Seungkwan membuka pintu rumah setelah tidak butuh waktu lama memarkirkan mobilnya di garasi. Angin malam berganti angin ac, membuat tubuh Seungkwan berkali lipat ingin segera menceburkan diri ke bathup.
Matanya langsung menemukan tiga sosok sedang berbincang seru seraya menonton televisi. Ia meletakkan bungkusan banana nugget di atas meja makan, sebelum si bungsu berlari dan langsung merebutnya —membuat Seungkwan terkekeh kecil. Ia lantas bertanya ketika menyadari tidak ada kehidupan selain di ruang yang sedang ia pijak, "Yang lain kemana?"
Jisoo terdiam bingung, kemudian melemparkan pandangannya ke Jihoon yang juga tidak tahu apa-apa.
"Belum pulang?" Seungkwan mengurungkan niat ke kamar lebih cepat. Ia duduk di sofa, bersebelahan dengan ketiga adiknya.
"Mama..."
Seungkwan menggeleng, membuka salah satu stoples di atas meja berisi camilan kerupuk singkong dan mulai memakannya, "Enggak - enggak, bukan mama papa, kakak juga tau mereka kerja. Maksudnya itu tuh, Minghao sama Wonwoo."
Jisoo dicolek sama Jihoon, membuatnya melotot sebal dan mau tidak mau menjawab pertanyaan kakaknya, "Tadi Shua chat Minghao jam empat. Katanya sih segera pulang, cuman belum pulang juga. Shua nggak tahu. Mungkin mendadak ada urusan penting."
Seungkwan manggut-manggut. Ia melirik jam dinding besar, tersenyum kecil, "Sekarang udah jam sembilan lewat, Minghao kemana ya?"
Ketiganya menggeleng. Bedanya, Jisoo dan Jihoon dengan wajah tegang karena takut dimarahi Seungkwan (karena tidak memperdulikan adik-adiknya), dan Chan yang asik menyantap sang pisang favoritnya.
"Chan, Chan ke kamar sana, udah malem banget ini, lho. Kalau mau bawa aja semua banana nugget-nya, kakak-kakakmu semuanya udah kenyang."
Mimik Chan berbinar, dengan senang hati ia membawa dua kotak sang pisang pergi hingga tak bersisa di atas meja. Sementara Jisoo dan Jihoon hanya menatap dengan raut memelas, mereka kan juga mau hiks.
Seungkwan melirik kantung plastik lain yang sedari tadi anteng duduk di atas meja, melambai-lambai hingga berhasil menarik perhatian Seungkwan, "Itu plastik isi apa?"
Jihoon terkejut, diambilnya kantung tersebut, "Eh? I-ini obat buat Minghao, kak. Mama yang nitipin."
"Kalau Minghao kehabisan obat gimana? Kamu nggak usaha chat dia lagi apa?"ujar Seungkwan dengan nada memrotes.
Yang ditanya menciut, ia hanya meneguk ludahnya tak berani menjawab apa-apa.
Decakan keras keluar dari bibir Seungkwan.
Tiba-tiba, di keheningan, suara pintu dibuka menyita seluruh perhatian. Sesosok pria tinggi dengan tubuh kurus masuk dengan senyum lebar di bibir tipisnya. Ia menghampiri barisan para kakak, lalu mencium tangan mereka satu persatu, "Maaf kak, Minghao pulang malem."
"Habis darimana kamu?"
Minghao nyengir, ia mengaruk tengkuknya, menjawab dengan semangat empat lima serta kepolosan yang tinggi, "Habis dari rumah pacar aku kak."
Andai kalau Jisoo dan Jihoon bisa nepuk dahi masing-masing, mereka sudah melakukannya. Sementara Minghao baru tersadar setelah melihat ekspresi asem dua kakak lainnya. Minghao menyesal berucap enam kata barusan.
Seungkwan tergelak, adiknya bisa selancar itu berkata tanpa rasa bersalah sedikitpun, "Tau ini jam berapa? Emang pantes ya pacaran seharian gitu? Nggak sekalian pulang besok pagi aja?"
Minghao menunduk dengan tubuh berdiri tegap. Perasaannya berubah seratus delapan puluh derajat. Tidak mungkin Wonwoo menyelamatkannya untuk yang kedua kali.
![](https://img.wattpad.com/cover/153905975-288-k712792.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Choi Squadh [SVT] ✔
FanfictionChoi Seungcheol dan istrinya, Choi Jeonghan sudah menikah belasan tahun dan hidup tentram di Kota Istimewa Yogyakarta. Mereka dikaruniai enam orang anak laki laki cantik yang semuanya lebih mirip gen sang Mama. Memang iya, semuanya lelaki cantik nan...