13. Is it happy ending?

4.4K 283 0
                                    

Aku bangkit dari tempat duduk dan melangkah pergi. Sudah tidak ada lagi hal yang ingin kuungkapkan. Sakit hatiku sudah terlampau parah. Aku jatuh cinta berkali-kali. Patah hati berkali-kali. Sialnya, tetap pada orang yang sama. Namun, semua itu tidak membuatku lantas memiliki imun yang bisa menahan sakit hatiku. Rasa sakit itu tetap sama. Tetap perih. Menyayat. Menggerogoti hati seperti rayap yang merapuhkan kayu.

Saat aku sampai ke ruang tengah, tangan Kak Ethan menghentikan dan memeluk tubuhku dari belakang. Tangannya seolah merantai pinggangku, menahanku di tempat.

"Maafkan Kakak, Ria." Suara Kak Ethan menggumam rendah. "Kak tidak tahu kalau Kak sudah menorehkan luka sedalam itu."

Dia memutar tubuhku lalu tangannya membingkai wajahku. Memaksanya mendongak hingga mataku yang berurai air mata bertemu manik hitam jelaganya. "Kak mencintai kamu di saat terlambat. Kak melakukan kesalahan dengan memaksa menciummu." Kak mulai menjelaskan. "Saat kamu pingsan, Nenek memergoki Kakak berada dalam posisi menindih tubuhmu. Nenek sangat marah dan kecewa pada Kakak. Dia menampar lalu mengancam Kakak tidak akan pernah merestui Kakal menikahi kamu kalau selama tiga tahun Kakak masih menghubungimu."

"Nenek ingin kamu punya banyak pengalaman dalam hidup. Dan tidak terpusat pada Kakak saja. Tetapi nyatanya selama tiga tahun ini kamu sama sekali tidak pernah berpacaran..." Dia mengusap air mataku yang mulai berjatuhan, "jadi Nenek menyerah karena perasaan kita ternyata sama."

"Jadi, Kak Ethan memang benar mencintaiku?" tanyaku menuntut penjelasan dengan suara parau.

Dia mengangguk lalu tersenyum, "Sangat mencintaimu..."

"Kakak mau menikah denganku?" kembali menuntut dan tidak akan melepaskan kesempatan memilikinya seumur hidupku.

Kak Ethan mengulum senyum lemah. "Bagaimana kalau setelah kamu lulus kuliah?"

Aku mengambil tempat di sofa, berpura-pura memasang muka cemberut lalu tersenyum setengah menggodanya. "Beneran mau sampai lulus kuliah? Yakin Kakak sabar menunggu empat tahun lagi?"

Kak Ethan mengambil tempat duduk di sampingku lalu dengan penuh kekecawaan. "Aku akan berusaha...."

Aku tertawa mendengar reaksi dan jawabannya yang di luar dugaan.

"Ini sama sekali tidak lucu, Ria," ucapnya dengan muka masam dan aku semakin terbahak-bahak melihatnya seperti anak kecil yang merengus.

Tawaku terhenti, terinterupsi oleh keterkejutan. Kak Ethan mengecup bibirku singkat dan tindakannya itu membuatku membeku sesaat sampai kecupan kedua kembali mendarat di bibirku.

Mata kami bertemu pandang. Aku tidak pernah melihat Kak Ethan menatapku tajam seperti predator dan aku mangsanya. Aku masih terdiam di tempat saat tangannya terangkat dan mengelus pipiku dengan sangat lembut. Sentuhannya yang seringan bulu membuatku bulu kudukku meremang dan mendadak jantung berdetak seperti gemuruh ombak di laut lepas.

Ciumannya sangat lembut dan pelan, seolah ingin menikmatinya secara perlahan-lahan dan saat mata kami bertemu, tidak hanya api gairah yang berkobar, tetapi cinta dan perasaan yang membuatku merasa sangat dicintai.

"Hmm... Boleh Kak menarik ucapan Kakak sebelumnya?" tanyanya menatap ke dalam mataku lurus, "Kakak sepertinya tidak tahan, Ria. Kita menikah secepatnya saja, ya? Tidak usah menunggu empat tahun lagi."

Aku hanya tertawa kecil dan mengecup bibirnya sebagai jawaban lalu melanjutkan mengecup kedua pipi, hidung, dan dahinya.

"Hmm... Ria jangan mancing-mancing," gumamnya di sela-sela kecupan ringanku.

"Apanya yang mancing? Sejak tadi adik Kakak sudah bangun...." Aku melirik bagian menonjol yang tersembunyi di balik celana pendeknya lalu kembali tertawa dan mendadak berhenti ketika mulutnya melumat bibirku.

Ciuman ini berbeda dengan ciuman kami sebelumnya. Ciuman ini mirip dengan ciuman tiga tahun lalu sebelum kepergian Kak Ethan, sebelum... aku mendorong tubuh Kak Ethan ke belakang dengan kuat hingga Kak Ethan terjatuh dari sofa dan mengaduh saat kepalanya membentur ujung meja.

"Ma—maafkan aku Kak!" ucapku panik, membantu Kak berdiridan menyadari keberadaan Nenek yang berdiri dengan wajah gahar tak jauh darisofa hingga membuatku kembali mendorong Kak Ethan    

[END] Not Old Enough... to be your LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang