"Ri, kamu tambah telur mata sapi atau nggak?" tanya Nouval yang kini berada di depan penjual mie ayam.
Tidak menunggu jawabanku, Resti langsung menyahutnya cepat. "Dikasih aja, Val."
Saat Resti sibuk membersihkan meja yang kotor karena saos tomat dengan tisu, mataku menangkap sosok yang selama ini paling kuhindari tetapi anehnya sangat kurindukan hingga bayangannya selalu masuk ke dalam mimpiku beberapa hari ini. Kak Ethan yang mengenakan kemeja batik berjalan bersama seorang pria setengah baya dengan pembawaan yang kharismatik, yang kemungkinan besar menjabat sebagai ketua jurusan atau bahkan seorang dekan.
"Kaget, kan?"
Pertanyaan Nouval yang menarikku dari lamunan segera membuatku mengalihkan pandangan.
"Aku juga kaget lo, Ri. Kemarin saat Kak Ethan ke kelas menggantikan Bu Rumia di mata kuliah mekanika bahan, aku hampir terkejut setengah mati. Aku nggak tahu kalau dulu Kak Ethan ngajar di teksip," jelas Nouval dengan tampang polosnya.
Dari penjelasannya aku bisa menarik kesimpulan. Nouval mengundangku makan siang di teknik sipil karena dia ingin aku bertemu dengan Kak Ethan. Resti mungkin tidak memberitahu Nouval kalau aku sudah bertemu dengan Kak Ethan.
"Nouval!" seru Resti dengan tatapan tajam ke arah Nouval.
Laki-laki yang mengenakan kaos polo putih berkerah itu terkejut dengan kemarahan Resti. "Eh, apa, Beb?"
"Ria sakit itu juga gara-gara Kak Ethan, tahu!"
"EEHH!"
Setelah itu Resti tidak hentinya memarahi Nouval dan laki-laki malang yang kini menempuh pendidikan sarjananya di jurusan teknik sipil hanya bisa meminta maaf padaku sampai mie ayam kami tiba. Selesai makan mie ayam kami duduk di taman.
Aku merasa menjadi obat nyamuk dalam hubungan Resti dan Nouval. Mereka sekarang sedang memadu kasih—baca: berpura-pura bertengkar. Seperti biasa, dengan sikap cerobohnya Nouval membuat kesalahan dan Resti kini seperti ibu garang yang menasehati anaknya dengan omelan panjang.
Aku menghela napas panjang lalu menghadap ke arah lain agar telingaku tidak mendengar ungkapan cinta pasangan bodoh tersebut. Saat aku menikmati kerindangan taman ini, indra pendengarku samar-samar mendengar percakapan dua orang mahasiswi yang sedang menggosipkan dosen baru mereka dan menyebut nama Kak Ethan.
"Eh, beneran nggak sih kalau Bu Rumi sama Pak Ethan itu ada hubungan."
"Dengar-dengar dari senior angkatan 2014, Bu Rumia cerai karena belum bisa move on dari Pak Ethan."
"Eh, kok gitu?"
"Pak Ethan dan Bu Rumi dulu katanya mau nikah terus nggak jadi dan Bu Rumi terus nikah sama orang lain tapi nggak bertahan lama."
"Oh, makanya gosip itu ada."
"Gosip, apa?"
"Katanya Bu Rumi mau nikah."
"Nikah dengan Pak Ethan."
"Nggak tahu, tapi kudengar juga dosen. Jadi mungkin benar Pak Ethan, ya."
Obrolan dua mahasiswi tersebut membuatku membeku di tempat. Dadaku terasa sangat nyeri dan napasku tercekat seakan paru-paruku tersumbat dan tidak dapat memompa oksigen. Aku tidak tahu rasa sakit yang kukira telah menghilang, lenyap tak bersisa itu kembali, secara perlahan menggerogoti tubuhku.
Aku mungkin pingsan akibat serangan panik kalau bukan Resti dan Nouval yang dengan sigap menenangkanku. Wajah mereka tampak memucat dan terlihat sangat ketakutan. Setelah aku tenang dan dapat mengendalikan perasaanku, mereka menghela napas lega seakan separuh bebannya terangkat.
"Ri, nggak usah didengar. Itu cuma gossip," ucap Resti menenangkan sembari menggenggam tanganku, menghantarkan hawa hangat yang perlahan menyebar ke tubuhku yang dingin dan membuatku mengggigil.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Not Old Enough... to be your LOVER
RomanceBagi Daria, Ethan adalah cinta pertama yang membuatnya mampu melakukan hal-hal konyol. Bahkan demi memikat Ethan, dia rela menonton film porno--meskipun secara tidak sengaja. Daria harus memikat Ethan sebelum keberangkatan pria itu untuk mengambil g...