20. Break Time

3K 188 0
                                    

Tiga puluh menit kemudian aku sampai ke tempat janjian. Namun aku tidak melihat kehadiran Kak Ethan. Aku pun lalu mengantri untuk mencari tempat duduk. Lima kemudian aku mendapat tempat duduk dan memesan pesanan makan malamku dan juga Kak Ethan. Sampai hari ini aku masih ingat menu kesukaan dan hal yang tidak disukai Kak Ethan.

"Sudah lama nunggu?"

Pertanyaan dari suara bas itu menarikku dari lamunan. Aku terkesiap melihat penampilan kasual pria yang kini mengenakan kemeja abu-abu. Kak Ethan tampak sangat menawan dengan lesung pipi yang muncul di kala dia tersenyum.

"Baru sepuluh menitan, ini aja baru dapat meja," ucapku sembari mengendalikan debar jantungku yang kini mulai tak keruan.

"Sudah pesan?"

"Sudah, barusan. Pesanan Kakak tahu telur nggak pedas sama jeruk hangat, kan?" tanyaku, memastikan.

Aku berharap preferensi makanan Kak Ethan tidak berubah dan harapanku pun terkabul saat dia mengangguk pelan. Walaupun suasana di tempat makan ini sangat ramai dan berisik, tapi entah kenapa aku dilanda rasa sepi yang membuatku merasa tidak nyaman.

"Kak."

"Ri."

Aku menatapnya sekilas dan melihat senyum kecil tersungging dalam wajah inteleknya.

"Kamu saja dulu."

Aku menarik napas dalam lalu mengaitkan kedua tanganku yang berada di bawah meja. "Kak, tiga hari lalu, aku kan bilang butuh waktu."

Aku meliriknya diam-diam dan tidak melihat adanya perubahan raut muka dalam wajah tampannya. Dengan segenap tekad dan keberanian, aku pun mengutarakan keputusan yang sudah kupikirkan masak-masak dua hari ini. "Aku pengin sampai aku menemukan jawaban, kita break dulu."

Aku melihat sorot kemarahan dalam wajahnya yang biasanya tenang dan jarang menampilkan emosi gelap. "Break?"

"Aku pengin Kakak jangan menghubungi dan menemui aku sampai—"

"Sekarang Kakak nggak ngerti sama pikiran kamu, Ri! Sebelumnya Kakak ngerti kalau kamu nggak mau nikah dalam waktu dekat ini dan Kakak memberi kamu waktu untuk berpikir dan memutuskan. Tapi nggak dengan yang ini. Kenapa Kakak nggak boleh menghubungi kamu?"

Aku tidak menyangka Kak Ethan akan menyela penjelasanku dan menyerangku dengan argumen yang membuatku mati kutu.

"A—aku bingung, Kak."

Kak Ethan menyipitkan mata di balik kacamatanya. "Bingung?"

"Aku nggak ngerti dengan semua ini, dengan apa yang terjadi di antara kita. Aku merasa terlalu cepat dan—"

Aku tidak melanjutkan penjelasanku saat Kak Ethan tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya. Matanya menatapku dengan sorot kemarahan yang membuatku membeku di tempat. Aku tidak menyangka Kak Ethan tidak lagi repot-repot menyembunyikan amarahnya yang sedang meledak.

"Ok, Kakak ngerti apa yang mau kamu katakan, nggak usah dijelaskan lebih panjang lagi."

õõõ

[END] Not Old Enough... to be your LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang