0.2 | Patah Hati

3.5K 393 21
                                    

Haiii! Selamat membaca dan maaf jika terdapat typo(s) 🙏

Semoga kalian bisa suka, menikmati, dan ikut jatuh cinta dengan kak Arkan di cerita ini

Instagram : im.hyera

***

Jam pada dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Namun tidak ada sedikit pun tanda-tanda laki-laki itu akan meninggalkan kafe dengan segera.

"Bos! Ini mau lo yang kunci kafenya atau gue aja?"

Jordi, salah satu pegawai kafe yang sudah dekat sekali dengan laki-laki itu menghampiri bosnya.

Ia mengernyit, mendapati bosnya yang justru masih sibuk menghias cupcake buatannya sendiri.

"Banyak banget. Udah malem gini siapa yang mau makan manis-manis, bos? Bikin sakit gigi aja!"

"Berisik lo. Pulang, ya tinggal pulang. Kafe biar gue aja yang kunci. Udah sana, hush!"

"Aish, gue diusir. Duluan, ya, bos! Patah hatinya jangan lama-lama."

"JORDI!"

Pegawai kafe itu hanya nyengir kuda dan berlari keluar kafe secepat mungkin sebelum bosnya memberikan 'pembalasan'.

Sepeninggal Jordi, kafe kian terasa sepi karena hanya tinggal Arkan seorang di dalamnya.

Keluarganya bilang, jika ada masalah, maka hanya Arkan yang memiliki 'pelarian' yang dapat membuat perut kenyang. Ia 'melarikan diri' dengan memasak sebanyak apapun sesuka hati, termasuk untuk urusan cinta.

Patah hati hal yang wajar dalam urusan percintaan. Tapi tidak wajar bagi Arkan untuk kasus merah jambunya saat ini.

Apa ada orang yang dengan sepihak memutuskan rencana pernikahan hanya karena ia yang pandai memasak?

Arkan benar-benar tidak mengerti jalan pikiran kaum hawa. Khususnya gadis yang sudah ia taksir diam-diam sejak umur 10 tahun, Freya, teman SDnya.

Freya mengatakan dengan makna 'tersirat' di muka umum kalau ia tidak bisa melanjutkan pernikahan mereka yang tinggal sebulan lagi.

***

Saat itu, tepat sekali Arkan sedang berada di kafenya dan memakai celemek guna menggantikan salah seorang chef yang sakit. Karena area dapur dapat di'intip' sedikit dari meja kasir, itulah kali pertama Freya melihat pekerjaan Arkan. Ia yang sedang membayar pun terkejut bukan main.

"Ka--kamu?"

"Hai, Freya!" sapa Arkan hangat.

"Kamu udah lama kerja di sini?"

"Kafe ini milikku. Sekalian rangkap jadi chef dadakan kalau ada yang izin. Maaf lupa kasih tau."

Freya masih tetap memandangi Arkan dengan ekspresi tidak terbaca.

"Ya? Freya?"

"Jadi pekerjaanmu bukan di kantor? Aku kira kamu itu--maaf, Ar. Aku gak bisa."

"Apanya yang gak bisa?"

"Kamu bisa masak, kan?"

Arkan mengangguk.

"Kamu juga nggak bekerja di kantor, kan?"

Kalau saat itu Freya sudah sah menjadi istrinya, tentu Arkan tidak akan sungkan untuk mencium pipi menggemaskan miliknya. "Iya, Freya. Apa lagi yang kamu mau tau, hum? Aku akan jawab."

(Im)perfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang