Malam Bertabur Bintang

52 2 0
                                    

Rion telah selesai membersihkan air hujan yang melekat di tubuhnya. Seperti biasa, ia keluar dari kamar mandi hanya menggunakan kaos oblong hitam dan celana pendek rumahan, tak lupa selembar kain handuk yang menyelimuti pundaknya untuk ia gunakan sebagai pengering rambut ala cowok.

Ia menghampiri meja belajarnya dan duduk di kursi putar yang ia beli tiga tahun lalu sebagai pengganti kursi lamanya yang rusak. Ia memutar-mutar kursi itu menggunakan kaki yang menjadi tumpuannya pada lantai. Sebentar saja ia termenung, memikirkan kejadian yang baru saja ia alami bersama 'gadis tadi pagi' nya itu. Ia tersenyum geli saat mengingat kembali momen tertawa bersama dengan Rain, di bawah derasnya hujan. Padahal ia memiliki prinsip tidak akan menunjukkan senyum dan tawanya pada siapa pun yang menurutnya tak perlu untuk mendapatkannya. Apalagi pada gadis-gadis di luar sana. Tetapi pada Rain, itu terasa berbeda. Seolah semua telah diatur dengan rapi, seolah ada sesuatu yang menarik ujung bibirnya untuk tersenyum dan tertawa pada Rain, seolah-olah, sosok Rain merupakan sesuatu yang menarik perhatiannya dari gadis lain di luar sana.

"Rain.."

"Hujan.."

Rion tergelitik kembali saat mengetahui bahwa dirinya yang sangat membenci hujan, bisa bermain hujan bersama seseorang yang memiliki nama ber-artikan hujan.

"Gua kenapa, Tuhan..?" Ucap Rion sambil menyenderkan punggungnya pada senderan kursi dengan senyum tipis yang hinggap di wajahnya.

Hujan telah reda. Namun bayang-bayang di saat hujan terus menghantui pikirannya. Ia pun tertarik untuk berdiri dan berjalan menjauh dari kursinya, menghampiri jendela besar di balkon kamarnya. Untuk apa lagi kalau bukan melihat langit malam yang selalu menjadi favorit di saat suasana hatinya tengah bahagia, sedih, kalut, gelisah, takut, dan bahkan marah sekali pun.

"WAH! Langitnya keren nih! Gilaaa banyak bintang yang nyangkut. Ada Bintang Sirius! Bellatrix!! Berarti? ADA ORION!!! Cakep nih! Gua kudu begadang buat nyari rasi yang lain." Histeris Rion saat melihat langit di malam yang penuh bintang.

Tiba-tiba Rion terdiam.

"Hatchiii.."

SLURPP!!

Rion mengusap-usap hidungnya yang gatal dan tampak memerah. Gawat! Ia terkena flu. Ini pasti karena ia bermain hujan lalu pulang dengan motor yang menerobos derasnya hujan.

"Sial. Gua flu. Ahh.. Ck!" resah Rion.

"Padahal kan langit lagi indah-indahnya, ah gak jodoh banget. Giliran gua sehat, langit kosong. Giliran gua gak fit, langit rame sama penghuninya. Ck!" Keluh Rion

BRRRR..

"Hsss... dingin banget dah.." ucap Rion sambil memeluk tubuh jangkungnya sendiri.

"Gagal sudah proyek kedua gua..."

Rion pun segera masuk, menghindari dinginnya malam yang menusuk hingga tulang. Tak lupa, sebelum ia menutup gorden, dilihatlah balkon kamar Rain hanya sekedar bertanya-tanya 'Apakah ia sudah terlelap?' Jawabannya adalah belum, karena kamar Rain masih diterangi oleh lampu yang menandakan sang penghuni belum berniat untuk terlelap, mengunjungi dunia mimpi penuh imajinasi.

***

Rain sedang memikirkan mengapa dirinya terasa berbeda dari sebelumnya. Ia merasa... aneh. Kejadian tadi membuatnya berpikir dua kali bahwa dirinya mulai merasa nyaman pada orang asing itu. Entah mengapa benaknya berkata bahwa ia harus melupakan masa lalunya yang tak pernah menganggapnya ada.

Posisinya saat ini tengah berada di kursi gantung yang terletak di pojokkan kamar dekat jendela pintu balkon yang tertutup gorden besar. Ia tampak termenung. Memeluk bantal kecil berbentuk Buzz Lightyear pemberian Ara sewaktu dirinya berulang tahun yang ke 14 saat SMP. Kakinya ia angkat sehingga membentuk lipatan di atas kursi. Secangkir coklat panas menemaninya saat ini, beserta dengkuran halus Baron, kucing kesayangannya.

OrionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang