsung membuang tasnya sembarangan dan membaringkan tubuhnya diatas kasur sambil menatap langit-langit kamar.

Mutia Adistya, sahabatnya yang sekaligus merangkap sebagai tukang penelfon kurang ajar tadi, melihat itu hanya menggelengkan kepalanya bersabar dengan tingkah Gatha yang terlampaui unik dan sangat gila. Gatha yang melihat Mutia menggelengkan kepala ia berpikir kalau sahabatnya itu sedang mengajak dangdutan. Sehingga Gatha akhirnya ikut menggeleng-gelengkan kepalanya sama dengan tempo salah satu lagu dangdut yang ada dipikirannya.

The Perfect Devil [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang