Wonwoo memasuki cafetaria dekat kampus. Hari telah menjelang siang namun pengunjung tak henti datang. Terkadang, Wonwoo minder kala mengunjungi cafe atau restoran yang selalu ramai. Tapi, kali ini berbeda. Matanya memicing mencari sosok raksasa hitam manis yang ditakdirkan Tuhan menemuinya sekarang.
Dengan wajah kusut, Wonwoo menghampiri meja di sudut ruangan dengan dua kursi, cocok untuk sepasang kekasih. Ia melempar tasnya pelan, kemudian menopang dagu dengan kedua lengannya malas.
Mingyu terkekeh, mengelus pucuk kepala Wonwoo penuh perhatian, "Lho, pacarnya Mingyu kenapa ini?"
"Bete, Ji."
Karena paham keadaan Wonwoo (kalau Mingyu bertanya lebih lanjut, bisa bisa terjadi perang dunia ketiga) akhirnya Mingyu langsung saja memesan kopi latte kesukaan Wonwoo dan cappucino kesukaannya. Selanjutnya, ia mengeluarkan selembar kertas dengan coretan - coretan tangan Aji Mingyu Tamawijaya, "Sesuai dengan apa yang kamu minta, Tuan Puteri. Keadaan resto baik, semua fasilitas ndak ada yang perlu diganti."
Wonwoo menegakkan tubuhnya, mengambil kertas yang Mingyu sodorkan. Ia meneliti dengan sasaran —dengan kedua bola mata yang mulai terbiasa membaca tulisan nggak bagus bagus amat milik kekasihnya, "Hm, oke. Kamu cek semuanya kan?"
"Aku ndak cek bagian keuangan, mana berani aku," Mingyu menyernyih memperlihatkan taring menggodanya, "kamu mau ke resto nanti sore?"
Tidak lama, pelayan datang membawakan pesanan mereka berdua. Wonwoo langsung menyeruput gelas yang tampak segar tersebut, ia lantas mengangguk atas pertanyaan Mingyu, "Iya, rencana sih aku ke sana."
"Mau aku temenin?"
"Ndak usah," Tangan mungil Wonwoo meraih tangan besar milik Mingyu, lalu menatap lelaki tinggi di depannya dengan penuh terimakasih, "makasih ya kemarin - kemarin kamu udah mau bantu cek resto."
Yang di depannya hanya tertawa kecil, mengelus punggung tangan lembut Wonwoo yang sangat ia puja, "Aku seneng bisa bantuin kamu."
***
Minghao mengeringkan rambut basah sehabis keramasnya dengan handuk. Ia memasuki kamarnya lalu menyalakan notebook kecintaannya yang isi di dalamnya adalah semua karya Minghao sejak ia menginjak jenjang sekolah menengah pertama. Sepertinya, ia harus menyelesaikan segera cerita pendek horor yang ia targetkan masuk salah satu majalah yang cukup favorit.
Namun ketika membuka ponsel untuk mengecek alur yang ia tulis di word ponselnya, notifikasi pesan email langsung terpampang di lockscreen.
Merah Muda
1.33 pmHai, aku merindukanmu, hahaha. Bagaimana keadaan Jun? Ah, padahal aku ingin sekali menjenguk lelaki tampan idamanku itu. Tapi, nyaris setiap hari kau juga kesana. Tidak lucu jika kita membuat keributan di rumah sakit kan?
Maaf, ya, Jun harus mengalami kecelakaan karena ulahku, hahaha. Kamu sih, nakal, aku kan sudah bilang jauhi Jun, kau keras kepala. Minghao, demi apapun, mundur saja. Lelaki kurus sepertimu tidak akan bisa membuat Jun puas, paham?
Habis sudah kesabaran Minghao. Ia tidak apa jika harus diteror terus menerus, asal tidak menyuruhnya menjauhi orang yang jelas jelas ia sayangi. Jelas saja, Minghao tidak bisa dan tidak akan pernah bisa. Siapapun si merah muda ini, Minghao bersumpah tidak akan menjauhi Jun apapun keadaannya.
To: merahmuda@wmail.com
Lakukan apa yang kamu sukai, karena aku tidak akan menjauhi Jun sampai kapanpun.
Minghao melempar ponselnya ke ranjang. Ia duduk di tepian, menatap pantulan bayangannya di cermin tepat di hadapannya. Ia terdiam beberapa waktu sembari bergumam tidak jelas, "merah muda.. merah muda.. pink.. Pinky?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Choi Squadh [SVT] ✔
FanfictionChoi Seungcheol dan istrinya, Choi Jeonghan sudah menikah belasan tahun dan hidup tentram di Kota Istimewa Yogyakarta. Mereka dikaruniai enam orang anak laki laki cantik yang semuanya lebih mirip gen sang Mama. Memang iya, semuanya lelaki cantik nan...