십일 ● Sebelas (1)

258 43 16
                                    

"Aku hampir membunuhnya...."

Changsub terus menyembunyikan wajahnya diantara kedua lutut. Ia meremas-remas rambutnya. Dia sangat kacau. Perkataan dokter di rumah sakit tadi tak bisa hilang dari kepalanya.

Seorang pemuda tampan masuk ke kamar itu dan menghampiri Changsub yang frustasi di sudut ruangan. Ia ikut duduk di sampingnya sambil menepuk-nepuk kepalanya. "Subie, ini aku, Minhyuk. Gwaenchana, eoh? Dia tidak apa-apa, dia baik-baik saja. Dia masih hidup. Berhentilah menyalahkan dirimu."

"Hyung... dia... dia tak bernapas di tanganku.... Dia lemas... dokter bilang dia hampir tak selamat... Hyung, ini karena aku yang bodoh, karena skateboard-ku...."

Minhyuk menghela napas berat. Changsub tampak sangat terguncang akan kejadian itu. Dia terus-terusan mengurung diri dan menyalahkan dirinya. Ia tidak mau makan dan terus menangis seperti anak-anak selama beberapa hari.

Meskipun sebenarnya Sungjae benar bisa bertahan dan keadaannya pun semakin membaik dari hari ke hari. Orang tua Changsub membayar semua biaya perawatan dan bahkan memberi sejumlah uang kepada satu-satunya keluarga anak itu yaitu neneknya. Namun di sisi lain, Changsub mengalami trauma hebat karena kejadian tersebut. Ia mengalami demam tinggi di hari ke delapan pasca kejadian. Orang tuanya panik, begitu juga dengan Minhyuk beserta teman-teman skaternya.

Setelah hari-hari yang menegangkan berlalu, Changsub tidak mau menyentuh skateboard lagi. Teman-temannya juga tak lagi mengajaknya bermain. Mereka hanya akan berkunjung ke rumah dan sesekali bermain komputer bersama atau menonton. Dokter telah memvonis Changsub mengalami trauma, dan ia sebaiknya tidak diingatkan akan kejadian yang menjadi penyebabnya itu. Di masa remajanya, Changsub kehilangan sesuatu karena insiden tak disengaja: separuh hidupnya yang tinggal bersama papan luncur.

Tak lama setelah itu, orang tua mereka memilih pindah ke Jinhae untuk pemulihan Changsub. Kota itu adalah kota kecil yang damai, berbeda jauh dengan Seoul yang penuh hiruk pikuk metropolitan. Semakin lama, Changsub semakin lupa dan benar-benar melupakan tentang hari itu. Traumanya yang membuat memorinya menghapus sendiri. Apalagi Minhyuk, sahabatnya, sudah lulus sekolah dan sibuk berkuliah di kampus terhebat se-Korea Selatan, Seoul National University. Cerita mereka tentang papan luncur berakhir perlahan.

Tetapi di Seoul, Sungjae kecil berusaha menemukan Changsub. Ia tahu segala yang terjadi, tapi ia sama sekali tak menyalahkan Hyung yang sangat ia kagumi itu. Semuanya adalah murni kecelakaan, dan perasaannya terhadap Hyung itu masih sama: ia akan selalu mendukungnya.

Namun mendengar kabar trauma Changsub dan kepindahannya membuat Sungjae bersedih bukan main. Apalagi para pemuda lain juga tak sekalipun berkumpul lagi di lapangan setiap sore seperti yang mereka lakukan. Ia balik menyalahkan dirinya sendiri.

"Changsub Hyung berhenti bermain skateboard karena aku...."















Lima tahun berlalu sejak kejadian itu. Sejak terakhir Changsub berada di rumah sakit untuk mengantar seseorang. Mendorong ranjang dari ambulans ke UGD dengan sangat panik sambil terus berharap anak yang terbaring di atasnya mampu bertahan. Di sampingnya, Ilhoon terus menyebut namanya.

"Sungjae-ya, bertahanlah!"

"Yook Sungjae, bertahanlah!"

Changsub terkesiap. Ia mendengar suaranya sendiri dari memori yang entah tertinggal di mana. Ranjang dengan pemuda yang kesulitan bernapas itu melewati pintu yang hanya boleh dimasuki dokter dan pasien. Changsub hanya bisa berdiri menunggu, begitu juga Ilhoon. Namun, Changsub seperti tak asing dengan pemandangan ini.

Roda-roda kecil yang berputar... Itu roda-roda papan luncur yang bergesekan dengan lintasan licin.

Poster kompetisi...

Suara panggilan... Suara yang memanggilku "Hyung"

Sepeda...

Aspal...

Seragam sekolah... Seragam sekolahku yang membalut tubuhnya.

Dokter....

Yook Sungjae.

Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika menyadari bahwa saat ini, ia kembali membawa orang yang sama ke rumah sakit. Yang lima tahun lalu juga ia antar kemari karena hampir mati lemas di gendongannya. Dia, Yook Sungjae yang sama.

Changsub ingat.

Badannya terasa kaku dan sakit sekali. Hatinya seakan hampir meledak. Napasnya tertahan, dan matanya berair tiba-tiba. Ia mengingatnya lagi, apa yang selama ini ia lupakan. Dan itu terasa sangat menyakitkan.

"Yook Sungjae... bagaimana aku bisa melupakan nama itu?"


















Yook melangkahkan kakinya yang telanjang ke aspal. Wajahnya berseri mengalahkan mekar sakura yang indah di ranting-ranting kurus musim semi ini. Ia menghirup udara bebas lagi setelah sekian lama. Udara yang bercampur dengan hangatnya musim semi, bukan lagi aroma sampo stroberi milik Changsub. Ia melangkah bahagia dan begitu bersemangat, kenyataan bahwa ia tak selamanya terkungkung di dalam kamar membuatnya begitu senang hati.

"ANNYEONG SESANGIYA! HALO, DUNIA!"

Yook berlari kesana-kemari, mengganggu setiap orang yang lewat. Walaupun ia sudah bisa keluar, ternyata keberadaannya masih tak mampu dilihat. Tak apalah, ia pikir. Ia menikmati waktunya bermain-main di sekitar komplek, bahkan hingga sampai ke pusat kota Jinhae yang menyisakan debu-debu festival musim semi.

"Hei, kalian ini membuatku iri," ucapnya diantara sepasang kekasih yang sedang berkencan di tepian lintasan kereta usang. Ia terus menggoda keduanya, namun mereka tak merespon. Yook lanjut menjahili seorang anak yang dibimbing ibunya dengan memakan permen kapasnya hingga menyisakan sangat sedikit dan membuat anak itu menangis karena permennya secara ajaib hilang sendiri. Yook tak bisa berhenti tertawa. Ia merasa sangat hidup saat ini.

Namun ia hanya tak tahu, bahwa di tempat lain, seorang Yook Sungjae terbaring di ranjang rumah sakit dengan kondisi yang semakin kritis. Di luar ruangan, Ilhoon dan Changsub hampir mati cemas memikirkan anak itu. Mereka begitu khawatir, kesana kemari merapal doa agar satu nyawa dapat bertahan saat ini.

"Yook Sungjae, kumohon berjuanglah."

Sementara itu Yook masih sibuk menghibur diri dengan menunjukkan beragam wajah jelek ke setiap pengunjung yang melintas. Ia bahkan menghambur-hamburkan sakura yang telah gugur dan membuat orang-orang bergidik melihatnya. Ia tertawa lepas tanpa memedulikan apapun, terlalu senang.

"Wahaahaha! Mianhae. Kupikir aku terlalu bersemangat." Yook yang lelah lalu berhenti dan bersandar ke pagar tepian jalan. Dilihatnya dunia yang selama ini terkunci di balik segel gaib pintu kamar yang entah kenapa tiba-tiba bisa menghilang.

"Benar, kau terlalu bersemangat."

"Eh?" Yook terperanjat ketika seorang wanita berkacamata bicara kepadanya sambil menatapnya. Dia bisa melihat dan bahkan bicara pada Yook, menjadi orang pertama setelah Changsub yang mampu melakukannya.

"Kau bisa melihatku?" tanya Yook hati-hati. Wanita itu menatap sebentar sebelum menjawabnya.

"Melihat bagaimana kau semakin kuat disaat tubuhmu yang sebenarnya semakin lemah di sana?"

"EHH?!"

"Sebaiknya kau kembali, karena jika kau menjadi lebih kuat, maka dirimu yang lain akan mati, dan kau hanya akan menjadi abu yang menguap di udara."

Yook kaget bukan main. "A-apa maksudmu? Aku akan mati?"

Yook tak tahu siapa dia namun jika ia bisa melihatnya maka dia pasti bukan orang biasa. Wanita itu mendorong kacamatanya dengan telunjuk, lalu berucap, "Kau telah terlalu banyak meminta hukum alam berubah, tapi kau belum juga ingat. Intinya, cepatlah kembali atau ucapkan selamat tinggal pada dunia ini."


●○●○●○●○●

11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang