0.3 | Do'a di Keheningan Malam

3K 360 11
                                    

Haiii! Selamat membaca dan maaf jika terdapat typo(s) 🙏

Semoga kalian bisa suka, menikmati, dan ikut jatuh cinta dengan kak Arkan di cerita ini

Instagram : im.hyera

***

"Khai! Khaira! Berita penting, Khai!" seru Angel, salah satu teman Khaira selama bekerja di tempat Bu Ros.

Khaira memberi kode Angel untuk diam sejenak karena ia sedang berbicara ditelpon dengan salah satu pelanggan penting.

Usai sambungan telpon terputus barulah Khaira menyahuti seruan Angel. "Ada apa, Ngel?"

"Gue denger-denger Om Anton mau ke sini, Khai! Terus kalau gue tadi nggak salah nguping, Bu Ros sempet nyebutin nominal uang gitu. Feeling gue sih bisa jadi ada anak sini yang mau dijadiin ceweknya."

Ia membuang nafas sebal. "Berita kayak gitu penting, Ngel?"

"Ya penting buat gue, lah! Om Anton kan udah kaya, tajir, available lagi! Makanya anak-anak lagi pada sibuk dandan semua. Duh, Khai, yang operator kayak kita berdua gini kira-kira dilirik nggak ya? Gue mau dandan seksi juga tapi kan malu kalau gak dilirik."

"Yaudah kalau malu ya nggak usah dandan," tegas Khaira.

Bibir Angel mengerucut. "Ah, sebel! Masa respon lo gitu doang sih, Khai?"

***

Pukul setengah delapan malam, Khaira sudah siap-siap untuk tidur. Terasa begitu menyenangkan karena minggu ini ia hanya mendapat jadwal pagi sampai siang. Itu artinya ia tidak perlu mendengar begitu lama suara dentuman musik atau godaan pelanggan dan 'yang melayani'.

Risih memang.

Di umurnya yang baru akan menginjak 20 tahun, ia harus mendengarkan sesuatu yang tidak seharusnya ia dengar. Dan itu semua berasal dari tempat kerjanya.

Kalaupun aku keluar, apakah ada majikan yang sebaik Bu Ros? Dan adakah yang menerima lamaran pekerjaan untuk orang buta sepertiku?

Drrrt ... drrrt ....

Handphone jadul Khaira bergetar. Tangannya menggapai nakas untuk mengambil handphone.

"Halo, ini siapa, ya?"

"Teteh, ini Kia."

"Kia? Kamu bisa telpon teteh dari mana? Handphone siapa?" tanya Khaira bertubi.

Maklum saja, mereka keluarga yang berekonomi kelas bawah dan hanya Khaira yang memiliki handphone. Itu pun versi jadul dengan ukuran mini yang hanya bisa dipakai telpon serta SMS. Barang milik Umma yang diberikan Baba ketika istrinya meninggal. Sedangkan handphone Baba sendiri telah dijual untuk membayar utang.

"Kia dapet rejeki, teh. Uangnya Kia beliin handphone. Teteh kumaha, damang?"

"Damang. Kamu sendiri, Kia?"

"Kia mah baik, teh. Tapi Baba setiap tidur kayak gelisah gitu. Nanyain teteh mulu kalau bangun."

"Baba sekarang di mana? Teteh mau ngomong."

"Baba udah tidur. Tapi tadi Baba sempat bilang, kalau beliau khawatir teh Ira di Jakarta kenapa-napa. Mungkin itu yang buat Baba kepikiran teteh sampai ke bawa tidur dan gelisah terus."

"Yaudah, bilang ya kalau teteh di sini baik-baik aja. Baba do'ain aja supaya kerjaan teteh lancar. Oh ya, Kia, uang yang sudah teteh kirim, sebagian kamu tabung untuk kuliah kamu, ya."

(Im)perfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang