Jihoon datang lebih awal dari anggota UKM lainnya. Kelasnya sudah selesai, daripada pulang, ia berpikir untuk langsung mengambil peralatan bermain kasti; bola dan tongkat andalannya.
Tubuh Jihoon memang paling pendek di antara yang lain, tapi hanya ia yang menyukai olahraga sehingga memutuskan untuk mengikuti UKM olahraga —yang cukup terkenal— di universitasnya. Dari semua olahraga, Jihoon paling menyukai kasti entah mengapa.
Jangan mengganggu pemuda ini jika tidak ingin berakhir dengan kepala memar karena dicium manis dengan tongkatnya. Jihoon akan asik sendiri dan lupa waktu —kemudian telepon berisik dari Seungkwanlah yang menjadi alarmnya.
Karena waktu berkumpul sepuluh menit lagi, sembari menunggu teman temannya, Jihoon bermain berdua dengan teman satunya.
Awalnya memang berjalan mulus. Tangkapan Jihoon tidak pernah meleset. Kadang, Jihoon yang akan menjadi pemukul dan terlihat seperti pemain handal dengan segala pesonanya. Tingkat kharismanya akan meningkat ketika ia mengusap peluh di pelipisnya.
Tak!
"Jihoon! Bolanya kena orang!"pekik teman Jihoon yang lebih tinggi darinya.
"Gue aja yang ke sana, lo di sini aja."
Jihoon panik dan langsung menghampiri korban salah pukulnya itu. Karena jika terjadi apa apa, ia lah yang dijadikan tersangka. Jihoon merutuki dirinya dan menanyakan bagaimana bola kasti itu berbelok ke arah lain.
Dengan kikuk, Jihoon mendekat, tetapi langkahnya terhenti tepat di depan pemuda yang meringis kesakitan di bangku tribun penonton, "Ma-maaf—"
"Matamu picek'a ?! Loro tenan ya Gusti,"[1]
"Ya kan aku wes minta maaf," Jihoon memberanikan diri mengusap memar tepat di dahi pria ini.
Namun kemudian ia hanya bisa terbengong dan menarik tangannya lagi. Kalau bukan karena salahnya, Jihoon ogah sok akrab dengan pria super sipit ini —ya Tuhan Jihoon kau harus mengaca—. Waktunya terbuang sia sia.
"Liat memar? Nggak ada niatan bawa aku ke UKS?" Masih meringis, Soonyoung menatap wajah Jihoon yang penuh dengan ekspresi tak terbaca.
Jihoon sigap mengangguk dan kembali mengulurkan kedua tangannya untuk menuntun pemuda yang lebih tinggi darinya ini.
***
Langkah kecil Jihoon semakin kecil saja ketika membawa wadah yang diisi separuh air dan handuk kecil yang sengaja disediakan oleh UKS dengan hati hati. Mulutnya tidak henti mengucapkan sumpah serapah betapa sialnya ia hari ini.
Ruangan laki laki dan perempuan memang terpisah, dan untung saja bagan laki laki hanya ada pemuda —lemah— itu. Jihoon menyibak tirai peach dan terpampanglah wajah kesakitan yang terasa seperti dibuat buat.
Jihoon memeras handuk yang sudah dicelupkan ke air hangat, lalu menepuk tepukan ke bagian memar kepala pemuda itu.
"Diemin aja handuknya di kepala aku, dari pada kamu tepuk tepuk, malah sakit,"ucap Soonyoung sedikit kesal. Wajar saja ia memberi solusi, tepukan handuk lembut Jihoon lebih terasa seperti pentungan dari tongkat kastinya.
Jihoon mengikuti. Ia meletakkan dengan manis handuk biru muda itu di dahi Soonyoung. Karena merasa tugasnya sudah selesai, senyumnya kembali mengembang. Ia bersiap meninggalkan UKS.
"Loh? Mau kemana?"
Merasa dipanggil, Jihoon berbalik badan. Jari telunjuknya menunjuk pintu, "Balik ke lapangan. Tugas gue udah selesai, kan? Gue nggak harus nunggu lo sampe sembuh, kan?"
Soonyoung sedikit mengangkat tubuhnya agar bisa melihat sang lawan bicara, "Kamu ini anak mana sih? Bisa bisanya ninggalin korban sendirian."
Habis sudah kesabaran Jihoon. Ia berjalan menghampiri Soonyoung lagi, dengan hentakan kaki lebih dominan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choi Squadh [SVT] ✔
FanfictionChoi Seungcheol dan istrinya, Choi Jeonghan sudah menikah belasan tahun dan hidup tentram di Kota Istimewa Yogyakarta. Mereka dikaruniai enam orang anak laki laki cantik yang semuanya lebih mirip gen sang Mama. Memang iya, semuanya lelaki cantik nan...