Dia mengajakku ke pantai. Dia meminta izin kepada nenek untuk membawaku ke pantai.
Hari itu kami libur bekerja. Dan menyempatkan waktu untuk mengisi waktu kosong kami dengan pergi ke pantai. Dia mengajakku pergi ke pantai yang sama. Pada waktu yang sama pula. Waktu senja. Pantai dimana aku pertama kali melihatnya. Pantai dimana pertama kali seorang Fatiya Kharisma gadis tak berguna merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia mengajakku ke tempat itu.Ombaknya masih terlihat sama. Rebut riuh dan terkadang diam tanpa suara. Burung camar pun tetap saja terbang menghiasi langit senja.
Hembusan angin pantai yang mendayu-dayu. Susana senja ini masih sama. Di pantai. Tapi satu hal yang membuatku kembali teringat hal yang berbulan-bulan lalu ku impikan.
Tentang bertemu kembali dengan seseorang yang telah menawan hatiku sore itu. Seseorang yang telah memenjarakan telingaku dengan suara merdunya. Dan seseorang yang membuatku jatuh cinta.Sore ini, aku membuktikan perkataanku. Dan aku tidak percaya, karena seseorang itu sekarang datang kembali dan dipertemukan lagi denganku. Dengan hal yang berbeda, tapi masih sama dengan perasaan kali pertama aku melihatnya. Aku mencintainya pada pandangan pertama. Dan kali ini cintaku tumbuh semakin lebat. Semakin dalam. Semakin tajam bahkan bisa membunuh siapa saja orang yang akan merenggut cinta dari hidupku.
Aku bercerita kepada kak Faisal tentang bagaimana aku bisa melihatnya pertamakali. Dan bagaimana cinta pandang pertama itu dimulai.
“Taukah kak? Aku pernah melihatmu di pantai ini.” Aku mengatakan hal yang pernah ku alami.
“Melihatku? Kapan?” dia Nampak heran dan kebingungan.
“Iya. Aku pernah melihatmu disini. Saat itu sore hari. Tepatnya sudah berbulan-bulan lamanya. Sore itu, hari pertama aku mengenalmu lebih baik sebagai tetangga.”
“Memangnya kamu nggak tau kalau aku tetanggamu?” dia menertawaiku dan juga dia heran. Pasti dia berfikir bahwa aku ini tidak mengenal siapa-siapa di desa kami.
“Sebenarnya aku tau yang namanya Faisal Nugroho si atlet voli itu. Tapi aku tidak begitu mengenali wajahmu. Jadi aku tidak tau bagaimana dan seperti apa seseorang yang bernama Faisal Nugroho itu.”
“Jadi kamu sekarang sudah tahu kan siapa Faisal Nugroho itu?” dia balik bertanya.
“Hahaha.” Aku tertawa keras sore itu.
“Kenapa tertawa?” sore itu dia selalu Nampak bingung dengan tingkahku.
“Aku tertawa karena. Kakak mau tau aku tertawa karena apa?”
“Iya lah. Tidak ada hal yang lucu dan kamu tertawa?”
“Begini ceritanya. Dulu sore itu aku melihat seorang lelaki tampan sedang bermain gitar dan dia juga mengeluarkan suara emasnya. Dan aku saat itu langsung jatuh hati padanya. Coba bayangkan. Perempuan mana yang tidak jatuh cinta dengan laki-laki semacam itu.”
“Jadi kamu jatuh cinta dengan dia?” kak Faisal Nampak kesal.
“Dengerin dulu... belum selesai.”
“Terus?”
“Lalu dia tetap duduk di sebuah bangku pinggir pantai. Dia selalu menyanyikan lagu yang membuat hatiku meleleh akan suaranya. Sore itu aku juga memandangnya. Aku juga terus melihatnya. Kan ini peluang juga. Aku berharap sore itu bisa bertemu dia lagi. Aku akan menanyakan apakah dia juga mencintaiku pada pandangan pertama. Aku yakin dia dahulu juga ,diam-diam memandangku.”
“Lalu apa gunanya aku disini?”
“Kakak berada disini adalah. Kakak sudah mewujudkan semua angan ku sore itu.”
“Maksudnya??” dia Nampak bingung setengah mati. Hampir saja aku menertawainya.
“Yang aku maksud, laki-laki itu adalah Faisal Nugroho. Laki-laki pecinta musik dan olahraga, yang sore itu aku mencintainya pada pandang pertama.”
“Aku?” dia Nampak kebingungan.
“Hahaha, sudahlah kak. Intinya sekarang aku sudah datang ke sini lagi. Dan sekarang kamu juga sudah mewujudkan anganku sore itu. Datang kesini lagi dan bisa melihatmu. Dan yang ku dapat malah aku bisa dekat denganmu. Ini sebuah anugrah untukku.”Dia tersenyum dan berkata “Kelak jika aku adalah imam mu. Akan ku jadikan lautan ini sebagai tempat muara kita. Namun jika tidak. Mungkin aku akan selalu mendatangi tempat ini untuk bisa melihat berjuta senyummu disini.”
“Jangan begitu. Kau sudah seharusnya menjadi pemimpinku kelak. Jangan pergi.”
“Kita tidak tahu bagaimana suratan takdir itu berjalan. Sekarang aku hanya ingin membahagiakan dirimu. Sudahlah mari kita lihat sejuknya pantai sore ini.”Sore itu kami menikmati setiap suara ombak yang gemuruh. Kami nikmati pemandangan burung camar yang berterbangan ramai.
Kami menikmati segala yang disuguhkan oleh sang maha kuasa di pantai itu. Aku bahagia, aku bersyukur bisa memilikinya. Aku tak menduga. Orang sepertinya akan melukai hati wanita dengan tanpa alas an begitu saja.
Kalau saja aku tidak sebegitu percaya pada ucapnya, pasti aku tidak akan jatuh. Sejatuh jatuhnya.