Kalih; ribut

13.9K 1.5K 139
                                    

Wonwoo menggeser tuas persneling ke gigi satu, lamban kakinya melepaskan pedal rem dan mulai menginjak gas. Mobilnya perlahan berjalan keluar dari garasi luas di rumahnya.

Dok!

Dok!

Pria ini sontak menoleh jendela kaca depan bagian samping, kakinya langsung menginjak rem. Seseorang terlihat memukul mukul kaca, mendekatkan wajahnya agar dilihat Wonwoo.

Jihoon masuk ke dalam mobil begitu pintu terbuka. Ia menyibakkan poni untuk sekedar mengelap dahi yang tidak ada keringat.

"Mau ngapain? Katanya tadi mau main basket,"ucap Wonwoo tanpa menatap Jihoon sedetikpun, kembali menjalankan mobilnya meninggalkan area rumah.

"Mau ikut. Nanti anterin ke toko olahraga sebentar ya, Kak. Gue pengen beli bola basket baru,"jawab Jihoon enteng.

Mobil Honda Jazz merah milik Wonwoo telah keluar dari gang perumahan elitnya. Ia tetap fokus menyetir meski jalanan cenderung sepi. Tanpa membalas ucapan adiknya, Wonwoo langsung bergegas menuju bandara.

~

Minghao langsung memeluk kedua kakaknya ketika menemui mereka di tempat yang mereka sepakati. Satu minggu di kota orang membuatnya rindu rumah.

Jihoon beralih memasukkan satu koper besar Minghao ke dalam bagasi mobil. Tubuhnya memang paling kecil diantara yang lain, tetapi tenaga Jihoon yang paling bisa diandalkan —selain Papa.

Mereka masuk ke dalam kendaraan beroda empat tersebut dengan Wonwoo yang tetap menjadi supir, Jihoon di sampingnya, dan Minghao di baris belakang.

"Kepiye acarane, Dek?" Wonwoo membuka obrolan, perjalanan bandara ke restorannya akan membutuhkan waktu tidak sebentar.

Minghao menjawab dengan girang, mengacungkan kedua jempolnya, "Lancar, Kak! Aku bahkan nggak nyangka banget waktu mereka suka sama bukuku. Antusiasnya bikin aku merinding!"

Wonwoo ikut tersenyum ketika melihat reaksi adiknya dari pantulan kaca di mobilnya. Ia mengangguk angguk. Lalu memarkirkan mobilnya di depan restoran.

Semuanya melepas seatbelt yang mengikat tubuh mereka.

"Ayo masuk dulu. Kakak mau cek keuangan sebentar."

Mereka berdua mengikuti Wonwoo masuk ke dalam restoran Korean food, satu dari dua restoran yang dikelola Wonwoo. Sebenarnya ini milik Papa, tetapi karena ada banyak outlet yang tersebar di Nusantara, akhirnya Wonwoo mengambil alih outlet di dalam kota. Sementara Papa mengurus pusat.

"Aku pengin ketemu bosmu! Restoran ini tidak layak dibuka! Bagaimana bisa kalian tidak menyediakan menu yang ada di buku menu?!"

Suara keributan langsung menusuk telinga ketiganya. Tak butuh waktu lama, mereka menemukan sumber suara. Orang orang melihat dan berbisik bahkan manager saja tidak mampu menahan aksi anarkis orang tersebut.

Wonwoo mendekat, sementara Minghao ditahan Jihoon untuk menjaga jarak. Biar bagaimanapun, mereka tak memiliki darah pebisnis yang tanggap macam Wonwoo.

"Eh?, Ngapunten, Mas Wonu!" Manager yang terlihat lebih tua dari Wonwoo itu meringkuk ketika melihat bosnya datang. "Saya tadi sudah mencoba menenangkan tetapi beliau—"

"Oh...," lelaki yang paling tinggi diantara semuanya itu mengangguk paham. "Jadi ini bosnya? Bos yang tidak bisa mengurus restorannya sendiri. Nama saya Aji Mingyu Tamawijaya dan saya tidak puas atas pelayanan restoran Anda."

"Maaf, Pak, atas ketidaknyamanannya. Anda boleh keluar," Wonwoo berkata sopan, menunjuk arah pintu keluar dengan jempol tangan kanannya. "Pintu keluar ada di sebelah sana, silakan."

Choi Squadh [SVT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang