TPD - 15. Who Am I

447 30 8
                                    

Selamat membaca ^^

--

Berita tentang hubungan Gatha dan Gavin sudah menyebar ke seluruh media. Cetak maupun elektronik. Gatha gelisah tentu saja, karena ini bukan sesuatu yang nyata. Bahkan Gavin berkencan dengan wanita lain di pesta kemarin.

Gatha duduk di ruang kerjanya sambil berpikir. Terlalu mudah baginya untuk mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan namun, dampaknya terlalu merepotkan.

"Jadwal?" Tanya Gavin yang berada didepan meja Gatha.

"Sudah tidak ada jadwal meeting, tuan." Jawab Agatha santai.

"Gavin! Anakku!" Suara auman dari kejauhan membuat Gatha menenangkan jantungnya yang senam tiba-tiba.

Nyonya besar Retha sudah tiba dengan pakaian dan tas berkelasnya. Gatha sedang tidak ingin ribut jadi dia tersenyum ramah seperti biasanya.

"Kau harus lihat berita, sekertarismu ini terlalu kontroversial." Ucap Retha dan Gavin bergegas membuka ponselnya.

Gavin tidak terkejut sama sekali melihat berita tersebut. Menurut Gavin, Gatha sudah tau berita ini karena tampangnya juga menunjukkan raut jauh dari kata terkejut.

"Kau sudah tau ya? Sekertaris kok kaya bos kau ini." Gatha berpikir dimanakah sikapnya yang seperti bos?

Gatha hanya diam saja mendengar celoteh Retha dan jawaban Gavin yang singkat. Entah mengapa Gatha lelah ingin tidur sekarang.

"Seharusnya kalian meresmikan hubungan saja, toh sudah terjadi." Kata Retha yang mendapat pelototan dari Gatha.

Ini tidak benar, batinnya. Mereka orang kaya terlihat seenaknya terhadap orang miskin. Ini namanya deskriminasi sosial atau apalah itu.

"Kalian harus membuat konferensi pers berhubung hubungan kalian menjadi gosip ter-hot." Gavin mengangguk saja dan Gatha juga mengangguk.

Gatha akan menunjukkan yang sebenar-benarnya kepada para netizen hubungan seperti apakah yang mereka jalin.

Retha juga menegaskan bahwa ia akan membuat konferensi pers besok. Perintah nyonya besar ini sungguh diluar jangkauan, memangnya kenapa menjalin hubungan harus ada konferensi pers, batin Gatha.

"Aku harus telfon Marcella." Gumam Gatha.

Setelah banyak omong kosong yang Gatha dengar akhirnya Gavin beserta sang ibu sudah meninggalkannya.

Gatha segera menekan kontak Marcella.

"Halo, Cella celli strawberry."

"..."

"Ketemu sekarang dong bosku."

"..."

Tut.

Gatha segera mengirim pesan teks tempat dimana mereka harus bertemu.

"Hmm, bagus juga." Kata Gatha saat ide cemerlang terlintas dibenaknya.

Gatha juga mulai berpikir tentang berpengaruhnya Gavin dalam dunia ini, sampai semua orang harus tahu tentang hubungan abal-abal Gavin. Pria menyebalkan yang sialnya, tampan.

"Bolos ah." Gatha mengambil tasnya dan kabur dari sana.

Baru beberapa minggu Gatha di New York namun Gatha masih belum pernah berkeliling. Kehidupan ditempatnya dan disini sangat berbeda, kebebasan disini membuatnya sedikit tidak nyaman.

Kafe tempat janjian dengan Marcella terlihat lebih berwarna dari hidupnya. Warna-warni dunia, Gatha belum bisa merasakannya. Hidupnya hanya tentang kerja keras untuk keluarganya, namun sekarang entah apa yang sedang ia lakukan disini.

Ibunya mencemaskannya karena jauh, bahkan udara yang dihirup berbeda. Tiba-tiba Gatha merindukan hidupnya yg dulu, tidak membosankan seperti disini.

"Kesurupan, mati kau!" Marcella duduk dan menaruh tas mahalnya dengan santai.

"Jangan! Nanti yang matiin kamu siapa?" Gatha melirik tas Cella yang terlihat berkilau.

Cella tidak bisa membaca raut wajah Gatha. Mereka tidak sedekat itu untuk saling mengerti satu sama lain.

"Aku mau nanya, Gavin itu siapa sih?" Tanya Gatha dengan raut serius.

"Bosmu lah." Jawab Cella seenaknya, tanpa berpikir.

Gatha mengangguk jawaban Cella memang benar. Gavin bosnya. Gatha menggeleng,

"Bukan begitu. Kok sampai semua media mau-maunya meliput dia. Orang songong terus kadang kaya alay gitu, ih."

Cella tertawa terbahak-bahak walaupun ia tidak mengerti arti kata alay, dari wajah Gatha itu pasti hal yang tidak baik.

"Pewaris utama Kenward yang kaya raya." Cella menyesap minuman milik Gatha.

"Sial dari yang tersial emang ganteng sih dia. Badannya juga bagus." Kata Gatha, Cella tertawa lagi. Entah semua perkataan Gatha ini membuatnya ingin tertawa.

Cella selalu pilih-pilih dalam berteman namun bisa-bisanya dia terjebak dengan wanita muka tebal Gatha. Tidak tau malu, kalau ngomong tidak pernah bisa direm. Jauh dari kriteria seorang teman dari Marcella sang model terkenal.

"Terus? Bilang ke media, biar di grebek massa kau."

Gatha tertawa, "Grebek saja, tidak takut!" Teriaknya membuat semua pengunjung kafe melihat ke arahnya.

"Hahaha, biasa aja kali." Gatha meringis menampilkan senyum yang manis.

Gatha jadi ingin berbelanja saat melihat tas milik Cella. Setelah berpikir lama, Gatha memutuskan mengajak Cella untuk belanja.

"Anterin belanja dong." Gatha menggandeng atau bisa dikatakan menyeret Cella pergi dari kafe.

"Idih, gak mau!" Gatha tidak mendengarnya dan terus menyeret Cella untuk pergi ke mall yang tidak jauh dari kafe.

Cella membenarkan baju dan kacamatanya, sedangkan Gatha melihat dengan takjub mall yang terlihat lebih besar daripada mall di Indonesia.

Gatha mulai berjalan melihat-lihat berapa saja harga umum di mall ini dan bibirnya cemberut.

"Ayo pulang." Kata Gatha.

"Kenapa?"

Gatha melihat harga dan menunjukkannya pada Cella. Cella tertawa, "Ambil saja."

Gatha menggeleng dengan wajah putus asa. Tidak baik membuat teman baru membelikan barang mahal, Gatha juga punya harga diri.

"Mall ini milikku." Kata Cella membuat Gatha tersenyum aneh.

"Ternyata aku misqueen."

Tanpa banyak bicara Gatha mengambil barang yang diperlukan. Tidak peduli harga diri karena teman baru yang punya mall harus dimanfaatkan.

--

"Kau harus dandan cantik untuk besok, dan ingat rencana kita." Kata Marcella.

Gatha mengangguk dengan cepat. Cella melambaikan tangannya dan masuk ke mobil untuk pulang.

Gatha melihat apartemen yang ia tinggali dengan nafas lelah, apartemen didepannya sungguh kumuh. Gatha tidak punya cukup uang untuk memberi uang sewa awal.

Gatha kembali meratapi hidupnya. Gavin yang membawanya kemari malah tidak bertanggung jawab memberinya tempat tinggal. Ia kembali meringis menyedihkan saat melihat hanya ada kasur kecil dilantai.

"Ya, walaupun disana nggak bagus-bagus juga tapi mendingan." Gumam Gatha mengingat kosannya dengan Mutia.

"Sampai kapan Gavin menyiksaku." Gatha tersenyum sedih saat melihat seiris uang yg ia simpan didompetnya.

Mengingat semuanya membuat hatinya sedikit terluka. Harga dirinya juga menghilang sejak saat itu. Semua terlihat suram dalam pandangan Gatha. Seharusnya ia tidak mengingat masa yang sudah lewat.

Gatha menutup dompetnya dan pergi ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Hanya tembok yang mengerti.




Bersambung...

Maafkan akuu lama ga up😭
Vote dan komen jangan lupaa
semoga sukaa


The Perfect Devil [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang